1.5

977 174 13
                                    

Hati menuntun ku untuk duduk di kursi biru, menghadap jendela kaca
di kamar lantai dua rumah ku.
Ku buka jendela sedikit saja, lalu kulakukan kegemeranku
Menikmati hujan.

Menatap hujan gerimis turun dari langit,
membentur kaca jendela rumah ku,
membentuk lukisan hujan.
Mendengar suara hujan menumbuk jalanan
beraspal di depan rumah ku.

Gerimis yang panjang menandai pergantian musim,
seolah bertutur selamat tinggal sampai berjumpa kembali
untuk musim panas, dan ucapan selamat datang untuk musim gugur.

Musim terus berganti menurut kehendak hukum alam,
seperti itu pula takdir perjalanan hidup manusia.
Latar panggung kehidupan akan terus berganti,
dengan segala ketidakpastian masa depan yang selalu menyimpan misteri.

Dalam setiap pergantian,
selalu ada setumpuk harapan,
Beriring dengan keraguan, kegelisahan, dan ketakutan-ketakutan.
Argh, bukan kah hidup hanya sekedar menjalani?
Jadi kenapa harus takut?


Tetap saja, hidup pasti akan terus dihantui rasa ketakutan, takut kehilangan, takut tidak bahagia, dan masih banyak ketakutan yang aku rasakan.

Ntah kenapa, kejadian sore itu membuat aku terus mengingatnya, dimana aku dan Diandra memutuskan untuk pulang bersama.


Sepanjang perjalanana menuju rumah Diandra, dia bercerita mengenai seseorang yang dia temui tadi. Lebih tepatnya teman Nina.

Diandra mengingatanya yang dia maksud mempunyai kemiripan dengan lukisan ku itu adalah teman Nina. Aku tidak tau siapa, Nina itu teman satu kelasku, aku tidak cukup akrab dengan dia, Nina lebih akrab dengan Diandra tapi kita selalu terlihat kompak untuk urusan menyamakan tugas.


Nina pribadi yang humble, menyenangkan, ya tidak jauh berbeda dengan Diandra. Hanya Nina terlihat sedikit lebih cantik dibanding Diandra.


Aku jadi penasaran akan sosok seseorang yang dimaksud Diandra, apa benar seseorang itu mempunyai kemiripan dengan seseorang dalam imajinasiku? Kalau benar, bagaimana bisa?


Gerimis sore selalu membuatku tenang, aroma petrichor kini mulai terasa, aromanya yang khas membuat aku mulai memejamkan mataku.



"Kenapa kamu terlihat melamun?"

Sedikit senyumku, ku berikan padanya yang kini sudah duduk disampingku, kali ini rambutnya dia gerai, dia terlihat berbeda sore ini. Aku menolehkan kepalaku menghadapnya, helaian rambut yang terbang akibat angin sore membuat aku harus menyelipkannya disela telingku.

"Siapa yang melamun?" Kataku balik bertanya. "Aku sedang tidak melamun, kamu sok tau."

Dia malah memberikan sentilan di tengah keningku. " Kamu itu tidak bisa berbohong, jelas-jelas kamu sedang melamun tadi."

"Yaya, anggap saja seperti itu. Karna melamun kau jadi hadir kan?"

Dia tertawa, ntah apa yang lucu, rambutku yang kini tercepol rapih dia acak-acak membuatnya berantakan.

Dia menyondongkan wajahnya mendekat kearahku, "Aku hadir bukan karna kamu melamun, tapi karna kamu mau."

Tetesan hujan yang membentur atap rumahku, membuat senyumku terukir menatap wajahnya yang begitu dekat, segala ucapannya selalu bisa menyerap masuk kedalam hati.


"Terimakasih selalu mengingkanku hadir didekatmu, Yona."

Aku bisa merasakan bibir tebalnya yang dingin menyentuh bibir tipisku, hanya menempel saja, namun hangatnya menjalar hingga ke dasar hatiku.




.
.




Suara tetesan hujan yang masih terdengar hingga malam,
Membangun kan tidur malam panjang ku di awal musim dingin ini.
Memecah kesunyian alam di malam yang masih teramat gelap.


Ku tatap nanar lukisan sketsa mu, yang membasahi dinding jendela kaca rumah ku.
Aku selalu damai mendengar suara percikan hujan,
Aku selalu rindu sketsa lukisan mu.

Mulut ku membisu,
Hatiku hanya bicara dengan diri mu.


Suara hujan, mengajak angan ku
Mengenang kebiasaan-kebiasaanku denganmu.
Melihat mu dengan dada yang berdebar, dari balik regangan jari jari yang tertutup karna malu.


Kau menuntun ku untuk merindu
Pada hangatnya pelukaanmu, walau hanya sketsamu yang bisa aku pandangi.



Jika ucapan Diandra benar kau berada didunia yang sama denganku. Aku berharap tuhan akan segera mempertemukan kita dengan hati yang sama.




















Bersambung.


#TeamVeNalID








Ntah kenapa gerimis disore hari selalu saja bisa membuat hatiku bergetar, dengan siluet senja sore yang kian hilang, banyak perasaanya yang tak bisa aku ungkapkan dengan nalar pikiranku sendiri.
-Yona.

-Yona

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
IMAGINE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang