Kelas baru

445 38 5
                                    

Bogor.
Juli, 2016.

Namaku Kanza Panular, silahkan tertawa jika menurut kalian lucu. Untuk informasi saja sih, aku murid baru sewaktu di kelas pertengahan. Sekarang aku sudah berada di kelas akhir. Awal-awal masuk kelas yang seharusnya perkenalan dengan wali kelasku justru tidak hadir karena sibuk mengurusi MPLS, saat itu adalah jabatan terakhirku sebagai anggota OSIS.

Waktu aku masuk kelas itu, pikiran pertamaku adalah, seriously gue masuk kelas kayak gini? Karena kelasku, sudah di pojok dan gelap. Lalu, anak-anaknya...

Aku memandang wajah teman satu kelasku, huh, tidak banyak yang aku kenal. Aku memilih duduk dengan Fisya yang kebetulan teman PMRku. Sebelah kananku ada teman satu kelasku dulu si Marwan dan Rama, sedangkan sebelah kiriku ada teman satu teman sekelasku dulu juga si Fildzah dan Viany, lalu depanku ada teman satu PMRku si Dilla dan Nabila. Sisanya hanya aku mengenal nama mereka dan memang tidak terlalu dekat. Aku harap semoga saja kelas ini menyenangkan.

Tapi harapanku musnah begitu aku langsung di panggil mata empat hanya karena memakai kacamata tebal berwarna hitam. Sudah biasa sebenarnya, tapi ya kesal juga apa lagi aku tidak mengenal lelaki itu sama sekali.

Aku melirik lagi sebelum benar-benar keluar kelas untuk ke gugus yang aku bimbing. Ternyata ada beberapa murid yang (menurutku) terkenal di sekolah;

1. Pitri, perempuan yang setahuku memang terkenal di sekolah, aku pun tidak pernah mengobrol secara langsung dengannya. Sudahlah, aku sangat malas membahas bagaimana pertemuan pertama aku dengannya.

2. Wati, aku pernah mengobrol dengannya, dia terkenal dengan prestasinya di sekolah. Aku juga kenal dia di kompetisi literasi, anaknya? sangat SKSD, Sok Kenal Sok Deket.

3. Erlangga, aku baru tahu namanya hari ini, dulu aku hanya kenal wajahnya yang selalu berada di perkumpulan anak-anak nakal.

4. Marwan, ya, dia sudah aku anggap sebagai sahabatku dan abangku sendiri. Nggak usah di ragukan deh, dia mah terkenal banget di sekolah.

Ya segitu saja sih menurut sudut pandangku. Hm, masa bodo, aku belum berinteraksi dengan mereka. Kesibukanku akan berakhir besok setelah masa MPLS selesai.

🍃

Aku pikir esoknya aku bisa beradaptasi. Ya, bisa sih. Hanya aku masih menutup diri. Aku masih kebagian duduk di belakang, beruntung karena baru minggu depan akan di rolling setiap hari.

Di meja paling depan anak-anak berkumpul, mereka seakan ber-nostalgia bagaimana mereka satu sama lain bisa bertemu dan membahas awal-awal MOS. Dan, aku hanya duduk sendirian di meja paling belakang, lagi pula kalau pun aku bergabung aku juga bingung ingin berbicara apa. Kebanyakan dari mereka tidakku kenal. Aku sadar diri sih, kan anak baru.

Dari sini aku memperhatikan wajah mereka satu persatu, tak sengaja ada yang membalas tatapanku. Mengapa aku bilang tak sengaja? buktinya orang itu tidak menyapaku dan langsung melihat objek lain. Nggak peduli juga sih, aku memang tidak mengenal Erlangga. Membayangkan aku mengobrol dengan dia juga tidak pernah.

Kata orang yang aku dengar, Erlangga termasuk lelaki yang lumayan tampan dan pintar. Aku bukan tipikal orang yang mudah percaya begitu saja, lagian apa yang tampan coba? Kulitnya memang bersih sih, tapi tampan? Nggak tuh.

Ngapain juga harus ngebahas dia ya? Tau ah.

Menurutku, awal masuk kelas itu paling tidak enak. Guru-guru kebanyakan hanya perkenalan dan menanyai muridnya tentang pelajaran tahun kemarin, sekedar menguji coba saja katanya. Enaknya sih pulang cepat, setelah adzan dzuhur pun bel juga berbunyi. Aku langsung pulang berhubung memang tidak ada jadwal latihan PMR.

Aku pulang dengan berjalan kaki berhubung rumahku sangat dekat dengan sekolah. Tetap saja aku jalan melewati jalan tikus, jalan yang lebih cepat untuk sampai gang rumahku dari pada harus lewat luar. Biasanya jalan itu sepi hanya ramai di warung kopi yang berisi anak-anak hitz berkumpul di sana.

Tapi, tiba-tiba rumah di sebelah warung itu ramai. Banyak anak lelaki yang merokok dan bukannya geer, tapi mereka menatapku. Aku ingin berbalik badan, tapi rasanya tidak mungkin. Hingga tiba-tiba seseorang keluar dengan jaket birunya yang berhenti di depanku.

"Eh, Kanza."

Aku berhenti bersamaan dengan jantungku yang berdegup cepat. Aneh saja sih kita yang tidak pernah mengobrol lalu tiba-tiba dia menyapaku. Aku hanya terkejut karena tiba-tiba Erlangga keluar dan menyapaku.

"Eh? Iya."

Kaku banget kan? Ya, aku bingung juga harus membalas sapaannya seperti apa. Lagi pula aku pikir dia tidak mengenaliku, ternyata dia tahu namaku.

"Rumah lo disini?"

Aku harus sedikit mendongak agar bisa menatap wajahnya, lalu aku mengangguk. Erlangga menggeser tubuhnya seakan memberi jalan untukku. "Oh..."

Bibirku tersenyum tipis lalu melewatinya. Aku melangkah dengan cepat, seram juga lama-lama disana.
Ini aneh juga sih, jarang banget ada anak laki yang menyapaku --kecuali Marwan-- apa lagi aku baru kenal dia.

🍃

Lucu sih mengingat itu obrolan pertamaku dengan Erlangga yang terkesan kaku banget. Sepulang sekolah pun aku memang sudah bergabung dengan group chat kelasku. Banyak hal yang tidak penting di bahas mereka, aneh bagiku karena ketika di kelas hanya mengobrol singkat tetapi begitu di chat, sangat berbeda.

Di group chat itu, Epul menanyakan apakah ada PR atau tidak, aku menunggu yang lain membalasnya, tapi lima menit berlalu pun tak ada satu pun yang membalasnya, akhirnya aku menjawabnya. Tidak lama pula Erlangga muncul dan meminta untuk di fotokan tugasnya. Merepotkan sih, tapi anehnya aku menuruti mereka. Begitu aku mengirimkan foto tugas tersebut, Epul mengucapkan terimakasih.

Tau hal yang lebih aneh? Aku menunggu Erlangga mengucapkan setidaknya bilang terimakasih padaku. Aku memang membenci orang yang tidak tahu diri. Untung saja beberapa menit kemudian Erlangga mengucapkan terimakasih padaku.

Dan, aku tersenyum.

🍃

One Year Full Of MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang