Menikah merupakan sebuah ikatan yang didalamnya bukan melulu berisi senda gurau dan romantisme ala dongeng seribu satu malam. Hubungan ini diikarkan tidak hanya untuk sebulan, setahun, sewindu atau sampai ajal menjemput saja, namun diharapkan berlanjut hingga kehidupan setelah kematian. Indahnya islam, memiliki syariat yang lengkap...bahkan setiap mukmin dipandu Al Quran dan sunnah agar mereka lebih teliti dalam memilih pasangan hidup.
***
"Nurfa, kenalkan ini Hanif, anak kerabat jauh ayah yang tinggal di Bandung", kata ayah di suatu hari mengenalkan seorang pemuda tampan yang bertandang kerumah bersama keluarganya.
Aku mengangguk memberikan salam takzim kepada Hanif dan keluarga.
"Rencananya mereka akan menginap dua malam di hotel dekat rumah menghabiskan akhir pekan, selama disini temanilah mereka berjalan-jalan keliling kota, ajak adikmu Salman", ucap ayah lagi
Aku hanya mengangguk menuruti titahnya
***
Dua hari aku dan adikku Salman menemani keluarga Hanif bertamasya ke Pantai, membawa mereka ke beberapa destinasi menarik di kotaku, dan berakhir dengan belanja oleh-oleh sebelum akhirnya pamit kembali ke kotanya.
Sepeninggal mereka, ayah mengajakku bicara empat mata.
"Fa, bagaimana pendapatmu dengan Hanif?"
Aku terkejut, tak siap dengan pertanyaannya
"Apa maksud ayah?"
"Sebenarnya keluarga Hanif jauh-jauh kemari, bukan sekedar untuk tamasya atau bersilaturahim, melainkan membawa misi tertentu....", ayah terlihat sedikit gugup dengan membenarkan letak duduknya, "mereka sebenarnya hendak menjodohkan kamu dan Hanif", lanjutnya.
Sejenak aku berfikir, mencoba memilih kata yang tepat untuk menjawab, "Ayah..., sebenarnya kesan pertama Nurfa, Hanif baik. Tapi Nurfa sekarang sedang melakukan penjajakan dengan seorang pria yang dikenalkan oleh teman pengajian. Dia memang belum pernah datang kerumah ini...namun proses pendekatan kami sudah beberapa kali dilakukan melalui perantara murobi si pria dan sahabat Nurfa, Oya namanya Alif...saat ini ia sudah bekerja sebagai karyawan swasta disebuah perusahaan IT"
Tangan ayah sempat mengepal lalu kembali mengendur...tatapannya jauh keluar jendela. Ia menghela nafas. "Kalàu bisa mundur saja dari Alif fa, ayah lebih suka jika kamu menikah dengan orang yang masih terhitung keluarga sendiri"
Aku menggigit bibir, sedikit perih. Mencoba mengumpulkan keberanian.
"Ayah maaf, bagaimanapun Nurfa belum di khitbah oleh Alif, jika boleh...berproseslah saja dengan Hanif juga, sementara Nurfa akan minta petunjuk Allah agar bisa menunjukkan jodoh terbaik yang Ia ridhoi, supaya Nurfa tidak mengecewakan ayah juga kedua laki-laki itu. Kita serahkan saja bagaimana Allah menakdirkan jalan Nurfa selanjutnya...", aku mencoba bersikeras.
Ayah terlihat berfikir sejenak.
"Baiklah, kalau memang itu maumu, namun jangan pernah lupa pesan ayah, walaupun ayah lebih menginginkan Hanif, tetaplah cermat dalam memilih. Ingat tuntunan sebagaimana Rasulullah contohkan dalam memilih laki-laki sebagai suami, kesolihan yang paling utama..."
Aku menjawab dengan anggukan.
***
Hari itu, Hanif datang sediri, ia kembali menginap dua malam di penginapan yang sama saat pertama kali datang berkunjung. Kedatangannya langsung diterima ayah dengan tangan terbuka... Hanya satu setengah hari, kulihat keakraban ayah dan calon mantu begitu mudahnya tercipta hanya karena hubungan kekerabatan.
Aku mencoba berfikir rasional. Ini barulah permulaan, sama sekali bukan petunjuk bahwa dialah jodoh terbaik.
Tiba-tiba handphoneku berdering, telpon dari salah satu teman kerja pria. Ia meminta kesediaanku membantu menyelesaikan tugas-tugasnya besok, sebab istrinya tengah melahirkan. Aku menyanggupi permintaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Batas Cakrawala
Short StoryMasih berisi cerpen-cerpen ringan sarat pesan moral sangat dekat dengan keseharian manusia yang akan membuat kamu tersenyum, menangis bahkan merenung. Tema tak hanya seputar rumah tangga, persahabatan dan percintaan... Jika ditarik garis lurus semua...