Sebenarnya dia tidak bersalah, Yona hanya salah paham, dia mana mungkin bersikap seperti itu, tapi tetap saja, di merasa bersalah. Perasaan itu terus menderanya. Menghantuinya sampai malam menjelang. Merasuk secara paksa ke dalam pikirannya.
Perasaan itu begitu kuat, menggoncang pondasi keyakinannya. Tak ayal dia pun selalu merasa kalau dirinya salah. Kabut kebimbangan mulai menyelimutinya. Perasaan bersalah menghalangi kesenangannya.
Goresan pada buku tugasnya pun harus terhenti karna dia yang jadi tak tenang, Kinal adalah orang yang akan terus menyalahkan dirinya sendiri, ketika ada seseorang yang merasa tak suka akan perlakuannya. Kinal yang sopan dan tak pernah neko-neko memang sudah di didik dari kecil untuk menghargai siapapun itu, walau dia tak salah, apa salahnya jika meminta maaf untuk memperbaiki semuanya.
Dia memang tak mengenal Yona, tapi Yona bukan lah orang lain, karna Yona adalah teman Nina dan Nina adalah temannya. Baginya teman Nina adalah temannya juga, apalagi Yona juga satu sekolah dengannya, bagaimana bisa dia membiarkan Yona terus berfikir yang tidak-tidak tentangnya, dia tak akan membiarkan itu semua terjadi.
Bibirnya yang mengatup sedikit menghembuskan nafasnya, dia memejamkan mata, memikirkan bagaimana caranya meminta maaf pada Yona. Memberi tahu Yona kalau itu hanya salah paham.
Sebenarnya dia ingin meminta bantuan pada Nina, karna dia yakin walau Nina tak akrab dengan Yona, setidaknya Nina satu kelas dengan Yona, Nina pasti tahu, bagaimana Yona dan seperti apa Yona.
Tapi semua itu dia urungkan, saat dia mengingat kalau Nina bukanlah teman yang baik, ah.. ya Nina pasti akan mengolok-olok dirinya karna dituduh melihat dada Yona? Dia rasa meminta bantuan pada Nina bukan pilihan yang tepat.
Lagi-lagi nafasnya lolos begitu saja dari bibir tebalnya. Dia menutup buku tugasnya yang sudah selesai dia kerjakan. Waktu sudah cukup malam, hampir jam sebelas malam, dan untuk pertama kalinya dia tidur selarut ini hanya karna satu hal,
Yona.
Tadi malam bulan muncul setengah buram, bahkan bintang pun enggan menampakan dirinya, hingga pagi menjelang, matahari yang dinanti pun tak kian hadir, sinarnya hanya segaris senyum yang masam.
Dia rasa, hatinya semakin gundah, pagi ini terasa tak bersemangat, motor yang tak bisa menyala karna habis bensin pun menambah kekesalannya dipagi ini, kenapa dia harus setledor ini, menyusahkan dirinya sendiri.
Sejaka kapan dia jadi lupa untuk mengisi bensin motornya?
Ya, sejak Yona salah paham akan dirinya.
Mau tak mau, pagi ini dia harus rela mendorong motornya seorang diri, karna Nina yang enggan berangkat bersamanya sepagi ini, ini memang kesialannya, dia harus sampai sekolah lebih cepat dibanding biasanya, olimpiade benar-benar menambah keresahannya.
Beruntunglah pagi yang mendung membuat lelahnya sedikit berkurang.
Jarum arloji dipergelangan tangannya terus berputar, dia berbicara pada dirinya sendiri, berapa lama lagi dia harus mendorong motornya? sedangkan jarak ke sekolah masih sangat jauh, tidak muluk-muluk keinginannya, untuk sekarang dia hanya membutuhkan bensin untuk membuatnya sampai kesekolah.
Ternyata mendorong motor dalam keadaan mati itu melelahkan, dia jadi menghentikan dirinya sendiri, dia terlihat frutasi, mengacak rambutnya, rambutnya yang dia biarkan tergerai jadi terlihat kusut.
Dan kini harapan itu datang, saat sebuah mobil berhenti disamping motornya yang mati, dia berharap siapapun itu, bisa membantunya.
Saat jendela mobil diturunkan dia sedikit terkejut saat mendapati siapa yang berada didalamnya.
"Woi, kenapa motor lo, Nal?"
Yang baru saja berbicara, bukan seseorang yang membuatnya terkejut, tapi itu seseorang lain,
Ya, Diandra.
Kinal tersenyum ramah akan pertanyaan Diandra, dia menggaruk lehernya, ini memang terlihat bodoh.
"Kehabisan Bensin." Kata Kinal menimpali ucapan Diandra.
Sudah pasti manusia seperti Diandra akan bahagia diatas penderitaan orang lain, Diandra tertawa.
"Kok bego sih. Gimana ceritanya bensin abis lo gak tau?"
Kinal lagi-lagi hanya tersenyum kaku, dia menggidikan bahunya sendiri, karna dia juga tidak tahu kenapa dia bisa seceroboh ini.
Seseorang yang membuat Kinal terkejut itu Yona, ya, Diandra tak mungkin pergi kesekolah tanpa Yona.
Yona terlihat tenang, dia sibuk dengan handphonenya, seakan tak tertarik dengan apa yang sedang terjadi, Yona duduk dikursi kemudi, walau terhalang Diandra, Kinal masih bisa melihat wajah Yona yang judes, menurutnya.
"Yaudah ikut gw aja, motor lo biar nanti gw suruh orang rumah angkut."
Kinal tak langsung mengatakan iya, mimik wajah Yona yang seakan tak menyetujui ucapan Diandra membuatnya jadi ragu. Tapi dia tak bisa membuat pilihan lain selain menerima tawaran Diandra.
.
.
.Dia bernafas lega, melihat jam yang masih menunjukan pukul tujuh kurang lima belas menit, sebelum dia mengucapkan terimakasih pada Diandra, Diandra malah terlihat terburu-buru keluar dari mobil.
"Eh, gw duluan ya, Yon, tugas gw kumpulin ya. Gw masuk di jam ketiga."
Yona hanya bergumam tak jelas, di luar gerbang, terlihat laki-laki berseragam berbeda, menyambut Diandra dengan senyum bahagia, ini bukan pertama kalinya Diandra membolos sekolah hanya untuk bermain dengan kekasihnya.
Sekarang setelah di tinggal Diandra, tersisa lah Yona dan Kinal, mereka sama-sama diam, harusnya Kinal, bisa saja langsung mengucapkan kata terimakasih dan turun dari mobil Diandra, tapi ntah apa yang membuatnya jadi diam dan enggan turun.
Karna bingung, Kinal mengulurkan tangannya, pikirnya berkenalan mungkin menjadi awal yang baik untuk sebuah pertemanan.
"Euu.. aku Kinal."Yona melihat raut wajah Kinal dari kaca didepannya, dia sama sekali tak menoleh apalagi memyambut uluran tangan Kinal. Tanpa Kinal tahu, Yona memejamkan matanya, dia berkali-kali seakan menyadarkan dirinya sendiri, kalau ini nyata bukan mimpi.
Imajinasinya jadi nyata, Kinal benar-benar mirip dengan seseorang yang ada dalam imajinasinya.
Karna tak mendapat respon dari Yona, Kinal tersenyum pasrah dia menurunkan tangannya secara perlahan. Dia harus menelan rasa kecewanya, karna Yona mungkin masih kesal terhadapnya.
Kinal memutuskan untuk keluar dari mobil, mengucapkan kata terimakasih pada Yona.
"Hm kalau begitu-" ucapan Kinal jadi terhenti saat Yona bersuara.
"Yona." Kata Yona dengan suara dinginnnya, tanpa melihat Kinal, pandangannya terus kedepan seakan memperhatikan gerak gerik orang-orang diluar sana.
Walau hanya begitu Kinal jadi tersenyum tipis, setidaknya Yona mau berbicara dengannya.
"Ya, Yona aku turun dulu, terimakasih untuk tumpangannya, dan sampaikan terimakasih juga untuk Diandra."
Bersambung.
#TeamVeNalID
KAMU SEDANG MEMBACA
IMAGINE [END]
FantasyBayangkan jika hidup bisa seperti apa yang kita bayangkan. Cover by Widya Syarif.