Angga gila

189 22 0
                                    

Bogor.
September, 2016.

Aku semakin sering dispen, entah aku yang semakin sibuk mempersiapkan diri untuk jambore, atau aku yang di rekrut untuk menjadi anggota buletin di sekolah. Tapi, aku senang banget, karena memang ini yang selalu aku tunggu. Sibuk sekolah biar masalah keluarga bisa kelupaan.

Tapi tidak ada yang berubah dari anak lelaki di kelasku, mereka tidak ada hentinya untuk tidak mengangguku. Topik yang mereka bahas setiap hari tuh pasti PMR lagi, PMR lagi.

Aku baru saja kembali dari toilet dan berjalan menuju kelasku. Firasatku mengatakan tunggu bel berbunyi saja untuk masuk ke kelas, tapi aku mengabaikan firasatku itu. Begitu sudah berbelok untuk ke kelasku, rasanya aku ingin berbalik badan untuk kembali ke toilet lagi. Sayangnya mereka sudah menjegatku.

"PMR, tolongin dong, tangan gue sakit," kata Putra dengan wajah melasnya. Aku masih diam, lalu aku melihat ke sebelahnya, Erlangga berulah lagi, ia memegang tangannya seakan-akan memang benar kalau ia sedang terluka. "Iya nih, tangan gua patah, Cut, tolongin napa."

"Apaan sih lo berdua. Misi napa."

"Ih jahat ih," ucap Erlangga. Apaan jahat coba? Orang mereka juga bohongan, yang ada kalian tuh yang jahat!

Aku mengambil nafas berusaha agar tetap sabar, lalu aku melewati mereka begitu saja. Baru saja aku duduk di kursiku, Wati sudah memanggilku untuk segera ke perpustakaan. Sibuk emang tidak selamanya enak. Waktu istirahat kalian jadi terganggu.

"Bentaran kek, mau makan."

"Bawa aja udah makanannya," perintah Wati yang mau tak mau aku turuti. Mataku tak sengaja melihat ke Erlangga, anak laki-laki itu berdiri dari tempatnya.

"Dispen wae."

Dia berbicara padaku? Aku rasa dia berbicara denganku. Lantas aku berhenti dan berbalik badan. "Biarin." Tidak ingin melanjutkan perdebatan akhirnya aku langsung menarik lengan Wati agar lekas pergi dari kelasku.

Di perjalanan aku selalu mengeluh, mengeluh soal; kenapa gitu Erlangga dan teman-temannya tidak berhenti meledek PMR, kenapa juga dominannya ke aku doang?

"Caper bego si Angga mah."

"Tau ah. Mana tadi pagi depan toilet nyanyi mars PMI coba, udah gila tuh anak."

Ya, tadi pagi ketika berangkat ke sekolah aku memang selalu melewati jalan belakang, yang artinya aku akan melewati toilet anak laki-laki. Aku lagi tidak memakai kacamata sehingga aku tidak bisa melihat wajah orang dengan jelas. Namun, begitu aku mendengar lagu Mars PMI di nyanyikan sontak aku menoleh ke arah toilet anak laki-laki, dia kira dengan memakai tudung  jaketnya aku tidak kenal dia gitu? Tentu aku tahu lah! Dia kan sering banget pakai jaket itu.

Seperti ketahuan sedang maling, Erlangga yang lagi jongkok langsung terdiam lalu menyengir. Aku melengos pergi, dan tepat saat itu Erlangga bernyanyi lagu Mars PMI lagi, kali ini suaranya lebih di keraskan. Anehnya aku justru tersenyum ketika melewati toilet laki-laki. Aku menggelengkan kepalaku tidak percaya melihat kelakuan Erlangga yang nggak jelas, apa dia nggak malu ya di lihat banyak orang, terutama di lihat adik kelas. Mungkin emang dasarnya dia nggak punya rasa malu.

"Taruhan deh sama gue, balik dari sini lo pasti di ledekin lagi sama Angga."

Aku menatap Wati dengan tatapan memelas. "Please, deh. Jangan sampe."

Wati hanya tertawa mendengar aku berbicara seperti itu. Tetapi kenyataannya memang benar. Sepertinya Erlangga tidak ingin membuat hariku tenang kali ya?
Kadang aku masa bodoh dengan ejekan mereka, tapi kalau setiap saat juga kesel kali ngedengerinnya.

Wati berjalan mendahuluiku, ia sempat berbisik padaku dan tersenyum jahil. "Tuh kan, Cut. Caper eta."

Aku menghembuskan nafas lelah, sesekali aku tertawa melihat acting anak laki-laki yang katanya sedang kesakitan minta di obati. Lagian jujur deh, di kelas aku tuh ada enam orang anggota PMR, tapi... tapi kenapa mereka lebih ke aku doang gitu ngeledeknya?

"Dispen nih ya."

Aku menengok ke Erlangga yang sedang duduk di meja guru. "Kenapa? Sirik?"

Erlangga tersenyum geli. "Ngapain gue sirik sama Meimei? Nanti juga gue dispen."

FYI, orang pertama yang memanggilku Meimei adalah si Udin. Waktu itu ceritanya lagi kerja kelompok Matematika, dan aku kedapatan sama anak nakal semua! Ceweknya cuman berdua, aku sama Syifa. Oh, ralat, aku tidak satu kelompok dengan Erlangga dan Maulana. Nah, tiba-tiba aja Udin menyuruhku ini itu, si Udin juga segala pamer ke Erlangga sama Maulana kalau aku mau di suruh-suruh, terus Erlangga bilang dia ingin satu kelompok denganku, so crazy, dan saat itu Udin bilang, "Si Kancut mah kos Meimei. Sia aing panggil Meimei ya?" Dan sejak itu panggilanku bertambah lagi.

Kembali ke dunia nyata.

"Kemana?" tanyaku pada Erlangga. Tidak ada salahnya kan aku hanya nanya dia mau kemana sampai mau dispen.

"Kenapa nanya? Mau dispen bareng gue?"

WHAT THE...

TERSERAH LO DEH.

Teman-temannya tertawa mendengar Erlangga berbicara seperti itu. Aku bergidik ngeri menatap Erlangga. "Najis."

Selebihnya aku langsung pergi ke tempat dudukku. Bisa gila dekat-dekat sama Erlangga.

🍃

Sepulang sekolah seperti biasa aku latihan PMR karena memang hari ini jadwal latihannya. Untungnya hari ini hari Senin bukan Kamis, jadinya aku tidak perlu melihat adanya anak futsal di lapangan.

"Heran gue sama Angga."

Awalnya aku hanya cuek ketika nama orang gila itu di sebut sama Dilla, tetapi begitu namaku di bawa-bawa akhirnya aku menoleh.

"Ngeledekin PMR tapinya teh ke si Kancut wae."

Tuh kan, yang lain saja berpikiran seperti itu. Berarti aku tidak geer.

"Iya sih, kan di kelas kita banyak tuh anak PMR, ada elu, ada gue, ada Dila, Nabila, Fildzah sama si Viany, tapi cuman elu doang Cut yang di godain sama Angga," ucap Fisya membuatku akhirnya menatapnya.

Oke. Aku di tatap semuanya. "Apaan, sih."

Dan, mereka mulai mengolok-olokku.

"Cie elah Kancut, suka kali si Angga sama lo."

Seriously? Enggak banget deh, Dil.

"Najis, amit-amit, udah benci gue sama tuh anak."

Dilla tersenyum geli, mukanya jadi terlihat konyol. "Awas Cut, nanti benci jadi cinta."

BIG FAT NO!

"CIE KANCUT, ASIK."

"Asik si Kancut di godain Angga."

Cobaan apa lagi ini?

Aku menghela napas dan memilih untuk pergi ke luar sekolah, mendingan aku membeli makanan dari pada harus mendengar mereka berbicara yang tidak fakta.

🍃

One Year Full Of MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang