Hanya duduk diam selama lebih dari lima belas menit bukanlah kesukaan Rheana. Ia benar-benar tidak menyukai suasana canggung seperti yang ia rasakan saat ini. Sudah lima belas menit berlalu semenjak mereka duduk di salah satu meja yang ada di caffe tersebut, tetapi Luhan tak kunjung membuka suaranya. Malah, ia terlalu fokus kepada layar ponselnya.
Tentu hal itu juga lah yang membuat Rheana harus menahan semua kalimat menyakitkannya untuk di keluarkan.
Ayolah, semua gadis pasti akan merasakan hal yang sama seperti apa yang dirasakan oleh Rheana.
Walaupun mereka tidak memiliki hubungan serius, tapi tetap saja hal seperti ini yang membuatnya kesal. Jika tahu hal ini akan terjadi, ia lebih memutuskan untuk kembali ke apartement dan mengerjakan apa yang CEO-nya perintahkan kepadanya tadi.
Lupakan tentang itu.
Karena jujur, Rheana sama sekali tak ingin mengingat wajah sang CEO yang teramat menyebalkan dan segala sikap dingin serta arogannya itu.
Hell! Mati saja!
"Luhan, makananmu akan dingin," tutur Rheana seraya melirik sepiring chicken steak yang terlihat mulai mendingin.
Luhan tak memberikan respon lebih terhadap Rheana. Pemuda itu hanya berdehem pelan sedangkan kedua matanya masih tetap tertuju pada layar ponsel yang Rheana sendiri tak tahu apa isinya.
"Katanya kau akan menceritakan semuanya padaku."
Tak ada lagi respon dari Luhan.
Oke, kesabaran Rheana sudah habis.
Ia tak bisa lagi berada di sini untuk kedepannya. Ia harus kembali ke apartement, atau tidak sesuatu yang buruk akan keluar dari bibirnya.
"Luhan-ssi." Rheana kembali memanggil nama si pemuda. Namun kali ini disertai dengan penekanan nada pada panggilannya. Wajah lembut yang sedaritadi ia perlihatkan telah hilang, digantikan dengan wajah datar yang sama saat pertama kali mereka berdua bertemu.
Atau mungkin lebih datar dari itu.
"Aku mengerti jika kau tidak ingin menceritakannya, itu tak masalah denganku karena aku juga tidak berhak ikut campur dalam masalah pribadimu. Tapi pantaskah kau mengabaikan kehadiranku di sini?"
Lihatlah, kebiasaan buruknya muncul lagi. Atau mungkin lebih parah dari yang dulu. Karena biasanya, Rheana hanya akan berbicara singkat namun menusuk.
"Bukan berarti aku ingin kau menghargai perasaanku, sungguh. Aku hanya merasa berada di sini hanya membuang waktu ku saja," sambung Rheana. Gadis itu hendak mengambil tas selempang kesukaannya, namun tertahan karena Luhan yang lebih dulu menggenggam pergelangan tangan si gadis.
Tatapan sendu si pemuda perlihatkan kepadanya, membuat gadis itu kembali menghela nafas dan mengurungkan niat untuk pergi.
Oke, Luhan butuh waktu. Rheana juga tidak peduli lagi berapa lama kecanggungan ini akan berlangsung. Ia lelah. Maka dari itu, Rheana memilih untuk kembali diam dan menyeruput Cappucino Ice-nya yang telah mencair.
"Aku akan menceritakannya."
Uhuk!
Rheana tersedak minumannya sendiri kala mendengar penuturan dari Luhan yang begitu tiba-tiba. Baiklah, ini menyebalkan. Rheana tak pernah berpikir Luhan akan secepat ini menceritakan masalah pribadinya sendiri. Walaupun sebenarnya Rheana telah berharap hal seperti ini terjadi karena ia telah lelah menunggu.
Menurut Rheana, bergelung di bawah selimut tebal di ruangan ber-AC seraya membaca wattpad ataupun melakukan kegiatan seperti memrogramkan sesuatu lebih menyenangkan daripada harus duduk diam selama berjam-jam tanpa adanya pembicaraan sedikitpun.
KAMU SEDANG MEMBACA
TPS ( 3 ) - Hurt » Wu Yifan Ft Lee Taeyong [ ✔ ]
Fiksi PenggemarBook three of the programmer series; Hurt - Wu Yifan ft Lee Taeyong Hal yang paling menyesalkan di hidup Rheana Andria adalah bertemu dengan seorang CEO seperti Wu Yifan.