2.1

647 157 27
                                    

Yona masih diam tak percaya apa yang dia lihat sekarang, dia meyakini cinta itu ada, dia tahu ia nyata
Walau tak ada rupa yang mampu dia genggam.

Seseorang dihadapannya tersenyum, seakan menyapanya dengan ramah,dia malah menggeleng, menolak semua apa yang dia lihat, dia tahu ia ada, apakah ini sebuah akhir dari  menanti cinta dalam alur hidupnya?
Dia yang mencarinya di pasang surutnya ombak kehidupan. Setelaah dia kehilangan bayangannya, dia sebenarnya tak pernah berharap apapun, apalagi pada cinta yang pada dasarnya hanya dia rasakan sebagai ilusi semata.

Tapi syaraf dalam otaknya mulai menerima sensor yang jantungnya kirim, dia jadi menaruh harap yang begitu besar, pada cinta. Dia mempercayai cinta dengan sungguh sungguh.
Seperti dalam dongeng,
Ia akan membawa kebahagiaan yang tak terhingga.

"Apa kamu baik-baik saja?"

Jantungnya mulai bergejolak saat suara itu terdengar lagi, bahkan sentuhan dilengannya kini dia rasakan, rasa yang berbeda yang biasanya selalu dia terima dari kekasih dalam imajinasinya.

Ini terasa lebih hangat.

"Apa kamu baik-baik saja, Viviyona Apriani?"

Mendengar seseorang itu memanggil nama dengan jelas, Yona jelas semakin kaget, dia memberanikan diri menatap gadis dihadapannya, dengan mata yang dia bulatkan dia bertanya dengan perasaan yang tak bisa dia jelaskan.

"Kamu tahu namaku dari mana??"

Dengan wajah polosnya, gadis itu menggaruk lehernya, dia jadi merasa tak enak hati karna dengan tidak sopannya membaca nama pada baju Yona.

"Ehm name tagmu."

Yona jadi mengikuti arah pandang gadis dihadapannya, sontak dia mendorong keras gadis dihadapannya, dan langsung menutup bagian dadanya dengan tasnya, karna Yona merasa gadis itu, melihat bagian dadanya.

"Gak sopan!"

Yona berdiri, dia membenarkan tasnya, gadis dihadapannya jadi sedikit gelagapan, dia rasa Yona salah paham.

"Eh.. sory, aku gak maksud-"

"Kinal-Yona"

Dengan perasaan yang marah Yona langsung menoleh, disana Diandra datang dengan Nina, membawa setumpukan buku tugas kimia minggu lalu.

"Ngapain lo bedua disini?" Kata Diandra, pandangannya sedikit tak terarah, karna buku yang tertumpuk hampir menutupi matanya.

"Kok lo masih disini, Nal? Bukannya ditunggu sama kepsek?"
Kali ini giliran Nina yang bersuara, mengintrogasi sahabatnya yang tak lain adalah Kinal.

Memang benar, yang Yona tabrak tadi adalah Kinal, gadis yang selalu Diandra bicarakan mirip dengan lukisan dikamar Yona.

"Iya ini baru mau kesana." Kata Kinal, dia melirik wajah Yona yang masih menampakan raut wajah kesalnya, sebenarnya Kinal ingin meminta maaf tapi sepertinya Yona tak akan menerimanya, mungkin nanti, begitu pikir Kinal.

"Kalau begitu, aku duluan ya." Kinal pun berlalu pergi dari hadapan Yona, Diandra dan juga Nina.

"Kusut amat muka lo, nih bawa, bantuin." Diandra yang melihat Yona terus diam, memberikan sebagian buku tugas yang dia bawa. Dan Yona menerimanya begitu saja.

Mereka jalan bertiga menuju kelas, Yona tak terlalu menyimak apa yang Diandra dan Nina bicarakan, saat langkahnya sudah lumayan jauh, dia menolehkan kepalanya, melihat Kinal yang kini sedang berbincang dengan salah satu guru.

"Gak nyangka gw, lo punya temen pinter Nin, buat masuk olimpiade gitu kan harus genius."

Kali ini Yona ikut menyimak, dia memasang telinganya untuk mendengarkan apa yang sedang Nina dan Diandra bicarakan, dari pembicaraan itu Yona jadi tahu kalau nama gadis yang menurutnya tak sopan itu adalah Kinal, siswi berprestasi yang akan menjadi perwakilan sekolah untuk mengikuti ajang olimpiade.








IMAGINE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang