1.1

1.7K 228 33
                                    

Kini kepalaku terasa pusing. Buliran keringat yang menetes dari pelipisku pun semakin terasa, kali ini bukan hanya bayangan, ini terlihat lebih nyata.

Dia, kekasih dalam imajinasiku terus hidup pada pikiranku sejak aku menginjak sekolah menengah atas. Sudah hampir dua tahun lamanya, hidupku seakan bahagia oleh semua hal yang aku lakukan dengannya.

Ini memang gila, bahkan aku juga tidak pernah mengerti akan ini, tapi semua benar adanya, dia hadir saat aku sendiri, mataku akan dengan otomatis terpejam, merasakan kehadiranya didekatku.

Karna hal ini juga membuat aku selalu menutup diri, aku rasa hidupku sudah cukup bahagia dengan dia, aku tidak membutuhkan siapapun selain itu.

Aku, Yona. Lahir di Jakarta 18 tahun yang lalu.

Dia bukanlah pangeran berkuda, atau laki laki tampan dari kerajaan besar, tidak, dia dalam bayanganku hanya seorang gadis SMA biasa sama sepertiku.

Terdengar aneh kan? Aku yang seorang wanita tapi kenapa kekasih khayalanku itu juga seorang wanita.

Itu yang tidak aku mengerti sampai sekarang.

Aku bersekolah disalah satu sekolah khusus perempuan yang berada di Jakarta, kenapa aku mengambil sekolah disini, sejak dulu aku sangat menggilai kulture dan budaya Jepang, apapun hal yang berhubungan dengan Jepang aku suka. Dan sekolah ini memang salah satu sekolah dengan lisensi Jepang yang berada diIndonesia.

Disini aku bisa mendapatkan lebih banyak hal yang aku belum tahu tentang Jepang, dari budaya sampai kebiasaan masyarakat Jepang, ada pelajaran tersendiri yang membahas tentang itu semua.

Aku menolehkan kepalaku saat suara tubuh yang dijatuhkan secara kasar baru saja mendarat dikursi sebelahku. Mukanya sangat masam, dia menopang dagunya sendiri.

Aku tidak terlalu peduli kembali memasang headshet pada telingaku, lebih memilih menidurkan kepalaku diatas lenganku sendiri.

"Kesel gw sama tuh orang, gak tau diri! Muka kaya papan krambol aja songong nya minta ampun."

"Berani-beraninya rebut cowok inceran gw! Awas aja pulang gak selamet tuh orang!"

"Lu tau kan Yon?! Itu si Natali anak kelas sebelah, yang sok cantik sok panas, emang dia kuah baso apa panas, ih jijik gw!"

Kata demi kata yang keluar dari mulut temanku ini masih bisa aku dengar, aku menaikan volume lagu yang sedang ku dengar.

"Yon, lo dengerin gw ngomong gak si?!"

Aku jelas berdecak saat dia menarik paksa headsheat pada telingaku, aku jadi menegakan kepalaku menatapnya malas.

Dia mendengus melihat aku yang langsung merebut headshet ku lagi, dia Diandra, teman semasa SMP yang tak sengaja kini menjadi teman SMAku juga. Aku baru tau kalau Diandra sekolah disini juga saat kita bertemu di perpustakan. Dan pada akhirnya dikelas dua ini kita malah sekelas.

Sebenarnya aku iba dengan orang tua Diandra yang banting tulang untuk membiayainya sekolah tapi yang dia lakukan hanya bermain-main dengan laki laki dan tak pernah benar benar serius belajar.

"Kebanyakan ngayal idup lo jadi bego kan, diajak ngobrol diem aja." Katanya lagi.

Aku menyandarkan tubuhku pada kursi, memperhatikan teman sebangku itu, aku masih diam, karna memang rasanya malas menanggapi manusia seperti Diandra, tak akan pernah bisa menang, dia mempunyai seribu jawaban untuk terus mengelak apapaun yang akan aku sudutkan.

Beruntunglah bel tanda jam pulang berbunyi, tanpa memperdulikan tatapan Diandra, aku langsung menarik tasku dan pergi dari hadapannya.



..
.
.





Aku bukan gadis cantik yang berprestasi, atau gadis yang digilai banyak laki-laki dari sekolah sebelah, aku hanya gadis biasa yang menyukai kesendirian, aku lebih suka berdiam diri dengan segala imajinasiku.

Karna Jepang, aku jadi menyukai Manga, mungkin dari sini juga lah aku suka menggambar atau membuat komik untuk mengisi waktu luangku.
Terlahir sebagai anak tunggal, membuat aku harus pintar mengusir rasa sepi, dan dengan melukis aku selalu bisa membuat diriku bahagia, apalagi jika dia sudah hadir di sela sela coretan kuasku.

Dia gadis dengan seribu pesonanya, dia selalu mengerti akan hal yang membuatku bahagia, dia juga sama sepertiku, dia anak tunggal, kita mempunyai masalah yang sama mengenai rasa sepi. Mungkin dari situlah kita bisa saling mengerti dan membahagiakan satu sama lain.

Aku mencintainya walau dia tak akan pernah bisa menjadi nyata.

Angin yang tertiup kencang membuat mataku terpejam, aku tau kini dia sudah hadir didekatku, dekapannya yang sudah aku hapal, membuat tubuhku jadi menghangat. Jakarta yang hujan sore ini tak terasa dingin karna kehadirannya.

"Bagaimana sekolahmu hari ini?"

Kepalanya yang dia taruh dipundaku, membuat hembusan nafasnya sangat terasa, membuat bulu bulu halus pada tengkuk leherku berdiri.

"Seperti biasa, membosankan." Kataku, membalikan tubuhku padanya.

Dia masih mengenakan seragam sekolahnya, seragam sekolah yang tak sama sepertiku, rambutnya yang tidak terlalu panjang dia kuncir ponytail, dia selalu manis dengan gingsul khasnya, aku tak pernah bisa mendeskripsikan betapa indahnya dia, dia cantik namun tampan.

Bahunya yang tegap, tinggi tubuhnya yang jauh dariku membuat dia semakin menawan.

"Karna gak ada aku jadi membosankan, coba ada aku, pasti menyenangkan."

Aku sedikit menekuk wajahku untuk kepercayaan dirinya, padahal dalam hati aku mengiyakan ucapan nya, mungkin benar, andai saja dia bisa hadir di tiap saat aku pasti jauh lebih bahagia.























Bersambung.

#TeamVeNalID

IMAGINE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang