Patah hati

61 8 6
                                    

Bogor.
Maret, 2017

Aku baru tahu ternyata begini ya rasanya benar-benar di abaikan oleh orang yang kalian sayang, atau cinta, atau ya apa lah itu. Lagi-lagi setelah hari ulang tahunku itu, ya selanjutnya aku tidak bercanda lagi dengan Erlangga. Keadaan aku dengan cowok itu semakin aneh, entah aku yang menghindarinya, atau memang dia yang menghindariku, atau memang cuman aku yang berpikiran seperti itu.

Kini aku benci tiap berpapasan dengannya. Seperti tadi saja, saat di koperasi, aku lagi sama Septi dan di belakangku ada Erlangga juga Maulana. Mereka ikut berhenti, ku pikir begitu mataku bertemu dengan mata Erlangga, mungkin dia akan menyapaku atau meledekku. Tapi pikirku salah, dia justru menyapa Septi. Lantas kalau kamu hanya menyapa Septi, mengapa mata kami harus bertubrukan selagi kamu mengobrol dengan Septi?

Kenapa, Ngga?

Aku yang sadar diri pun menjauh dari mereka bertiga, sepertinya lebih baik tidak ada aku saja. Aku ada pun tidak di anggap.

Oke, tidak apa. Memang sesak rasanya, tapi ya sudah lah mereka juga bersaudara, mengapa juga aku harus kesal?

Iya, tadinya.

Tapi...

Ketika jam tiga sore, aku berniat membantu kelompok Rahma dalam mengerjakan tugasnya. Aku, Septi, Wati, dan Dita ingin pergi ke tempat jualan pulsa sekaligus pergi ke tempat jualan lampu, listrik, sama kabel gitu. Tidak ada masalahnya sih, namun begitu kita melewati warung kopi itu...

Yang pertama, Wati di sapa. Oke, aku berdiri paling belakang jadi pasti di sapa paling belakangan.  Aku menunggu, terus menunggu dari Septi kemudian sampai Dita dan tiba lah aku.

Padahal bibirku sudah siap melengkung ke atas, namun bibirku tetap kaku dan mataku justru melihat ke bawah ketika Erlangga melewatiku begitu saja.

Kenapa hanya aku saja yang tidak di sapanya? Kenapa hanya aku saja yang di abaikannya, padahal kita masih teman satu kelas, tapi kenapa?

Kenapa, Ngga?

Begini kah rasanya di abaikan?

Aku hanya di abaikan, tetapi mengapa aku ingin menangis? Kemanakah aku yang kebal dengan perasingan?

Mengapa kamu, mengapa Angga dengan mudah membuatku jatuh sejatuh-jatuhnya, hingga rasanya di tusuk ribuan duri?

Lantas jika hari ini saja sudah seperti ini, bagaimana hari esok atau selanjutnya?

🍃

Berhubung USBN akan segera tiba, kami langsung menyelesaikan tugas-tugas praktek dan mengisi nilai kosong yang belum sempat kami kerjakan tugasnya.

Kelasku di beri kebebasan sama guru Fisikaku, katanya biar tidak pusing karena belajar terus. Tentu saja kelasku langsung berisik, mau perempuan atau pun laki-laki saling melempar kaus kaki. Entah itu kaus kaki siapa, yang jelas itu bau banget dan kotor.

Aku tidak ikut melempar, cukup menghindar dan memperhatikan kelasku yang konyol.

"Aww..."

Aku mengusap punggungku yang sempat terkena sikut seseorang. Saat aku menengok... Ah, ternyata Erlangga.

Memang hanya perempuan bodoh yang menunggu seseorang untuk berbicara padanya. Kenapa gitu aku bodoh banget harus nunggu dia minta maaf, padahal pas dia nengok, dianya juga diem aja dan langsung pergi dari tempatnya.

One Year Full Of MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang