3.Penyelesaian

609 154 28
                                    

Play lagunya ya, biar bisa merasakan apa yang aku, dan Yona rasakan.

--------------------------

Langit sore yang mendung mulai menampakan semburat senja yang kian nyata, dia menatap hamparan warna orange yang masih tertutup awan hitam, dia mengeratkan tangannya pada besi basah yang menghalangi pandangannya. Matanya berkedip secara pelan menatap air yang tersisa di ujung daun, jatuh membahasi tanah.

Sekarang dia berjalan, mengambil sebuah lukisan, dia duduk ditepi ranjangnya yang empuk, tangannya kini mulai menyentuh tiap goresan lukisan yang dia buat. Dia yang terlukis memang hanya sosok imajinasi yang tak pernah ada, bahkan dia datang dan sekarang hilang saja dia tak pernah tahu apa penyebabnya.

Walau bagaimanapun, hatinya merasa sangat kehilangan, hatinya merasa sakit seperti seseorang yang baru saja putus cinta.

Tarikan nafasnya terasa hangat, dia menarik laci disamping tempat tidurnya dengan keras, memasukan lukisan itu. Ini seperti pergulatan batin yang hebat, dia hanya ingin hidup tanpa di bayang-bayangi sosok yang tak pernah ada, dia ingin hidupnya bisa dia kendalikan sendiri. Bukan oleh pikiran bawah sadarnya.

Tubuhnya yang masih sangat lemas, membuat dia memilih merebahkan tubuhnya diatas kasur, sekarang pikirannya malah memikirkan Kinal. Maslih tak habis fikir, kenapa Kinal begitu mirip dengan seseorang yang berada di imajinasinya. Dia saja tak pernah mengenal Kinal, lekuk wajah Kinal, cara Kinal memperhatikannya begitu mirip dengan sosok imajinasinya.

Kepalanya jadi pusing, mungkin karna terlalu banyak berfikir, dia membangunkan dirinya untuk duduk, kepalanya sangat sakit sekarang, dia tak bisa menahannya.

Lampu yang redup dikamarnya membuat dia jadi tak jelas untuk melihat, fokusnya hilang karna sakit kepalanya yang semakin sangat terasa, dia menarik rambutnya sendiri memaksudkan agar sakitnya hilang.

Tangan satunya berusaha mencari sesuatu yang dia butuhkan sekarang, dia menarik lacinya, mencari botol kecil berwarna putih, rasanya hampir mati, sakitnya begitu sakit. Beruntunglah sesuatu yang dia cari bisa dia temukan, dia meminumnya dengan cepat, perlahan sakitnya menghilang dan dia kembali tenang.

Kesakitan yang kepalanya rasakan, trus dia rasakan berulang-ulang, dia merasakannya sendiri, tak ada yang tahu tentang kesakitannya. Dia memang selalu bisa menyembunyikan apapun tentang apa yang dia rasakan.

Tubuhnya kembali dia tidurkan. Dia merasakan jantungnya yang berdetak secara lamban, kadang jantung itu berdetak kencang tak bisa dia kendalikan, sesak saat dia harus mengingat tentang kerinduaanya, luka itu datang, kebahagian seakan enggan mendekat, dia selalu saja terus sakiti.

"Disini-" Dia menyentuh dadanya sendiri, seakan meremas jantungnya yang semakin berdetak lemah. "Sakit, kenapa kamu dengan tega pergi begitu saja?"

Di malam yang semakin sunyi ini terkadang dia terkikik sendiri, menertawakan kesakitannya, dia merasakan sakit tapi dia ingin tertawa.

"Apa ada wanita lain selain aku?"
Monolognya lagi, bertanya pada diri sendiri.

"Pergimu terlalu mendadak, aku belum menyiapkan semuanya, aku belum siap dengan kesakitannya."


..
.
.




Malam yang penuh kesakitan hilang diganti dengan pagi yang cerah, dia terbangun, merasakan tubuhnya seakan remuk tak utuh, kondisinya yang sempat membaik kemaren, dia merasakan kalau pagi ini keadaanya malah tak jauh lebih baik.

Suara pintu terbuka, membuat dia menoleh, disana Ibunya tersenyum, membawa nampan berisi makanan dan juga botol putih yang harus selalu dia minum isinya.

IMAGINE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang