Liburan Hana

62 2 0
                                    

Aku memandangi Hana yang tengah tertidur pulas di ranjang kamarku. Wajah istriku.  Hampir delapan tahun menikah, wanita yang sudah menghadiahkan aku tiga buah hati yang lucu-lucu itu kini telah berubah, tak semenarik dulu. Yaaa, dimataku  dulu istriku memang manis, tapi sekarang tidak lagi...Bagiku Hana dulu sexy, namun sekarang meski tak bisa dikatakan gendut, penampilannya tak ubahnya seperti wanita paruh baya....

****

"Akhir-akhir ini Hana semakin meyebalkan Pak De, sebagai suami Hendra jarang diperhatikan, jarang dimasakin,  sering lupa menyetrika pakaian kantorku, lebih memperhatikan anak-anak, dia juga jadi kelihatan seperti perempuan tua, karena jarang berdandan.
Malu aku setiap membawanya keluar....pakaian yang dikenakan pun selalu semaunya..." keluhku pada pamanku, adik ayahku yang sudah kuanggap seperti ayahku sendiri.

Pak De tersenyum.

"Tapi dia mengurus anak-anakmu dengan baik kan...?, makanannya, pakaiannya, kasih sayangnya....Pak De lihat anak-anakmu terurus, bisa dibilang tumbuh sehat bahkan si sulung selalu berprestasi disekolah ?", ujarnya

Aku mengangguk membenarkan

"Tapi aku sering diabaikannya Pak De, sebagai suami Hendra hanya mendapatkan sisa-sisa waktunya", jawabku tak mau kalah

Ia tersenyum kecil

"Apa kamu sering membantunya mengurus ketiga anakmu disela-sela waktu senggangmu, jawab dengan jujur?" Tanya Pak De

"Yaaa...pernah sih sesekali saja...", itupun jika dia yang meminta. Jawabku berusaha jujur sesuai instruksinya

"Apa kau pernah memberikannya uang lebih khusus untuk berdandan?"

"Tidak...tapi, kurasa gaji yang kuserahkan hampir semua padanya lebih dari cukup, seharusnya ia bisa mengatur untuk kebutuhan pribadinya tanpa harus meminta lagi.  Lagipula selama ini tiap akhir bulan dia tak pernah mengeluh kekurangan...", jawabku membela diri

"Apakah kamu sering membelikannya hadiah-hadiah kecil seperti baju, peralatan make up atau sejenisnya agar ia terihat cantik?, tanyanya lagi

"Aku menggeleng...kan sudah Hendra bilang, hampir seluruh gajiku kupercayakan padanya, Hendra hanya memegang sebagian kecil yang kuanggap sebagai kebutuhan pribadiku, selebihnya dia yang mengatur keuangan keluarga Pak De, jadi jangan salahkan jika Hendra tak pernah menghadiahkannya apapun...." tandasku.

Pak De hanya tersenyum bijak, "8 tahun menikah, pak De bisa menilai Hen, Pak De faham betul siapa istrimu itu. Dia wanita baik yang amanah, gak neko-neko dan sayang keluarga, banyak-banyaklah bersyukur atasnya, bukan mencari-cari sisi buruknya", ucap Pak De mengingatkanku akan kebaikan-kebaikan yang memang dimiliki oleh istriku.

Aku terdiam

****

Di hari yang berbeda

"Kelakuan Hana makin menjadi-jadi pak De.  Aku pulang kerja sering tak disambut lagi, makanan makin sering tak tersedia diatas meja, mengajaknya bermesraan dilayani dengan tak antusias, dan itupun jika aku memintanya terkadang naluri laki-lakiku sering menghilang jika mencium bau asap dari rambutnya atau aroma ompol dari pakaian yang ia kenakan", kali ini curhatku tak ubahnya seperti bayi yang merengek minta dibuatkan susu....

Pak De terkekeh

"Hen hen, kamu ini umur sudah masuk kepala 3, anak juga sudah 3, masalah sepele kayak gini aja kok ya linglung....booo dooo....!", jawab Pak De setengah meledek

Aku tertegun

"Istrimu mungkin cuma butuh refresing....suruh dia berlibur sendiri sekali-kali tanpa kamu dan anak-anak ..."

Batas CakrawalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang