3.3

554 137 16
                                    

Bukan dia sengaja memejam mata agar tidak melihat apa yang nyata.
Tapi dia hanya ingin melihat apapun yang membuatnya bahagia.
Bukan dia sengaja menutup telinga, agar tidak mendengar hal yang sebenarnya, tapi dia hanya ingin mendengar yang membuat hatinya tak terluka.

Semua itu hanya untuk menutupi rasa kecewa yang sedang dia rasakan, dan dalam diam dia selalu berusaha menikmati perasaan bahagia yang dia buat sendiri.

Dia menangis, meringkuk perih, merasakan perasaan yang semakin jatuh, Kinal tak seperti apa yang dia bayangkan, dia terlalu berharap, kalau Kinal bisa seperti apa yang dia mau.

Air matanya kian deras membasahi pipinya, ntah menangisi apa, dia merasakan kecemburuan yang tak masuk di akal. Harusnya dia tak bisa seperti ini, karna dia bukan siapa-siapa Kinal, dia pun seharusnya tak bisa melarang Nina untuk dekat dengan Kinal.

Walau cemburu, tapi dia hanya diam tak mengatakan apapun, Yona memang selalu memendam apapun yang terjadi pada dirinya sendiri.

Serangan sakit pada kepalanya terasa lagi kalau dia terlalu banyak berfikir, dia mulai memegangi kepalanya, rambutnya yang pendek dia tarik guna mengurangi rasa sakitnya, dia hanya bisa merintih menahan segala kesakitannya.

Sampai dia merasakan kalau tubuhnya terasa ringan, dia seakan bebas, tapi bersamaan dengan itu dia masih bisa mendengar suara ibunya yang berteriak, setelah itu semuanya gelap.

"Yona...!!"

Seorang wanita yang tak terlalu tua sontak berteriak saat melihat Yona tergletak di lantai kamarnya, wanita yang tak lain adalah Ibu dari Yona terlihat histeris, dia langsung membawa Yona kedalam pelukaanya, dia menangis meneriaki nama Yona. Tapi Yona hanya diam seolah tak pernah mendengar apa yang Ibunya ucapkan.

"Yona.. bangun, kamu kenapa??"

Lagi-lagi Yona hanya diam, wajah Yona sangat pucat, membuat kekhawatiran semakin menderap pada diri Ibu Yona.

Dia pun segera menelpon suaminya, memberi tahu kalau Yona tak sadarkan diri.





..
.
.







Separuh hatinya seakan dibawa pergi, bersama sirine ambulan putih yang menari dalam lensa matanya.
Pemandangan itu tak kunjung mau berganti, dan matanya jadi enggan terbuka.

Dan sekarang dalam ruangan putih dengan tirai hijau pekat itu, lidahnya terasa kelu, seakan tak bisa berbicara, tubuhnya lemas. Tak mampu keluar suara.

Dia mengerjapkan matanya berkali-kali, meneliti semua apa yang dia lihat, tak ada siapapun disini, kecuali dirinya sendiri. Dia telah jatuh pada rasa. Namun tak bisa disebut cinta,karena dia belum tahu, dia belum bisa melupakan sesuatu yang masih membayanginya sampai sekarang.

Sampai suara pintu terbuka, dengan lemas dia menoleh, seseorang yang baru saja masuk itu berjalan, matanya menatap wajah Yona yang pucat. Dia jadi merasa bersalah, rasanya sakit melihat Yona yang sekarang sedang tak sehat.

"Maafkan aku, Yona."

Yona malah memejamkan matanya, membuka nya secara perlahan, memastikan kalau ini bukan hanya bayangannya, memastikan kalau yang dia lihat adalah Kinal yang nyata.

Tatapan kosongnya dia arahkan pada sosok Kinal yang berdiri disamping bangsalnya, dia masih diam menunggu apa yang ingin Kinal katakan.

"Maafkan Aku, aku sudah membentakmu tadi, tapi aku juga tidak suka melihatmu seperti itu pada Nina."

Suara kursi yang ditarik terdengar sangat keras, karna suasana yang begitu sepi, Kinal duduk, membawa tangan Yona untuk dia genggam.

Kali ini Kinal tak berbicara apapun, dia menuntun tangan Yona menyentuh pipinya.

"Aku sedih jika kamu diam."

Mata Yona hanya mengerjap mendengar apa yang Kinal katakan, mulutnya masih tertutup rapat enggan berbicara, tangannya yang berada di pipi Kinal pun hanya diam seakan kaku tak bisa bergerak.

"Jangan menghukumku dengan cara diammu, Yona."

Perlahan tangan Yona bergerak memberi sentuhan pada pipi Kinal. Gerakan itu langsung membuat Kinal tersenyum tapi air matanya jatuh. Ntah kenapa rasanya sudah begitu dekat dengan Yona, walau baru mengenalnya beberapa hari yang lalu tapi Kinal merasa sangat dekat. Hingga sakit yang Yona rasakan dia bisa merasakannya juga.

"Maafkan aku.." ucap Kinal lagi meminta maaf, dan sekarang bibir pucat Yona tertarik walau hanya sedikit. Mungkin tanda kalau dia memafkan Kinal.

Kinal tak kuasa akan rasa bersalah yang dia rasakan, dia pun memeluk Yona, memberi tahu kalau dia sangat menyesal.

Dia menangis ntah untuk apa, suasana sepi semakin terasa, hanya terdengar suara tangisnya yang mengiris hati merujuk pada kesepian yang mendalam.

Saat Kinal menarik dirinya dari memeluk Yona, pipinya basah karna air mata, dan tangan Yona menghapusnya, mengeringkan pipi Kinal.

"Aku tidak apa-apa." Kata Yona berbicara dengan pelan, dia berkali-kali memberikan senyum tipisnya, meyakinkan Kinal kalau dia baik-baik saja.

"Iya, aku percaya. Tapi aku tetap mengkhawatirkanmu." Kinal kembali memeluk Yona, memeluknya erat memberitahu kalau dia sangat mengkhawatirkannya.

"Maafkan aku Kinal, seharusnya aku-" ucapnya tertahan, dia tak sanggup untuk berbicara lebih banyak.

Kinal yang mengerti langsung menjawabnya. "Aku sudah memafkanmu dan Nina juga sudah memafkanmu. Aku tahu kamu punya alasan."

"Iya, aku mencintaimu dan aku tidak suka saat Nina berada didekatmu."

























































Bersambung.

#TeamVeNalID

Tulisan ini dadakan kek tahu bulet, monmaap kalau ngawur.

IMAGINE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang