• juu

1.9K 279 22
                                    

Yuki tersentak dari tidurnya dengan nafas terengah-engah dan keringat bercucuran di pelipisnya. Mimpi itu, batin Yuki, mimpinya datang lagi. Gadis itu menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskanya, berusaha menetralkan detak jantungnya yang kini berdetak sangat kencang.

"Aku tidak bisa begini terus." gumam Yuki dengan ekspresi limbung dan perlahan turun dari atas kasur. Ia kemudian berjalan keluar kamar dan turun ke bawah, mendapati ibunya yang sedang asik menonton sambil minum coklat panas.

"Yukiko? Ada masalah apa?" tanya Akiko Ito sambil tersenyum hangat kearah putrinya.

Yuki tersenyum hambar. "Mimpinya datang lagi, okaasan."

Akiko mengisyaratkan Yuki untuk duduk di sebelahnya dan putri tunggalnya itu menurut. "Mimpinya bagaimana Yuki? Yuki masih tidak mau cerita sama okaasan?" Akiko mengusap kepala Yuki pelan, mencoba menenangkanya.

"Ini tentang Zayn, okaasan." balas Yuki pada akhirnya dengan nada putus asa. "Takdirnya buruk dan aku merasa bertanggung jawab akan hal itu. Okaasan mengerti tidak?"

Akiko tersenyum maklum. "Tidak semua orang memiliki takdir yang menyenangkan, Yuki-chan. Kita beruntung bisa memilih jalan kita. Maka dari itu kita harus membantu yang lain, bukan begitu?" ucap Akiko lembut pada anak gadisnya yang kini bersandar di dadanya sambil memeluk bantal.

Pandangan Yuki kosong saat ia perlahan buka suara. "Zayn hanya punya dua pilihan, okaasan. Pada akhirnya Zayn akan selalu meninggalkanku tak perduli pilihan mana yang ia pilih. Kami gak punya kesempatan, okaasan." Yuki terdiam sejenak. "Ralat, mungkin kami punya. Tapi kalau aku mengambil kesempatan itu sesuatu yang benar-benar buruk akan terjadi pada Zayn." sambungnya lirih.

Jemari Akiko yang mengusap kepala Yuki perlahan berhenti bergerak. Ia sadar seberapa besar tekanan yang di hadapi anak gadisnya. Akiko selalu menanamkan pada Yuki agar tidak egois karena mereka punya tugas sendiri di dunia. Tuhan memberikan mereka kemampuan bukan hanya harus di gunakan pada diri sendiri namun juga pada orang lain.

Tapi Akiko sadar terkadang untuk bahagia, manusia perlu rasa egois. Dan rasa egois merupakan hal paling fatal bagi orang seperti mereka. Akiko kemudian menarik nafas berat, "Hal sangat buruk seperti apa, Yuki?"

"Zayn akan mati." bisik gadis itu serak bersamaan dengan tangisnya yang pecah begitu saja.

*

"Buat apa sih kita tinggal sampai sore di sini? Memangnya kamu mau membicarakan soal apa, Yuki chan?" tanya Zayn sambil mengernyit heran. Keningnya berkerut samar, namun itupun tak mengurangi pesona yang dipancarkan pria itu.

Mereka sedang berada di taman belakang sekolah. Yuki memilih waktu agak sore agar tak ada orang lain yang dapat mendengar maupun melihat kalau-kalau mereka bertengkar. Hanya antisipasi.

Yuki menelan ludah gugup. Setelah semua yang terjadi kemarin, Zayn masih bisa menatap Yuki seperti ini, masih menganggapnya orang yang penting untuknya. Tapi apa yang akan Zayn lakukan setelah Yuki melakukan hal ini?

Zayn sudah menjadi orang yang paling penting untuk Yuki selama dua tahun terakhir. Dan gadis itu benar-benar tidak mau semuanya berakhir mengenaskan seperti yang akan terjadi. Tapi Yuki tau ini satu-satunya jalan.

Saat di pantai kemarin, Yuki ingat ia berkata bahwa ia butuh waktu. Dan Zayn tersenyum manis sekali saat pria itu berkata ia akan menunggu, selama apapun. Namun Yuki tau, sebaiknya Zayn berhenti menunggu karena semuanya akan sia sia saja.

Perlahan Yuki merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah kalung berbandul bintang yang diberikan Zayn di pantai kemarin. Ia tersenyum pahit dan meletakkanya di telapak tangan Zayn yang terbuka.

the oracle ★彡 z.mTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang