Tidak Masuk

95 17 21
                                    

Bogor.
Desember, 2016.


Saat ini aku dan teman satu kelasku duduk di depan lab IPA, menunggu sang guru datang. Kelasku itu udah di kenal banget rasis, setiap hari ada aja bahan buat ngerasisin teman sendiri.

"Ih Kancut kerudung baru ya?"

Aku mengangguk karena memang benar kerudungku baru, tapi apa perlu seheboh itu ya? Tak lama Rahma berdiri untuk melihatku kemudian melihat ke belakang, nggak tahu liat siapa.

"Marwan juga tuh seragam baru."

Aku melihat Marwan yang nyengir, aku baru sadar kalau Marwan memakai seragam baru.

"CIE KANCUT SAMA MARWAN SAMA-SAMA BARU," teriak Wati membuat semuanya langsung gitu, mereka jadi  mempasangkan aku dengan Marwan. Jangan kalian tanya apakah aku terbawa perasaan atau tidak, tentunya jawabanku TIDAK! Kan Marwan sahabatku, mana mungkin... ya mana mungkin gitu deh.

"Swag couple bego si Kancut sama Marwan mah."

Aku tidak mendengar mereka bersuara lagi. Mendadak aku mencari keberadaan seseorang, aku harap dia tidak mendengar. Namun ketika kelas lagi heboh tentang aku dan Marwan hanya karena memakai pakaian yang baru, ternyata Erlangga sedang menyisir rambutnya menggunakan jari-jarinya ke arah belakang, dan dia sedang melihat ke arahku.

Bagaimana aku tahu?

Dia duduk sebelahku. Maksudku, di antara kami masih ada tiang. Aku langsung mengalihkan muka dan tersenyum canggung membalas ledekan teman-temanku. Namun aku justru merasa khawatir dengan seseorang yang baru saja berkontak mata denganku.

Mengapa aku malah berpikir, apakah dia cemburu?

Ini masih pagi, mungkin efek aku masih mengantuk. Iya, pasti aku sedang mengantuk, makanya jadi ngawur.

Akhirnya guru pun datang, satu persatu menghambur ke dalam lab. Aku sih bukan termasuk anak yang ingin di perhatikan guru, aku lebih termasuk anak yang menghindari guru, maksud dari kata menghindari itu adalah ketika guru itu sedang bersiap-siap untuk menunjuk salah satu muridnya. Menurutku posisi yang aman itu di tengah-tengah, bisa santai tapi juga bisa fokus. Kalau aku duduk di belakang, udah males duluan bawaannya.

Aku berusaha fokus tatkala di belakangku anak laki-laki sangat rusuh. Kalau nggak di omelin sama gurunya mana mau mereka diam, sekalipun diem palingan bentaran doang.

"Itu kok anak laki berisik banget ya?"

Mendadak mereka diam ketika di tanya guru. Aku menahan tawaku, pasti mereka panik, takut di tunjuk.
Tapi akhirnya kelas pun menjadi benar-benar hening, sangat fokus melihat papan tulis dan mendengarkan materi tersebut.

"Udah ngerti kan? Nah, siapa yang mau maju?"

Kelasku tidak akan ada yang maju sendiri, pasti harus saling menunjuk atau tidak di suruh dengan paksaan sama temannya sendiri, dengan alibi untuk menyelamatkan temannya yang lain.

Aku diam saja daripada harus menunjuk orang, ini cara aman menurutku. Iya tadinya.

"Kancut maju lo."

"Apaan sih kok gue?"

Tadinya masih berbicara dengan suara yang pelan. Begitu sang guru menyuruh kita semua untuk diam, tiba-tiba Erlangga bersuara.

One Year Full Of MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang