3.5

531 133 31
                                    

Pergelangan tangannya terus dia pandang, terasa ringan, selang-selang infus yang satu minggu lalu membuat nya tak bisa kemana-mana akhirnya bisa terlepas juga.

Sekarang, saat sore baru saja datang, dia masih duduk, memangku tangannya, menanti Ibunya menyelesaikan segala urusannya, hari ini dia akan pulang setelah menginap seminggu di Rumah Sakit. Rasa rindu sudah menjalar keseluruh tubuhnya menggantikan tiap rasa sakit yang dia rasakan. Matanya berkedip lamban, semuanya berlalu begitu saja, tak ada yang berarti dalam kehidupannya, semuanya masih sama,


membosankan.


Dia baru saja menoleh, menatap datar saat seseorang yang selalu mengkhawatirkannya datang, masih mengenakan seragam sekolahnya lengkap dengan tas yang dia gendong,

Diandra.

Dia datang hari ini untuk menjemputnya pulang, bukan hanya hari ini, bahkan tiap hari nya Diandra datang, menemaninya, walau Diandra tahu kehadirannya tak membantu banyak mengurangi apa yang dia rasakan.

Diandra dengan senyum tipisnya dia mendekat, berdiri disampingnya yang masih duduk, pandangannya menembus kaca, mengamati tiap hal yang dia temui diluar. Satu tarikan nafas terasa begitu berat, terdengar keluar dari mulut Diandra.

"Bagaimana sekarang?"

Dia hanya bergerak sedikit, kembali diam tanpa ingin merespon yang Diandra katakan. Mata Diandra langsung terpejam, dia meredam semua rasa sakit nya, Diandra jelas khawatir, bukan hanya dia yang sakit, tapi Diandra lebih sakit melihatnya seperti ini. Semua hal sudah Diandra lakukan hanya untuk sekedar membuatnya berbicara, membuatnya jauh lebih ceria, menjadiakn temannya seperti dulu, walau tak mendapatkan hasil yang berarti semuanya tetap dia lakukan tanpa rasa lelah.

Diandra hanya ingin teman baiknya sembuh.

Diandra menarik kursi roda yang sedari tadi dia duduki, memutarnya agar wajahnya yang pucat, bisa dia lihat.

Diandra menyamakan tubuhnya dengan kursi roda itu, rambutnya yang terkuncir berantakan, membuat Diandra merapihkan nya, menyelipkan anak rambut itu disela-sela daun telinga.

Sentuhan Diandra seakan tak terasa olehnya, dia hanya memandang kosong Diandra yang berada dihadapanya, membuat mata Diandra memanas, dia tak kuasa menahan rasa sakitnya, melihat seseorang yang begitu dekat dengannya harus seperti ini.

"Yon...gw kangen lo. Kenapa harus begini?" Ucap Diandra begitu lemas, dia menangis dihadapannya, dia yang sekarang masih bernafas tapi seperti mati.

"Plis, kembali jadi Yona yang gw kenal dulu, bukan begini." Lagi Diandra berbicara, ntah yang diajak bicara mengerti atau tidak, dia hanya sedang meluapkan rasa sedih dalam hatinya.

Tangisnya seolah tak berarti, Diandra menghapus air mata itu dengan kasar. "Sory gw cuman kebawa suasana." Jelas Diandra, seolah menguatkan dirinya sendiri. Dan tak mau terlihat lemah.

Hanya kedipan mata yang dia lakukan untuk menjawab semua yang Diandra lakukan. Dengan tatapan kosongnya, tiba-tiba dia berbicara, ucapannya membuat Diandra semakin mengkhawatirkannya.

"Apa terlalu berlebihan, kalau gw cuman butuh Kinal sekarang?"











..
.
.





Ruangan yang sangat dia rindukan akhirnya bisa di rasakan lagi, tak ada hal yang lebih nyaman selain mengistirahatkan diri di kasur yang empuk. Ya, dia baru saja tiba di kamarnya, kini waktu sudah hampir malam, dia sudah menidurkan tubuhnya di atas kasur, masih ada Diandra disebelahnya yang akan memginap dirumahnya malam ini.

Mereka berdua memandang langit-langit kamar yang kosong, tak ada suara dari salah satunya, sampai pada akkhirnya dia berbicara, membuat Diandra bingung untuk menjawabnya.

"Kenapa Kinal gak dateng hari ini? Apa dia sibuk?" Katanya menoleh pada Diandra yang kini tetap memandang langit-langit kamar, dia hanya tak ingin melihat wajah kecewa Yona.

"Mungkin. Gw gak tau."

Diandra sebenarnya selalu ingin mengalihkan pembicaraan tentang Kinal. Tapi semuanya terlanjut terkuak pada permukaan obrolan mereka malam ini, mau tak mau Diandra harus menjawab di tiap apa yang dia tanyakan.

"Kenapa gak cari tahu?"

Kali ini Diandra menoleh, dan benar saja wajahnya begitu menyiratkan rasa kecewa, menyimpan seribu harapan yang dia tumpukan padanya

"Ya, besok gw cari tahu. Mending sekarang lo tidur." Itu hanya kata-kata menenangkan dalam jangka waktu pendek, Diandra tak ingin membahasnya terlalu jauh, karna dia akan kualahan mencari jawabannya.

Diandra pikir Yona akan langsung tenang saat dia mengatakan kalau esok akan mencari tahu tentang Kinal, kini wajah Yona malah menyiratkan keraguan atas apa yang Diandra katakan.

"Kenapa?"

Yona menggeleng, dia menarik selimutnya, bersiap untuk memejamkan mata.

Melihat Yona yang masih terus saja terlihat gundah, Dindra berusaha menyakinkan Yona lagi. "Gw usahain besok cari Kinal dan bawa dia kesini buat lo."

Wajahnya sontak sedikit cerah seperti mendapat harapan dari apa yang Diandra katakan. "Janji?"

"Heem, sekarang lo tidur."

Saat matanya mulai tertidur. Diandra mulai mengatur nafasnya, memikirkan bagaimana dia esok, menjawab semua pertanyaan yang akan Yona tanyakan.

Lagi-lagi air mata Diandra turun, karna ini dia harus terus berbohong, mengikuti semua cerita nya yang tak pernah ada. Membuat dia terus hanyut dalam sebuah bayangan yang tak pernah nyata.

"Gimana caranya gw cari Kinal, Yona. Dia gak ada dan gak akan pernah ada."
































Bersambung.

#TeamVenalID

One more part end, see you next week. Thx

IMAGINE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang