2.5

552 150 25
                                    

Pain is just a consequence of love.

Memang benar sakit hati adalah sebuah konsekuensi dari cinta, kebahagian mencintai selalu diiringi dengan rasa sakit. Dia harus menyakiti dirimya sendiri karna cinta, dia sakit merindukan sosok yang hilang, dia tidak mengerti sampai kapan dia merasa seperti ini, membiarkan hatinya terluntang lantung, terpenjara akan sebuah cinta yang hanya dia rasakan.

Angin dari langit yang mendung memang menyejukan, tubuhnya hangat karna jaket yang dia pakai, aroma vanilla yang khas membuat dia nyaman mengenakan nya, tak ada yang bersuara disini, terkecuali mesin motor Kinal.

Yona hanya bisa menatap kesembarang arah, dia sadar Kinal terus memperhatikanya lewat kaca spion, Kinal hanya khawatir melihat Yona yang seperti tak tenang, raut wajah Yona sangat terlihat kalau dia sedang gelisah.

Saat motornya dia jalankan kembali sebelum berhenti sebentar karna lampu merah, Kinal menarik tangan Yona, menuntunnya untuk melingkar diperutnya.

"Takut kamu jatoh, muka kamu pucet, jadi kamu harus pegangan."

Yona menarik tangannya lagi, dia lebih memilih berpegangan erat pada jok motor belakang, Kinal tersenyum, Yona selalu keras kepala begitu pikirnya.

Udara yang semakin dingin karna mendung, kian teras, Kinal berharap hujan tak akan turun dulu sebelum dia sampai dirumah Yona.

Tapi sayang, harapannya harus dikubur dalam-dalam, air gerimis kecil membasahi rambutnya, mentes jatuh. Dia dengan segera meminggirkan motornya, dia tak mau Yona yang sedang sakit harus menambah sakit karna terkena hujan.

Beruntunglah saat air kian turun dengan derasanya, Kinal dan Yona sudah berteduh dihalte, Kinal bernafas lega, Yona jadi tak terkena hujan.

"Kita tunggu hujan dulu ya? Gapapa kan? Atau kamu mau pulang naik taksi?"

Mereka berdua duduk bersebelahan, dengan Kinal yang menoleh pada Yona, menatap wajah Yona yang semakin pucat pasi.

Yona diam, dia kedinginan, menyatukan tangannya, menggosoknya terus menerus memberikan rasa hangat pada dirinya.

"Dingin?"

Lagi-lagi, Yona hanya diam tak pernah mau sedikit berbicara dengan Kinal. Kinal menarik nafasnya, dia mencoba tenang dengan segala sikap Yona, dia menggeser duduknya, mengambil tangan Yona, dia menggengam dua tangan itu dengan erat.

"Apa masih dingin?"

Mulutnya tetap tertutup rapat, Yona hanya mengangguk, keadaan yang sedang tidak sehat membuat dingin semakin terasa menusuk hingga tulangnya. Kembali Kinal menggeser jarak duduknya, dengan hati-hati tangannya merangkul tubuh Yona, membawa Yona kedalam pelukaanya. Dia hanya berniat menghilangkan rasa dingin itu, memberi Yona kehangatan walau sebenarnya dia takut kalau Yona akan menolaknya bahkan mendorong tubuhnya seperti beberapa waktu lalu.

Kinal terus memeluk Yona, Yona mulai menyandarkan kepalanya pada dada Kinal, dia memejamkam matanya, menghirup dalam aroma tubuh Kinal yang menenangkan. Air terus berjatuhan dibarengi angin kencang yang membawa daun kering yang tersapu air, terbang terbawa.

"Kalau masih terasa dingin, bicaralah. Aku akan memelukmu lebih erat."




..
.
.




Tatap mata nya tak getar-getarnya menusuk tepat kena palung menembus dada.
Mengoyahkan jantung, menderapnya jadi tak berdaya.

Kenapa tiap detik tatapnya dia trus membayangkan bahwa dia adalah imajinasi yang tak mungkin jadi nyata.

Ada kesiap wajah nya yang mengasuh tajam ditepi, berarak menuju hatinya.

Nada mesra air yang kian memecah keheningan sedikit berhenti, membuat Yona menarik dirinya sendiri dari pelukaan Kinal. Dia membenarkan rambutnya yang terasa berantakan, jaket Kinal yang besar membuat jari-jarinya jadi tak terlihat.

"Bagaimana sekarang? Apa sudah lebih hangat?"

"Iya, terimakasih."

Kinal sontak tersenyum, mendengar Yona berbicara, kedipan matanya membuat dia menghentikan menatap wajah Yona, dia berdiri dari duduknya, mengambil kain lap, untuk mengeringkan jok motornya, hujan sudah berhenti, dia rasa perjalanan harus segera di lanjutkan sebelum hujan datang lagi.

Waktu yang tadi siang kini menuju sore, langit yang masih gelap membuat dia takut jika hujan akan tiba-tiba turun lagi, dan membuat tubuh Yona basah.

Helm yang Yona lepas tadi membuat Kinal harus memasangkannya lagi, sebelum dia memasangkan helm itu, rambut Yona yang berantakan dia rapihkan, Yona hanya bisa menatap dan mengikuti tiap gerak tangan Kinal.

"Badan kamu panas." Kata Kinal saat pipi Yona dia sentuh. "Apa kita kedokter aja?"

"Gak usah, gw cuman butuh istirahat."

Sebenarnya ingin menyangkal ucapan Yona, tapi Kinal tak bisa berbuat banyak, dia jadi mengikuti saja apa yang Yona katakan. Dan sekarang Yona sudah duduk dibelakang Kinal, kali ini saat Kinal menarik tangannya, meminta Yona untuk memeluknya, Yona tak menolak, melingkarkan tangannya pada perut Kinal.

Suara motorpun mulai terdengar lagi, menelusuri jalanan basah karna hujan.

Mungkin karna terbawa suasana, Yona malah menyandarkan kepalanya pada punggung Kinal, mulai memejamkan matanya, air matanya yang mengumpul di ujung matanya sontak jatuh membasahi pipinya, dia kini hanya bisa berserah diri dengan alur kehidupan yang ntah membawanya kemana, dia belum bisa membedakan mana yang nyata dan mana yang hanya imajinasi. Jika Kinal memang hanya imajinasinya dia ingin terus seperti ini, dia tak mau di sadarkan dalam kebahagian yang tak bisa dia dapat dari manapun, tapi jika Kinal memang nyata, mungkin ini saatnya dia mengatakan kalau dia telah jatuh cinta pada Kinal.

Kinal sebanrnya takut Yona tak nyaman bersandar pada punggungnya, Kinal takut membuat Yona semakin sakit, dia menegakakan tubuhnya agar Yona merasa nyaman walau dia harus merasakan ketidaknyamanannya.

Dengan petunjuk dari Yona, akhirnya motor mereka sudah berhenti didepan rumah Yona, tapi yang Kinal rasakan Yona tak bergerak, bahkan saat tangannya menyentuh tangan Yona yang berada diperutnya Yona tetap diam.

"Yona.. kita sudah sampai."

Yona masih tak bergerak, Kinal rasa Yona tertidur. "Yona, kita sudah sampai." Kata Kinal lagi. Dan Yona pun terusik dari tidurnya yang tanpa mimpi, dia seakan tidur lama sekali padahal hanya beberapa menit saja, bahkan suhu tubuhnya yang panas, sudah tak sepanas tadi.

Dia merasakan kondisinya jauh lebih baik dibanding tadi. Seperti biasa, tanpa berbicara Yona turun dari motor Kinal, melepaskan helmnya sendiri, dia sudah terlalu malu jika harus Kinal yang melepaskannya.

Setelah menerima helm dari Yona dan memakai dikepalanya, Kinal pun pamit untuk pulang. "Jaga kesehatan Yona, kalau begitu aku pulang dulu.".

Baru saja ingin menyalakan motornya, Yona malah memanggilnya.

"Kinal."

"Ya?"

Yona menggantung ucapannya, dia memilin ujung jaket milik Kinal, Kinal yang mengerti hanya tersenyum.

"Besok bisa kamu kembalikan"

Senyum yang begitu tipis bisa Kinal lihat di wajah Yona, membuat dia tersenyum juga.

"Terimakasih, Kinal"











































Bersambung

#TeamVeNalID


Di punggungnya hatinya menangis. Mungkin, lain kali, pada pelukan entah yang ke berapa, dia akan mengatakan, kalau dia mencintainya.
-Masha

IMAGINE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang