Salah Paham

12.9K 311 4
                                    

HAI!!! PERLU SAYA TEKANKAN YA, INI BUKAN KARYA SAYA , TETAPI MILIK NYA MBAK CHERRY, SAYA COPAS DI FANFICTION, TIDAK ADA NIAT APAPUN SELAIN HANYA INGIN SHARING CERITA YANG AMAZING AJA!!! 💓
The link: https://m.fanfiction.net/s/12448346/1/
.
.
.

Cuaca hari ini sangat mendukung mereka. Cerah, penuh dengan angin sejuk serta tanaman-tanaman disini terlihat sangat indah dengan berbagai macam tumbuhan-tumbuhan bunga.
Disela-sela pohon bunga yang ukuran tingginya sebatas pinggang, perempuan itu menjinjing bawahan gaun putih yang membalut tubuh rampingnya.
Sementara, si pria yang mengenakan tuxedo putih dengan dasi kupu-kupu berlari kecil mengikuti tarikan dari pasangan.
"Tetap seperti itu." Seorang photographer
menghentikan mereka pada pose bergandeng tangan.
Bibir ranum itu menyunggingkan seulas senyum bahagia, terlukis di wajah cantiknya yang berseri-seri.
CEKRIK!
Satu tangkapan kamera berhasil, kemudian kepala merah muda itu menoleh ke arah belakang untuk bertukar gaya. Sangat berlawanan dengan arah angin, sehingga menerbangkan setiap helai-helai lembut rambut bak permen kapas itu.
Melihat mata indah sang mempelai, hal itu membuat Sasuke Uchiha tersenyum bahagia. Saat itu juga ia berpikir mengenai Sakura, bahwa dirinya lelaki paling beruntung di dunia karena mendapatkan seorang bidadari secantik Sakura Haruno.
Mereka sepasang kekasih yang akan menikah dalam waktu beberapa hari. Tanpa tunangan, bahkan tanpa menyebar undangan, satu minggu lagi hari istimewa itu tiba.
CEKRIK!
Jepretan terakhir setelah ratusan picture diambil, kemudian sang photographer aenyudahi pekerjaan.
Sungguh, Kakashi merasa sangat lelah. Berjam-jam mereka berada di taman bunga ini dalam pengambilan foto prewedding untuk pasangan muda yang akan segera menikah.
"Ini sudah cukup." Kakashi menghampiri pohon bunga sakura yang tumbuh tinggi di taman, lalu ia duduk disana untuk berteduh. Cuaca panas hari ini membuat peluhnya membanjiri tubuh.
"Hah, ini melelahkan." Guy ikut duduk disebelah Kakashi. "..kau tahu, tak mudah mendapatkan hasil foto yang indah." Ia mengeluh- ingat kesulitan mereka saat pengambilan foto.
Perlu pengorbanan besar dibalik pendapatan hasil foto yang indah. Bukan pekerjaan mudah menjadi seorang photographer , mereka yang mengalaminya tahu sendiri.
Dengan rakusnya Kakashi meneguk minuman dalam botol, lantas ia sisakan setengah. "Coba kita lihat hasilnya." Tak cukup sampai disini, tugas lainnya masih menanti mereka.
"Lee, tolong ambilkan laptop." Guy menyerukan seorang pemuda yang merupakan asistennya.
"Baik, Boss." Rock Lee menyahut dengan penuh semangat.
Disisi lain, setelah menyelesaikan foto
prewedding Sasuke langsung membawa Sakura ke tepi danau. Mengajaknya untuk berduaan dari kejauhan agar tidak ada yang mengganggu.
"Apa kau bahagia?"
Pandangan Sakura lurus ke depan- menatap bentangan air danau, namun dapat Sasuke lihat bahwa bibir mungil itu lagi-lagi mengulas segaris senyum. Ia sudah tahu jawaban yang akan dilontarkan.
"...lebih dari bahagia."
Sasuke menautkan jemari mereka lalu ia genggam dengan erat. "Aku sangat mencintaimu." Ia tersenyum tipis, cara seorang pria dingin bersikap hangat kepada pasangan.
Sakura membawa tubuh untuk berhadapan dengan Sasuke. "Kau harus berjanji." Ia meraih sebelah tangan sang kekasih yang tersisa. "..selalu cintai aku apapun yang terjadi." Kedua tangan mereka saling menggenggam satu sama lain.
Tawa kecil lolos dari belah bibir Sasuke. "Apa itu artinya kau tidak percaya kepadaku...?"
Wanita itu menggembungkan pipi kesal. "..sesulit itu 'kah bagimu untuk memenuhi permintaanku?" Ia berhasil menyudutkan Sasuke.
"Mana bisa aku berhenti mencintaimu, Sakura." Akhirnya kalimat yang diharapkan terlontar.
Jari kelingking tersodor di depan wajah Sasuke. "Janji?"
Sempat terdiam bersama rasa heran, lantas Sasuke mengaitkan kelingking miliknya dengan milik Sakura. "Aku janji."
Bagi Sakura ini masih belum cukup. "Selalu percaya kepadaku." Ia ingin kepastian agar tidak kecewa kelak.
"Aku berjanji akan selalu mencintaimu, dan percaya sepenuh hati kepadamu."
"Aku tak kan terima kalau kau mengingkari janji kita."
Keadaan ini sedikit mengusik kenyamanan Sasuke. "Sebagai manusia tentu saja aku tak pernah luput dari kesalahan." Ia ingin Sakura mengerti.
"Aku tahu, tapi kalau untuk dirimu aku selalu melakukan yang terbaik. Kau juga harus melakukan sebaliknya." Sasuke tahu itu. Sakura telah banyak berkorban untuk dirinya, termasuk saat berusaha meyakinkan kedua orang tuanya untuk mendapatkan restu atas hubungan mereka.
Tak mudah bagi mereka untuk sampai ke jenjang pernikahan. Awalnya tentangan dari kedua orang tua, dipaksa berpisah lalu Sasuke di jodohkan.
Sakura Haruno terlalu jauh untuk seorang sesempurna Sasuke mulai dari fisik hingga riwayat hidup. Posisi mereka terlalu jauh, terutama soal kekuasaan.
Walaupun sudah direstui tapi bukan berarti semuanya langsung berubah. Keberadaan Sakura tak terlalu dianggap oleh keluarga besar Uchiha, butuh perjuangan lagi untuk menempati posisi yang seharusnya.
Untuk itu Sakura membuat perjanjian. Bila terjadi sesuatu hasutan sana sini akan merusak kepercayaan Sasuke, oleh sebab itulah ia menginginkan Sasuke berpihak pada dirinya mulai dari sekarang sebelum memulai kehidupan baru bersama.
"Kau bisa lakukan apa saja sebagai hukuman bila aku ingkar janji."
Sakura tersenyum kemudian memeluk tubuh tegap Sasuke. Menyandarkan sisi wajah di dada sang kekasih. "..terimakasih."
"Tidak akan ada yang bisa memisahkan kita." Sasuke membelai rambut lembut gulali itu. "Kau dan aku di takdirkan untuk bersama selamanya." Senyum tipis di bibirnya mengambang sedikit lebih lebar dari sebelumnya.
Sembari melingkarkan tangan disekeliling pinggang, Sakura menadahkan kepala untuk menatap wajah tampan Sasuke. "Maafkan diriku yang penuh dengan kekurangan ini."
Sakura sadar derajatnya dengan Sasuke sangat jauh berbeda, alasan Fugaku Uchiha menentang keras hubungan yang mereka jalani, namun cintanya kepada Sasuke bukan berdasarkan harta.
Cinta yang Sakura miliki sangatlah tulus, yang membuat Sasuke benar-benar luluh kepadanya. Biarpun luluh, bukan berarti Sasuke menentang kehendak orang tua, hanya berkat perjuangan Sakura kini mereka dapat bersatu.
Sasuke terlalu lemah apa bila berurusan dengan sang Ayahanda, dan itu sangat menyulitkan Sakura untuk berjuang demi memenangkan cinta mereka.
Tapi inilah dia. Perjuangan Sakura tidak sia-sia, juga berkat bantuan Sasuke dalam meyakinkan sang Ayah hingga akhirnya mereka mendapatkan restu.
Perlu waktu yang lama untuk mencapai puncak kebahagiaan bersama orang yang dicintai.
Sasuke tengah menangkup pipi Sakura. "..bagiku kau sudah lebih dari sempurna." Ia mengatakan sesuai kebenaran. Selain cantik Sakura juga memiliki hati yang bersih, baik dan penyayang.
Seangkuh apapun seorang pria pasti tetap luluh bila dalam hidupnya dihadirkan oleh wanita seperti Sakura. Dalam seribu hanya ada dua atau tiga saja wanita yang sesempurna Sakura.
"Terimakasih karena kau telah hadir dalam hidupku, dan mencintaiku setulus hatimu." Sasuke menyandarkan kening di dahi lebar Sakura. "..aku mencintaimu."
Sekian lama menutup pintu hati, pada akhirnya Sakura yang berhasil menemukan kunci untuk membuka hati Sasuke.
Seorang Sasuke Uchiha mampu diluluhkan oleh cinta dari seorang gadis sederhana. Seperti suatu fenomena, namun inilah kenyataannya.
x X x
"Huft.." Terdengar helaan nafas. Bagi Sakura ini hari yang melelahkan, dan sekarang ia ingin segera tiba di apartement untuk mengistirahatkan tubuh.
Meninggalkan tempat sewa sejak pagi-pagi sekali, lalu pulang setelah matahari merangkak diatas kepala. Tentu saja melelahkan.
Ting.
Pintu lift terbuka, segera Sakura keluar bersama kerumunan orang-orang di dalam. Ketika menyusuri koridor, sesuatu yang menjanggal menahan langkahnya.
Wanita itu berhenti.
"Dia..."
Seseorang dengan busana formal tampak sedang berjalan ke arah dimana saat ini Sakura berdiri. Goresan seperti kumis Rubah yang ada di kedua pipi lelaki pirang itu mengingatkannya kepada seseorang dimasa lalu.
Lucunya, sembari berdiri bak patung, Sakura tengah berpikir keras untuk mengingat lelaki itu. Dahinya berkerut tebal demi mendapatkan ingatan lama.
Sementara itu, saat melalui Sakura hanya ada lirikan singkat dari shappire tajam tersebut. Naruto juga seperti mengenalnya, namun ia tak ambil pusing untuk memikirkannya.
Kelak akan tahu dengan sendirinya.
Tepat setelah berlalunya Naruto, tiba-tiba Sakura tersentak. Ingatan lama itu dapat ia raih kembali.
Sakura mengenal pria itu. Dia mantan mahasiswi di University Konoha yang menetap di kelas sebelah, seseorang yang sangat pendiam dan tertutup.
"Oh.." Wanita itu menggangguk-angguk. "..jadi sekarang dia menyewa apartement disini juga." Ia bahkan masih mengingat nama lelaki itu.
Naruto Namikaze.
Sakura melanjutkan langkahnya yang tertunda. "Orang baru disini." Gumamnya, terus memikirkan Naruto hingga sosok kurusnya menghilang dibalik pintu kamar nomor 204.
Wajah rupawan itu terpasang datar, cara si empu menyembunyikan perasaan. Ia tak tahu lagi bagaimana caranya berekspresi setelah yang dilalui selama ini.
Menurut Naruto, kehidupan di dunia ini sangatlah kejam.
BLAM!
Pintu mobil hitam tersebut di tutup dengan kasar. Saat berada di dalam Naruto langsung menghempas punggung lebar miliknya pada jok mobil. Melampiaskan kekesalan.
Sebelum terdengar suara mesin mobil menyala, Naruto tampak melamun di dalam sana. Menatap area parkir dengan pandangan kosong, seolah tak memiliki semangat untuk hidup.
Kalau tak memikirkan dosa besar, Naruto tak kan segan menghakhiri hidupnya yang terlampau memuakan ini. Sayang sekali ia takut akan berdosa besar kepada Tuhan apabila membunuh diri sendiri.
Naruto membenturkan dahi pada kemudi. Bersandar disana sembari memejamkan mata guna menenangkan diri.
"Apa yang bisa aku lakukan...?"
Entah untuk siapa pertanyaan itu dilontarkan.
Paling tidak kepada diri sendiri mengingat tidak ada siapa-siapa di dalam mobil. Hanya Naruto seorang.
"Terlalu kejam."
Naruto terus meracau. Bertahun-tahun hidup tak pernah sekalipun ia merasakan kebahagiaan, entah itu datangnya dari luar atau bahkan dari dalam.
Hanya ada kesendirian, kegelapan dan ketegangan.
Sebagai manusia yang membutuhkan cinta dan kasih sayang, tentu saja Naruto ingin menjalani kehidupan normal seperti mereka-mereka yang ada di luar sana.
Kekayaan yang dimiliki oleh Naruto tak berarti apa-apa bila dibandingkan dengan kebahagiaan. Ia mendapatkan semua harta-harta ini karena kerja keras sendiri, sebab hanya dengan bekerja isi kepalanya dapat melupakan hal-hal buruk yang setiap hari terjadi dalam hidupnya.
Tampaknya tidak mudah menemukan kebahagiaan abadi.
Mata Naruto terpejam sesaat. Ia menghela nafas kemudian menyalakan mesin mobil. Bila keadaannya seperti saat ini, hanya satu tujuannya sekarang.
Mencari tempat untuk bersenang-senang bersama teman, biarpun hanya kesenangan sementara paling tidak cukup menghibur diri. Inilah kebiasaan seorang Naruto Namikaze.
Selalu membutuhkan alkohol sementara dirinya tidak terbiasa dengan minuman membukan itu.
x X x
Hanya akan membuat lelah bila terus memikirkan masalah yang tak berujung. Naruto muak dengan semuanya, hingga ia putuskan untuk menikmati hidup dengan cara sendiri.
Kerasnya dentuman house musik tak membuat gendang telinga sakit atau kepala pusing, justru sebaliknya. Mereka yang ada disini terus menagih musik lalu menari-nari tanpa lelah.
Dalam surga dunia ini Naruto hanya menikmati beberapa gelas anggur. Enggan bergabung dalam kerumunan orang-orang, sebab itu sama sekali bukan gaya hidupnya.
Tukk.
Gelas kosong itu tersodor dihadapan seorang Bartender. "Berikan aku anggur lagi." Naruto menundukan kepala. Ia memijit pelipis untuk mengurangi rasa pusing di kepala.
"Kau sudah terlalu banyak minum."
Teguran dingin mengusik pendengaran Naruto. "Ayolah, berikan aku anggur lagi." Terlalu malas mendengarkan ceramah.
Gaara menghela nafas, lantas dengan terpaksa ia menuangkan anggur hitam ke dalam gelas kosong milik Naruto. Kalau bukan karena Boss ia tak kan segan mengusir Naruto pulang ke rumah.
"Masalah lagi.." Tanpa bertanya, Gaara cukup tahu mengenai kisah hidup Naruto. Mereka teman lama sejak Sekolah.
Naruto menilik wajah Gaara. "Selalu bermasalah." Ia tertawa kecil.
Bibir Gaara terkatup rapat. Sungguh naas, sejak masih remaja hidup Naruto tak pernah mujur. Masalah demi masalah dalam keluarga telah menjadikan dia sebagai sosok yang pendiam.
Duk!
Dahi Naruto membentur permukaan meja. Kepalanya terkulai lemah tanpa kekuatan.
"Naruto!" Gaara menyadarkan sang teman melalui panggilan.
Tangan kokoh itu terangkat diudara, menandakan bahwa dirinya baik-baik saja. "..aku baik-baik saja, hanya sedikit pusing."
Segera Gaara meninggalian tempat duduknya, lantas berdiri disamping Naruto. "Bangunlah, aku akan mengantarmu pulang." Ia pikir ini sudah waktunya untuk pulang.
Sebagai teman baik, tentu saja Gaara peduli kepada Naruto, terlebih ketika mengingat masa sulit yang mereka lalui bersama selama ini.
Naruto orang yang sangat baik, ia juga tidak pelit dalam berbagi. Gaara mengenalnya lebih dari seorang teman, dan itu mengatakan bahwa hubungan mereka lebih dari seorang sahabat.
Seperti saudara angkat.
Bersusah payah Naruto menyingkir dari tempat duduknya, berkat bantuan Gaara ia berhasil melepaskan diri. Pemilik rambut seperti warna bata itu merangkul lalu mengajaknya keluar.
Mereka meninggalkan Bar.
Disini Gaara tak hanya menjadi saudara, sebagai penyelamat hidup ia dengan suka rela mengabdikan diri kepada Naruto. Menjadi, teman, sahabat, keluarga- bahkan bawahan.
Apa yang Gaara lalukan tak sebanding dengan pertolongan dari Naruto. Ia mendapatkan kehidupan layak berkat Naruto yang memberinya jabatan tertinggi di perusahaan.
NN corp adalah buah dari hasil kerja keras Naruto selama ini, bersama Gaara mereka merintis usaha kecil-kecilan dengan penuh kesabaran.
Dari satu menjadi seribu, itulah kesuksesan yang berhasil Naruto raih. Setidaknya masalah yang tak pernah ada habisnya telah memberi keuntungan besar kepada Naruto.
Cepat-cepat Naruto membekap mulut. Saat gejolak dalam perut memaksa naik, dengan segera ia mendorong Gaara lalu berlari ke tepian jalan.
Melihat keadaan Naruto membuat Gaara menghembuskan nafas pasrah. "Suatu saat kebahagiaan itu akan datang kepadamu dengan sendirinya." Ia selalu mengharapkan yang terbaik untuk Naruto.
"Sial! Perutku mual."
Direktur muda itu mengumpati keadaan dirinya. Ia tak begitu mabuk, namun efek dari minuman tadi terlalu kuat sehingga membuatnya sempoyongan. Dunia seakan berputar.
Telapak lebar milik Gaara mengelus-elus punggung Naruto. Inilah yang ia hindari ketika Naruto menagih minuman, dia akan muntah-muntah sebab tak terbiasa dengan minuman keras.
Naruto pendatang baru. Masih terlalu awam untuk membiasakan diri dengan alkohol, namun kekerasan kepalanya mampu mengalahkan kepedulian terhadap ketahanan tubuh.
Kembali Gaara merangkul Naruto. "Ayo kita pulang." Ia memasukan sang teman ke dalam mobil yang sudah terbuka sejak tadi, lantas menyusulnya dari tempat kemudi.
Naruto yang tengah mabuk mengenakan sabuk pengaman asal-asalan. Terlalu malas untuk teliti.
"Tunjukan alamat tempat tinggalmu yang baru." Gaara menyalakan mesin mobil. Saatnya mereka pulang.
x X x
Naruto sempoyongan, hal itu membuat Gaara yang membopong turut terhuyung ketika Naruto nyaris jatuh.
"Hati-hati." Nada tak berlogat itu terlontar.
Dalam keadaan mabuk ini Naruto merasakan kepalanya sangat pusing sehingga kerutan tebal tercetak di dahinya. "Disini." Ia menghentikan langkah mereka.
"Serahkan kuncinya padaku." Naruto merogoh saku celana, kemudian langsung ia berikan apa yang Gaara inginkan.
Gaara mencoblos lubang kunci, tapi saat ia memutar kunci pintu itu tidak segera terbuka. Hal ini membuatnya heran sekaligus bingung, sebab sudah melakukan dua cara namun pintu tersebut tertutup dengan gigihnya.
"Kurasa kau salah memberikan kunci."
Naruto menyentuh kepala. "Sebentar." Kembali ia memeriksa kunci di dalam saku, tak cukup lama membuat Gaara menungggu. "Ini 'kah?" Matanya terasa sangat berat. Pandangannya kabur.
Gaara menerima kunci di tangan Naruto, tapi sesaat kemudian ia dibuat menyerngitkan kening karena kunci tersebut "Ini kunci mobil." Bahkan kunci itu baru saja ia serahkan kepada si pemilik.
Naruto mengatupkan mata rapat-rapat. "Hanya itu yang aku punya." Ia menggapai gagang pintu lalu menekannya ke bawah.
Cklek.
Keduanya sama-sama terkejut kecil. Gaara menghela nafas. "Lain kali kunci pintunya setiap kali kau pergi." Naruto sampai lupa mengunci pintu, mungkin karena terlampau stress.
"Lupa tak bisa dihindarkan." Saat ini Naruto hanya setengah mabuk, namun kesadarannya nyaris hilang. Ia merasakan pusing yang sangat pada kepala.
Gaara masuk ke dalam, tentunya menyeret Naruto dengan bersusah payah. Naruto masih sempoyongan.
"Sampai disini saja." Lelaki itu mencekal pergelangan Gaara. "..kau pulanglah, aku ingin langsung tidur." Ia menguap.
"Kau yakin?" Gaara sendiri merasa tidak yakin meninggalkan sang teman dalam keadaan tak baik.
Naruto berdecak lalu membalik paksa arah tubuh Gaara. "Pulang sana.. aku akan baik-baik saja disini." Ia mendorong-dorong punggung lebar lelaki tanpa alis itu. Memaksanya keluar.
Dorongan Naruto berhasil membuat Gaara keluar.
"Selamat malam."
"Naruto, tap-" Gaara hendak menghentikan.
BLAM.
Namun terlambat, sebab pintu tersebut telah di tutup oleh orang dari dalam. Terdiam selama beberapa detik, kemudian Gaara menghembuskan nafas.
"Keras kepala." Gumam Putra Sabaku itu.
Masih menjadi pertanyaan mengenai kesendirian Naruto. Gaara pikir lelaki pirang itu membutuhkan teman hidup seperti seorang Istri, sebab hanya dengan cara itu beban Naruto dapat terkurangi.
Paling tidak bisa berbagi cerita dengan Istri, terlebih ada banyak masalah yang harus dilalui seorang diri.
Sekarang Gaara sadar bahwa Naruto sangat membutuhkan pasangan hidup. Akan ia coba menemukan jodoh yang pas untuk Naruto, karena jika di lihat tampaknya Naruto tidak berminat menikah.
Bisa saja dia sembarang memilih wanita. Hanya mengincar kekayaan, setelah mendapatkan apa yang di inginkan Naruto dicampakan seperti sampah.
Wajar saja Gaara was-was, masalahnya hal-hal seperti itu sering kali terjadi. Ini kota besar, orang kaya ada dimana-mana begitu pula dengan penguras harta.
Harus ekstra hati-hati.
Keanehan terjadi sewaktu Naruto masuk ke dalam kamar. Wewangian bunga menyambut kedatangannya, membuat ia berpikir keras untuk mengingat kembali keadaan disini sebelum ditinggal pergi.
Setahu Naruto tidak ada yang berubah, hanya wangi bunga lily yang berbeda. Mungkin setelah sadar nanti ia baru bisa mengingat semuanya secara jelas.
Naruto mendudukan bokong pada tepian ranjang. Ia memijit kepala selama sesaat, lalu melepas sepatu dan jas miliknya. Terlalu lama bangun hanya semakin membuat kepala terasa berat, demikian pula lah ia merebahkan tubuh disana.
Selalu ada yang aneh, akan tetapi Naruto tidak bisa memecah kejanggalan tersebut. Kesadarannya masih lumpuh.
Cklek.
Sakura muncul dari balik pintu kamar mandi, sembari melangkah menuju kamar ia menggunakan handuk kecil untuk mengeringkan rambut.
Ketika berpisah sejak siang tadi, Sasuke mengatakan akan datang mengunjungi dirinya bersama keluarga. Menjelang Sasuke datang inilah saatnya Sakura untuk berdandan, agar ia terlihat tidak terlalu sederhana di mata keluarga Uchiha.
Disela bersenandung kecil, dengan riangnya Sakura melepas handuk yang meliliti tubuhnya. Di depan meja rias itu ia tengah mengamati diri sambil mengulum senyum.
"Untuk siapa tubuh ini...?"
Tubuh indah itu akan dipersembahkan kepada Suami kelak, namun belum pasti siapa jodoh Sakura. Tuhan selalu punya rencana.
"Enggh..."
Erangan tersebut membuat Sakura terkejut. Tubuhnya berbalik membelakangi kaca, lantas dibuat melotot ketika mendapati seseorang tangah bergumul dalam selimut tebal miliknya.
Sakura bergerak cepat meraih kembali handuk tadi lalu ia lilitkan pada tubuh polosnya. "Si-siapa disana!?"
"..."
Tidak ada jawaban dari orang misterius itu.
Sakura menggigit bibir kuat-kuat, takut jikalau dia orang jahat yang numpang tidur di apartement-nya.
Perlahan-lahan Sakura mendekati tempat tidur, namun sangat disayangkan sekali ia tak bisa melihat wajah orang itu yang ternyata seorang pria.
"Sasuke, kau 'kah itu?" Sakura pikir bisa saja Sasuke yang datang, saat tak mendapati dirinya kemudian lelaki itu terlelap disini.
Leher Sakura memanjang. Ingin melihat orang itu lebih jelas dengan cara mencondongkan wajah, tapi sia-sia saja. Lelaki itu menelungkupkan wajah diatas bantal.
Entah bagaimana cara dia bernafas bila tidur dengan cara aneh seperti itu.
Sakura hendak menyentuh tubuh lelaki itu, namun ia urungkan karena takut. Dia pasti orang yang sangat berbahaya.
Mendadak mata Naruto terbuka lalu keningnya berkerut. Lagi-lagi mual. Ia bangun dengan segera untuk memuntahkan isi perut, namun sialnya ketika beranjak tanpa sengaja ia menubruk Sakura.
Mereka terputar ke arah yang berbeda, beruntung ada kasur yang menjadi landasan ketika tubuh mereka mendarat. Jika di lintai pasti akan sakit sekali.
"Kyaaaaaa!" Sakura memekik histeris.
Naruto menyumbat lumbang telinga karena teriakan keras tersebut. "Siapa kau?" Pertanyaannya terlontar begitu sang gadis menyudahi aksi teriaknya.
"Da-dasar bodoh!?" Sakura berusaha menjauhkan tubuh Naruto, tapi berat dan ia tak mampu. "Menyingkir dari tolol!"
"Apa yang kau lakukan di kamarku?"
Tatapan Sakura menghorror. Dengan bodohnya lelaki yang ia kenal itu mengaku-ngaku bahwa ini kamarnya. "Kamarmu!?"
"Iya kamarku." Jawaban itu terlontar antara sadar dan tidak sadar.
Darah Sakura mendidih. Dia memang gila. "INI KAMARKU BODOH!" Ia mengamuk dengan cara bertiak sambil menendang-nendang sprai. Tubuh berat Naruto membuatnya sulit bergerak, apalagi untuk melarikan diri.
"Ah, aku salah masuk apartement?" Naruto masih linglung. Tak menyadari dengan keadaan mereka saat ini.
Rontaan Sakura semakin liar. "Menjauh dariku bodoh!" Makian demi makian terus ia lontarkan untuk lelaki diatasnya itu.
Jangankan hendak bangun, berpikir dengan benar saja Naruto tak bisa. "Ughh.. kepalaku pusing."
Melihat wajah Naruto yang memerah menyadarkan Sakura kala itu juga.
Rupanya dia sedang mabuk.
"Awas!" Sulit sekali menyingkirkan Naruto. Sakura kewalahan karenanya.
JDUK!
"Aww!"
Keliaran Sakura mendapat hadiah. Jempol kaki miliknya membentur pinggir meja dengan keras, memberi rasa sakit yang sangat kepadanya.
"A-aduhh.. sakit."
Sudah merasakan sakit, di tambah pula dengan tingkah Naruto. Penderitaan Sakura tak kunjung berakhir.
Kepala pirang Naruto ambruk diatas dada Sakura, membuat empunya melotot seperti hendak melepaskan emerald tersebut dari rongganya.
"Biarkan aku tidur..."
Racauan Naruto semakin membuat Sakura meradang. Baru hendak bertindak dengan amukan, namun sesuatu yang tak terduga menghentikan niat Sakura.
"Sakura, kalian..."
Sakura terpaku. Ia kenal dengan suara dingin itu.
"Sa-sasuke..."
Lelaki bergaya emo berdiri di depan pintu tak hanya seorang diri. Bersama Ayah, Ibu dan Kakak mereka menyaksikan yang terjadi di kamar ini secara langsung.
"Mampus!"

TO BE CONTINUE...

Day by Day by Hikari Cherry Blossom24Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang