1.4

843 191 6
                                    

Dia tengah sibuk dengan gitarnya, tidak memainkan hanya sedang membersihkan gitar yang sudah sangat lama dia simpan, dulu dia sangat suka memainkan gitar, tapi saat menginjak bangku sekolah menengah atas, dia jadi tak ada waktu, masa sekolahnya benar benar dia gunakan sebaik mungkin.

Debu halus yang menempel pada gitarnya sedikit dia tiup membuat dia jadi terbatuk karna menghirupnya.

Kamar dengan corak warna hitam dan coklat menandakan kalau sang pemilik tak terlalu banyak menyukai warna.

Dia Kinal, gadis berusia 18 tahun dengan segudang prestasinya.
Terlahir dari keluarga yang tak harmonis atau biasa disebut broken home, membuat Kinal tak alih menjadi anak yang nakal.

Kedua orang tuanya memang sudah lama berpisah, mereka memutuskan berpisah semenjak Kinal berusia 10 tahun. Kinal sudah cukup memahami untuk gadis seusianya saat itu. Dia tak pernah menyalahkan siapapun tentang perpisahan kedua orang tuanya. Dia tau pasti kedua orang tuanya punya alasan sendiri untuk ini.

Sudah 8 tahun dia berpisah dengan Ibunya, dia memilih tinggal bersama Ayahnya karna Ibunya tak lama berpisah dari Ayahnya sudah menikah lagi.

Dulu, Kinal sangat kecewa dengan Ibunya, bahkan sempat berfikir kalau perpisahan itu terjadi karna Ibunya yang tak lagi mencintai Ayahnya. Tapi semua pikiran itu Kinal buang jauh jauh, saat dia tahu hubungan Ayah dan Ibunya masih terjalin dengan baik walau dengan hidupnya masing-masing.


Gadis berdarah Sunda-Sumatra itu terlihat menggeleng, tersenyum miris, tangannya masih setia membersihkan gitarnya, ntah kenapa rasanya, sore ini dia sangat merindukan suasana keluarga yang utuh dan harmonis. Hembusan nafasnya berhasil keluar bersamaan dengan knop pintu yang diputar oleh Ayahnya.

Ayahnya masuk kedalam kamarnya, ikut duduk disamping Kinal.

Kinal tersenyum untuk menyapa Ayahnya yang sudah memberikan sentuhan lembut pada kepalanya.

"Tumben jam segini udah dirumah? Kemana Nina?" Ucap laki-laki bertubuh gembal dengan rambut kepala tak terlalu lebat.

"Dia lagi marah"

Ayahnya mengerutkan dahinya, Nina itu sahabat baik Kinal sejak kecil, tempat tinggal mereka pun hanya beda beberapa rumah saja.

"Berantem? Kenapa?"

Kinal menggeleng, suara tawanya sedikit terdengar, dia mengingat saat dia mengerjai Nina disekolah tadi, yang membuat Nina jadi mengejarnya.

"Aku hanya sedikit menggodanya, tapi dia malah marah."

"Memang kamu apakan dia?"

"Hanya menaruh kodok mainan ditas nya." Ucap Kinal mengakui ke usilannya.

Ayahnya jadi ikut tertawa melihat Kinal yang tertawa.

"Dia sangat lucu, badan saja besar tapi dia takut dengan kodok yang sekecil itu."

Kinal masih tertawa, dia masih sangat mengingat mimik wajah sahabatnya itu.

"Haha kasian dia, besok disekolah harus minta maaf ya?"

"Iya Pah, siap."

"Yasudah kalau gitu Papah turun kebawah lagi, Papah gak tanggung jawab kalau tiba-tiba Om Teguh telpon gara-gara Nina marah ya."
Sebelum pergi dari kamar Kinal, Ayahnya memberikan sentuhan sayang lagi pada anak semata wayangnya itu, Kinal hanya tersenyum.

Kinal terlahir dengan penuh kasih sayang, walau keluarganya tidak utuh tapi Ayahnya selalu memperhatikan Kinal. Dia tumbuh menjadi gadis cerdas, mudah bergaul dan sopan.

IMAGINE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang