"Siapa Shion?"
Gaara datang untuk mencari tahu tentang Shion Yamanaka, seorang balita tak berdosa yang menjadi senjata Ino untuk memiliki Naruto.
Inochi mengurungkan niat untuk pergi ke dapur, kini malah duduk disebelah Gaara. "Shion Cucu kesayangan Bibi, Gaara tahu Shion darimana?" Ia pikir pemuda itu tidak tahu apa-apa.
Gaara tersenyum sumringah. "Aku tahu saat Ino mengajak Shion jalan-jalan ke kantor, tapi Ino tidak mau bilang apa-apa. Bibi tahu sendiri kan bagaimana jailnya seorang Ino."
Penuturan Gaara membuat Inochi tertawa. "Ahahah... iya iya, Bibi tahu itu." Ia menepuk-nepuk bahu Gaara. Mungkin karena lucu, sementara Gaara yang mendapat perlakuan seperti itu hanya bisa tersenyum hambar. Mana mungkin ia tega melukai hati Inochi Yamanaka dengan mengatakan masalah yang sebenarnya, pasti wanita setengah baya itu akan menanggung malu seumur hidup. Cukup mereka yang terlibat saja tahu.
Inochi menutup mulut, sadar ia tertawa kelewatan dan bisa saja membuat Gaara tak nyaman. Ia terkikik setelah itu. Malu kepada Gaara.
"Siapa itu nama pemuda tampan yang Ino cintai? Naburo? Oh, bukan. Naru? Naru? Atau Ruru? Ah, siapa ya? Bibir benar-benar lupa."
"Naruto." Gaara membenarkan.
"Ah iya! Itu dia. Naruto si pemuda tampan itu ya. Bagaimana kabarnya sekarang? Bibi tidak pernah lagi bertemu dengan Naruto setelah terakhir kali waktu kalian masih SMA."
"Naruto baik-baik saja, sekarang dia suka menikah."
"Hah, menikah!?" Inochi terkejut mendengarnya. "Ya ampun... sayang sekali ya. Mau bagaimana lagi, Naruto bukan jodoh Ino jadi kita tidak bisa memaksa kehendak sendiri. Hmm... padahal Bibi sangat berharap Naruto akan jadi menantu Bibi nanti." Ia mendesah kecewa. Sayang sekali. "Bagaimana kalau dengan Gaara? Apa sudah menikah juga?"
"..." Gaara tidak segera mejawab. Ia menghembuskan nafas lebih dulu, kemudian berkata. "Aku baru saja putus, padahal sudah tunangan."
"Bagaimana bisa!?"
"Aku dituntut habis-habisan karena terlalu sibuk dengan pekerjaan hingga tidak ada waktu untuk berduaan. Memberi kabar juga jarang, jadi gadis itu memutuskanku karena tidak sanggup lagi."
Inochi terdiam, turut prihatin dengan kisah asmara Gaara. "Jadi menantu Bibi saja ya." Candanya lalu tertawa, tapi kalau memang bisa boleh juga. Ia suka dengan Gaara.
"Aku mau kalau Bibi tidak keberatan." Anehnya, setelah berkata demikian Gaara lalu tertawa. Namun tawa yang begitu aneh.
"Tentu saja tidak, Bibi malah senang." Inochi berhenti tertawa, dan menatap Gaara dengan bersungguh-sungguh. "Menikahlah dengan Putri Bibi." Pintanya dengan serius.
"..." Gaara bungkam.
"Gaara mau?"
Lelaki itu tersenyum. "Akan kupikirkan." Jawabnya, memberi kepastian tak tentu, Inochi mengangguk paham. "Bibi... Shion anak siapa?"
Inochi meraih kedua tangan Gaara lalu ia genggam dengan lembut. "Shion anak Deidara dan Samui, sekarang kedua orang tuanya sedang pergi ke Paris untuk menyelesaikan masalah saham di sana."
Gaara terkesiap. "Kak Deidara..." Sungguh bodoh dirinya tak mengingat kehadiran Deidara yang merupakan suadara Ino, malah menuduh Ino yang tidak-tidak dengan mengatakan Shion anak di luar nikah yang dihasilkan dari pria bule.
Sekarang Gaara tahu. Ino masih saja berbohong demi mendapatkan perhatian Naruto, padahal sudah lama berlalu tapi sifatnya sama sekali tidak berubah.
x X x
Gaara menyusuri koridor Rumah Sakit dengan wajah datar dan dingin, sepertu bongkahan es sedang berjalan. Tapi, dibalik wajah sedatar temboknya tersimpan berbagai macam perasaan. Ada sedih, kecewa, lega, tidak ada bahagia. Semua perasaan itu setumpuk kesuraman yang berpadu menjadi satu.
Setelah mendapat kabar mengenai Shion, Gaara tak membuang-buang waktu lagi dengan bergegas mendatangi Rumah Sakit tempat Ino melakukan test DNA.
Ada kecurangan dibalik hasil Positive . Ino memang licik.
Ceklek.
Shii dibuat terkejut oleh kedatangan seseorang yang secara langsung membuka pintu ruangan tempatnya bertugas. Ia menatap pada pintu, di mana saat ini seorang lelaki bermata hijau pucat sedang menatap tajam dirinya.
"Siapa?"
Gaara mendatangi Shii tanpa mengindahkan pertanyaan tersebut, setibanya di sana ia langsung mencekal kemeja putih Shii. Menarik lelaki pirang bermata hitam itu mendekat padanya.
"Di mana kau sembunyikan surat itu?"
Shii mengernyit tanda tak mengerti. "Surat apa yang Anda maksud?"
Rahang Gaara mengeras. "Hasil test DNA Shion Yamanaka." Mata bulat Shii melebar sempurna. "...berikan hasil test itu, atau kau akan mati."
"A-aku sudah me-memberikan surat itu ke-kepada Nona Yamanaka langsung." Shii terbata-bata.
"PEMBOHONG!" Saat ini Gaara benar-benar murka. Ingin rasanya mematahkan hidung mancung lelaki itu, namun ia tak ingin menyakiti orang karena perbuatan Ino.
"Ma-maafkan saya Tuan."
"Apa yang membuatmu nekat melakukan tindakan sekeji itu hah? Masalah besar terjadi gara-gara ulahmu, BRENGSEK!" Tinju Gaara sudah melayang, namun terhentikan saat Shii menjawab.
"Saya hanya melakukan apa yang terbaik untuk keluarga saya."
"..." Gaara terdiam di tempat.
"Palsukan hasil testnya."
Shii terkejut. "Maaf Nona, saya tidak bisa." Jawabnya dengan tegas. Menolak mentah-mentah tawaran Ino.
"Kau harus bisa melakukannya." Ino mendekati Shii. "Atau pekerjaanmu yang menjadi jaminan." Ia menyeringai. "Yamanaka bisa melakukan apa saja, termasuk menendangmu keluar dari Rumah Sakit ini."
"..."
Ino mengeluarkan sebuah amplop dari dalam sing bag miliknya. "Kau tinggal pilih. Palsukan hasil test, pekerjaanmu tetap dan ada uang tambahan, setelah berhasil akan kutambah lagi, tapi kalau kau menolak..." Bahunya terangkat. Sok bersikap acuh. "Siap-siaplah menjadi pengangguran, kupastikan anak dan Istrimu terlantar. Kau tak kan mendapat pekerjaan lagi sekalipun menjadi kuli atau pembantu. Aku selalu mengawasimu."
Ancaman Ino membuat Shii terdiam tak berkutik. "Ba...baiklah."
Gaara menggeram. "Jadi begitu ya." Cengkeramannya terhadap Shii dilepaskan, ia lakukan dengan dorongan kasar membuat lelaki pirang itu termundur. "Licik!"
Bruk!
Shii berlutut di kaki Gaara. "Tolong maafkan saya Tuan... saya hanya melakukan yang terbaik untuk keluarga saya, bukan bermaksud apa-apa."
"Kau menyelamatkan keluargamu tapi mengorbankan keluarga orang. Kau egois!" Gaara menarik kakinya dari pelukan Shii. Ia terlanjur jijik dengan Dokter tersebut. "Kau sama rendahnya dengan sampah. Menjijikan. Cih! Sialan." Ia lekas melenggang, meninggalkan ruang lab dengan Shii masih terduduk lemah di lantai.
Shii menekukan wajah. "Matilah aku."
Gaara bergegas melangkah sambil membawa test DNA Shion Yamana yang asli, sementara yang palsu ada di tangan Ino. Beruntungnya perempuan bodoh itu tidak menyimpan test tersebut, kalau benar-benar terjadi Gaara tidak punya pilihan selain mengungkap kebenaran di depan keluarga Yamanaka.
Kali ini keluarga besar Yamanaka selamat dari hujatan publik. Beruntunglah mereka.
x X x
Ruangan tersebut dilanda keheningan. Masing-masing dari mereka sedang berpikir mengenai masalah ini, sudah berminggu-minggu menyelidiki kasus Naruto Namikaze dan nyatanya Kiba Inuzuka tidak menjalankan misi apa-apa. Dia mengurung diri di dalam rumah.
Yahiko menyanggah pelipis, lalu ia pijit-pijit. Kepalanya pusing bukan kepalang karena dirundungi kekecewaan, rasa bersalah juga karena tidak bisa menyelamatkan nyawa Naruto.
"Maafkan aku..." Berulang kali meminta maaf, namun yang dilakukan tak juga dapat mengembalikan nyawa Naruto.
Lelaki dihadapan Yahiko menangkup wajah. Menyembunyikan tangis senyapnya dibalik telapak tangan. Lebih dari terpukul yang ia derita, terlalu menyakitkan kehilangan salah satu anggota keluarga.
"Nenek, maafkan aku. Aku gagal melindungi Naruto." Nagato Uzumaki menggeletakan rahang. Ia tidak tahu harus bersikap bagaimana saat menghadapi Nyonya Uzumaki, jika mendengar kabar mengenai hilangnya Naruto beliau pasti akan marah besar.
Yahiko menundukan kepala dalam-dalam. Tangannya terkepal begitu erat. Sial sekali misi yang ia jalani gagal total, mereka yang mengincar nyawa Naruto bermain curang dengan tipu muslihat. Sungguh biadab.
Nagato mengusap wajah dengan gusar, menyudahi acar tangisannya dan kembali sigap seperti sedia kala. Ia harus kuat menghadapi kenyataan menyakitkan ini bahwa keponakan pirangnya telah tiada.
"Maafkan aku, kakak Kushina."
BRAK!
Pintu ruangan mereka dibuka secara kasar. Konan mengabaikan delikan tajam dari Nagato, dan melenggang masuk sambil membawa sesuatu di tangan.
"Hey, sopan sedikit." Teguran Nagato terdengar sinis.
"Tidak ada waktu." Konan meletekan flashdisk di atas meja Nagato. "Ada orang dibalik kecelakaan keponakanmu, akisnya terekam dalam mini CCTV milik mobil keponakanmu sendiri."
Secepatnya Nagato meraih flashdisk tersebut. Ia mencabut flashdisk lawas dari konektor laptop kemudian menggantikannya dengan flashdisk yang dibawa oleh Konan.
Yahiko lekas beranjak dari tempat duduknya. Berdiri disebelah Nagato untuk melihat penayangan dari hasil rekamanan mini CCTV milik Naruto, dengan Konan dan Sai mereka bertiga menyaksikan bersama.
Dibalik layar laptop tersebut tampak seorang pria berbadan kekar memasuki area parkiran kantor Naruto. Wajahnya tidak terlihat sedikitpun karena terlindungi oleh hoddie jaket, tapi mereka masih bersabar menunggu aksi selanjutnya.
Sosok tersebut mengeluarkan sebuah alat dari saku jaket, ketika dia berjongkok maka terlihatlah alat tersebut. Sebuah tang, lalu dipergunakan untuk mengutak-atik bawah mobil.
"Sial, tidak kelihatan."
Nagato mengumpat kesal. Sia-sia saja mendapat satu bukti, sama sekali tidak berguna. Orang tersebut sudah beres dengan pekerjaannya, dan tak sedikitpun mereka diberi kesempatan mengintip bentuk rupanya.
SRAK!
Nagato muak. Ia mendorong bangku dan berdiri setelah itu. "Aku ingin menenangkan diri sebentar." Pamitnya bernada datar dan dingin, kemudian melenggang pergi. Meninggalkan ruang kerjanya untuk menenangkan pikiran sejenak saja.
Yahiko dan Konan menatap kepergian Nagato, sementara Sai fokus sendiri di depan layar laptop sampai akhirnya sesuatu di luar dugaan menghantarnya pada kesadaran.
Manik kelam tersebut melebar. "Ada saksi mata!"
Yahiko memburu layar laptop dengan tatapan tajam. Benar yang dikatakan oleh Sai, seseorang yang pada saat itu berjalan menyusuri tempat parkir tanpa sengaja menubruk si pelaku. Alhasil, berkat tubrukan tanpa sengaja itu membuat hoddie si pelaku terbuka dan memperlihatkan seluruh wajah, namun sayangnya dia membelakangi kamera, hanya saksi mata tersebut yang tahu benar bentuk dan rupa wajahnya.
"Good!"
Yahiko bersorak. Ia ingat benar wajah saksi mata di dalam rekaman tersebut, maka inilah saatnya untuk membengkuk si pelaku membunuhan.
Konan mengepalkan tinju. "Kena kau." Seringai lebar melukis wajah cantiknya.
Sepintar-pintarnya tupai melompat akan terjatuh juga pada akhirnya.
x X x
Datang-datang Gaara langsung menyerang Ino. Menyeret paksa perempuan itu dengan mencekal erat lengannya, melihat tindakan kasar Gaara tanpa pikir panjang Sakura langsung mengikuti mereka.
"Gaara, sakit tahu!"
Pria itu melepaskan cekalan eratnya setelah berada jauh dari keramian, segera pula Ino mengusap lengan bekas cekalannya tadi.
Gaara memejamkan mata sejenak, menghembuskan nafas kemudian menyodorkan sebuah amplop. "Buka."
Ino mengernyit heran, namun akhirnya ia terima setelah diam selama beberapa detik. Sakura menyaksikan keributan mereka dalam diam, mengenai bentuk wajah tidak ada bedanya dengan Ino. Sembab dan kusam.
Tak ayal, begitu melihat isi tulisan dalam selembar kertas putih tersebut membuat Ino melebarkan mata. Menatap shock surat tersebut dengan bibir terbuka.
"I-ini."
Gaara menggeleng singkat, jenuh melihat Ino. "Surat asli hasil test DNA Shion Yamanaka."
Mendengarnya Sakura terkejut, kemudian langsung merampas surat tersebut dari tangan Ino. Ia dibuat terdiam membisu setelah tahu yang sebenarnya bahwa dalam kertas tersebut dinyatakan Shion bukan darah daging Naruto. Hasilnya seratus persen Negative .
Sakura mengepalkan tangan. Rahangnya beradu tertanda geram. "Penipu..." Geramnya, dan dapat di dengar oleh Ino dan Gaara.
PLAKK!
Begitu cepatnya tangan Sakura melayang, tanpa persiapan langsung mendarat di pipi mulus Ino. Gaara berjengit melihatnya, dan berpikir pasti sakit . Ia tak bisa melakukan apa-apa untuk membela, karena memang Ino sendiri yang salah.
"Sadar 'kah kau dengan kesalahanmu itu!?" Sakura menuding Ino dengan telunjuk lentik miliknya. Gaara memilih pergi, tak ingin turut campur dalam permasalahan kedua perempuan itu.
Ino menyentuh pipinya sehabis mendapat tamparan telak. "Ya, aku sadar." Jawabnya dingin tanpa rasa bersalah, bahkan merasa telah melakukan sesuatu yang benar.
Amarah Sakura meluap. Dengan gagahnya ia menarik baju tak berlengan Ino. "Pantaskah disebut cinta kalau melukai perasaan Naruto? Apa kau tahu bagaimana perasaan Naruto kalau sampai tahu kau telah membohonginya? Bisakah pikiranmu menerawang sampai sejauh itu?"
Ino menyipitkan mata. Menatap Sakura dengan sinis. "Aku tahu Naruto akan terluka, tapi aku sendiri yang akan menyembuhkan luka dihatinya. Aku akan bertanggung jawab atas apa yang sudah kulakukan." Jawabnya simple.
"Kau tidak tahu apa-apa. Setiap hari aku menghabiskan waktu bersamanya, bahkan di tempat tidur. Berulang kali dia merengek kepadaku untuk meminta Bayi dan semua keinginannya terwujud karena kehadiran Shion, tapi bagaimana hancurnya perasaan Naruto kalau tahu kau hanya berbual. Tahu 'kah kau akan sehancur apa perasaan Naruto? Dia sangat menginginkan seorang anak, tapi tega sekali kau mendustai keinginan tersebut. Di mana letak hati nuranimu, Yamanaka?"
"Aku tahu." Lagi-lagi jawaban yang sama. "...karena aku bisa memenuhi apa yang menjadi keinginan Naruto. Aku bisa memberinya Bayi dari rahimku sendiri dengan bantuan dari benihnya. Itu tidaklah sulit."
"Aku juga bisa memberikan seorang Bayi kepada Naruto, bahkan saat ini sedang tumbuh dalam rahimku. Tidak cuma kata-kata seperti dirimu!"
Ino terpaku. "..." Ia tak bisa mengatakan apa-apa lagi setelah begitu panjang dan lebarnya Sakura menuturkan setiap kata.
"Kau tidak mencintai Naruto, kalau memang cinta kau tak mungkin tega menyakitinya. Cintamu tak lain bukan hanyalah obsesi semata. Kau tak mencintai Naruto, akulah yang mencintainya!"
Kata-kata Sakura yang selanjutnya makin membuat Ino terpukul. Kini kepala pirangnya menunduk dalam-dalam.
"Cinta tidak datang dari kebohongan. Cinta mengikhlaskan. Cinta tidak egois karena tak semua cinta harus memiliki. Cinta tidak menyakiti. Cinta tidak membuat luka seperti yang sudah kau lakukan kepada Naruto."
Air mata Ino menetes. Sakura melepas cengkeraman terhadap bajunya lalu berdiri di hadapannya dengan tangis menggebu. Sama seperti dirinya.
"Berlajarlah untuk merelakan sesuatu yang tak bisa kau miliki. Kau tak bisa memiliki Naruto karena akulah yang telah memilikinya hingga keseluruhan. Cinta hati dan raga Naruto milikku, kau tidak akan bisa merebut semua itu dariku. Naruto hakku. Suamiku. Ayah dari janin yang saat ini sedang kukandung. Kau harus tahu semua itu dan mulai menyadarkan diri dari kesalahanmu. Sadarlah bahwa Naruto bukan milikmu. Naruto hanya milikku."
Begitu lancarnya Sakura menohok Ino dengan kata-kata yang terlontar tanpa ia rancang. Semua lepas begitu saja.
"Aku tidak tahu apa alasan kau mencintai Naruto mati-matian, tapi setidaknya pandailah menghargai hubungan orang lain. Jangan egois."
Ino menyeka pipi disela menunduk. "Salah 'kah kalau aku menyimpan perasaan abadi untuk Naruto?" Ia menggigit bibir sesaat, lalu melepasnya kembali untuk melanjutkan kata-kata. "Kami selalu bersama sejak lama. Aku dan dia saling tahu satu sama lain dengan masing-masing kehidupan yang kami jalani, setelah sekian lama bersama apakah salah kalau perasaan suci itu tumbuh dalam hatiku?"
Sakura mendengarkan penjelasan Ino dalam diam. Cukup menyimak tanpa berkomentar apapun.
Ino terduduk pasrah di atas batu yang menjadi tempatnya berpijak. Kini akan ia ceritakan alasan yang membuat dirinya begitu mencintai Naruto. Sakura harus tahu.
Bercerita sambil mengenang masa lalu, hal yang Ino pikirkan saat ini. Sudah lama sekali waktu kebersamaan mereka berlalu, bersama Gaara semua terlewatkan begitu saja.
Perempuan itu tersedu. Alasan yang begitu sederhana, namun penuh makna bagi dirinya. Naruto baik dan luar biasa. Ia sangat mencintai lelaki pirang itu.
Sakura bungkam. Sekarang ia akan tahu alasan Ino mencintai Naruto, yaitu karena kebaikan hati Naruto. Meski sikapnya cuek dan seolah tidak peduli terhadap apapun, ternyata dia begitu pandai menghargai dan melindungi teman. Ada sifat baik dibalik sikap acuhnya.
"Seandainya aku mengenalmu jauh sebelum kejadian semua ini... Naruto."
x X x
FLASHBACK
Bukh!
"Aduh."
Akibat berjalan tidak fokus, tanpa sengaja Ino menubruk dada seseorang. Ia mengaduh sambil mengelus kening, menghiraukan lembaran kertas yang berhamburan di halaman gedung.
"Maaf, aku tak sengaja." Gaara segera berjongkok untuk memunguti kertas-kertas penting tersebut.
Ino turut berjongkok di hadapan Gaara. "Iya, tidak apa-apa." Katanya menyadari kesalahan sendiri. Memang dirinya yang salah karena jalan tidak lihat-lihat. "Akulah yang salah."
Gaara menatap Ino. "Supaya adil akui saja kalau kalau kita sama-sama salah."
Gadis pirang itu terkekeh. "Iya, kita sama-sama salah."
"Oh, jadi ini formulir milikmu." Gaara tahu saat tanpa sengaja membaca isi kertas tersebut sebelum ia serahkan kepada si pemilik. Bukan bermaksud sengaja berlaku lancang.
Ino membenarkan melalui anggukan kecil. "Hm, kau benar Gaara. Formulir ini harus aku serahkan kepada Kepala Sekolah." Mengingat dirinya sebagai murid pindahan yang baru masuk lima hari lalu, maka diharuskan menyerahkan formulir dan keperluan lainnya yang telah diberi tanda tangan oleh orang tua.
Sekitar tiga bulan kelas baru dimulai, baru sekarang Ino Yamakana sempat mendaftar Sekolah di tempat ini. Ia terlambat beberapa bulan, tentunya tidak menjadi masalah.
"Perlu kuantar?" Gaara memberi tawaran. Siapa tahu murid baru itu butuh bantuan.
"Terimakasih atas tawaranmu, tapi kurasa itu tidak perlu. Aku sudah tahu ruang Kepala Sekolah." Ino tersenyum sejuk.
Melihat senyum Ino membuat pipi Gaara memerah. "Cantik sekali." Batinnya takjub terhadap sosok Ino Yamanaka. Selain cantik juga seksi, semampai dan lain-lain.
Pokoknya sempurna. Untuk ukuran pria normal seperti Gaara tentu saja pangling menghadapi kesempurnaan Ino Yamanaka.
"Aku pergi dulu ya Gaara. Bye." Ino segera melenggang usai berpamitan.
Gaara masih terdiam, beberapa detik setelah langkah Ino semakin jauh dari gerbang barulah ia sadar. Terbangun dari jerat pesona gadis pirang tadi. Ia menggeleng kecil lalu tertawa geli dalam kesendirian.
"Ada saja yang sempurna di dunia ini."
Jade milik Gaara masih mengawasi Ino. Dalam perjalanan beberapa wanita menyapa gadis itu, berbincang-bincang sesaat kemudian langkahnya berlanjut lagi.
Disaat sedang damai-damainya keadaan, sebuah mobil sport warna biru memasuki gedung Sekolah dengan kendali yang tak terkontrol. Semua mata lekas memandang ke arah mobil tersebut, begitu menyadari ada bahaya maka mereka bergegas melarikan diri agar selamat.
Shino panik. Sial sekali, ternyata rem mobilnya macet. Sama sekali tidak berfungsi, dan naasnya ia bersama si mobil sudah terlanjur memasuki halaman Sekolah.
Inilah konsekuensinya kalau membeli mobil bekas.
Bodohnya, Ino tidak menyadari adanya mobil sport melaju ke arahnya. Shino terbelalak kaget, lantas membanting stir namun sayang justru body mobil berbalik mengincar Ino.
Kalau saja tidak sibuk dengan ponsel, pastinya Ino tidak akan sebodoh itu berdiam diri manakala maut datang menghampiri.
Gaara berlari semampu mungkin begitu melihat marahbahaya menghampiri si gadis pirang. "INO, AWAS!" Ia berteriak sangat keras.
Ino terkejut mendengar teriakan Gaara. Ia berbalik kebelakang, namun belum sempat mencerna keadaan kedatangan mobil biru langsung membuat tubuhnya mati rasa dalam sekejap.
CKIIT!
Sedikit lagi. Ino sudah pasrah dengan mata terbelalak lebar, karena untuk bergerak sedikit saja ia sudah tak mampu lagi. Tinggal menunggu kejadian selanjutnya saja.
Brukh!
BRAKKK!
Gaara melotot sampai nyaris melompatkan kedua bola mata. Shock bukan main menyaksikan kejadian ekstrim di depan mata, bersama yang lainnya ia menyaksikan betapa cepatnya mobil biru itu remuk.
Body mobil milik Shino menghantam lantai satu gedung Sekolah dalam keadaan berasap. Merusaknya keduanya sekaligus. Shino mengalami luka kecil dibagian kening.
Ino gemetaran dalam pelukan seseorang. Dalam dirinya tidak terdapat lagi formulir maupun ponsel, semua tercecer begitu saja dijalanan kering.
"Kau baik-baik saja, Nona?"
Naruto menyadari gadis dalam pelukannya itu mengalami trauma. Untungnya ia datang tepat waktu tadi. Ketika mobil Shino lepas kendali dan nyaris saja menabrak orang tak bersalah, ia berhasil menarik pergelangan tangan Ino dan menyentaknya sampai meninggalkan tempat mematikan itu.
Semua murid berkumpul mengerumuni Ino. Ingin tahu keadaan Putri bungsu Yamanaka, dan mereka harap dia baik-baik saja.
"Ino-Chan, apa kau baik-baik saja?" Tenten mengajukan pertanyaan. Dalam kalimatnya terselip nada cemas.
Ketakutan Ino berangsur hilang seiring berjalannya waktu detik demi detik. "A-aku baik-baik saja." Ia bisa menjawab usai menetralisirkan kondisi jantung. Wangi tubuh seseorang yang membuatnya kembali tenang. Bau mint menyegarkan serta menenangkan.
Pelukan mereka belum terlepas. Lebih tepatnya pelukan sebelah pihak. Ino mencengkeram erat jas biru Naruto, sedangkan Naruto sendiri masih setia mencekal pergelangan kurus Ino.
Gadis pirang itu mendongakan kepala untuk melihat penyelamat hidupnya yang berbau wangi menenangkan pikiran.
Pandangan mereka saling bertemu. Dia orang yang tinggi, tampan, bentuk tubuh sempurna, memiliki bola mata bewarna biru agak pucat dengan sorot berkilat tajam.
"Siapa kau?" Ino tak mengenal lelaki berambut pirang itu. Ia belum pernah melihatnya selama lima hari bersekolah di tempat ini. Orang asing.
"..." Naruto menatap langsung ke dalam mata Ino. Iris aquamarine nan indah. "Naruto Namikaze." Dan akhirnya ia memberi jawaban, sedikit memperlihatkan senyum tipis tidak masalah baginya.
Ino balas tersenyum. Mendadak pipinya memerah.
Gaara tiba. "Ino, kau tidak apa-apa?" Ia benar-benar cemas dengan keadaan Ino. Secara, tadi itu berbahaya sekali kalau saja Naruto tidak datang menyelamatkan.
Ino menggeleng pelan kemudian memeluk Naruto bersungguh-sungguh. Melingkarkan tangan disekeliling pinggang serta merta menyandarkan kepala di dada kokoh si pria.
"Ya, aku tidak apa-apa."
Naruto terheran sendiri. Seminggu meninggalkan Sekolah karena urusan penting, begitu kembali ke Sekolah ia mendapati gadis asing memiliki rambut pirang bergaya ponytail.
"Sepertinya murid baru..."
FLASHBACK END
x X x
Malam keempat setelah terakhir kali Naruto mengalami kecelakaan, hingga saat ini sosoknya belum ditemukan. Tim Sar berupaya mencarinya dengan menyusuri setiap sudut lautan, namun nihil. Mereka tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Naruto.
Lelaki itu menghilang seperti di telan bumi. Tidak ada jejak sama sekali, hanya mobil rongsokan yang tertinggal.
Berulang kali Tim Sar menyusuri lautan hingga kepesisir, tapi usaha mereka selalu berakhir dengan kegagalan. Malam ini mereka sedang melakukan pencarian lagi dengan membagi kelompok kesetiap tempat, hanya berharap Naruto berhasil ditemukan entah hanya jasadnya saja atau bersama nyawa yang masih melekat di tubuh.
Mereka pikir sangat tipis kemungkinan mengharapkan Naruto Namikaze masih hidup. Mobilnya remuk sehabis menghantam bebatuan di tepi-tepi jurang, dan sosoknya tak kunjung ditemukan sampai malam keempat berlangsung. Hanya berharap yang bisa keluarga Namikaze lakukan, dan terus mengirim do'a tanpa lelah.
Sakura tidak tidur, makanpun terlantar. Bujukan demi bujukan dihiraukan olehnya, terus memikirkan Naruto dengan harapan besar Suami nya baik-baik saja setelah apa yang terjadi.
"Sayang, makanlah walaupun cuma sedikit." Kushina mencoba memunjuk Sakura.
Seharian ini perempuan itu tidak mau makan apa-apa, dua hari yang lalu masih mau makan meski hanya beberapa suap, tapi sekarang dia benar-benar mogok. Tak lelah duduk melamun di dalam mobil dengan wajah suram.
Kushina mengelus pucuk kepala Sakura. "Kalau kau tidak mau memikirkan diri sendiri, paling tidak pikirkanlah kandunganmu." Ucapannya mendapat lirikan bentuk dari respons. Ia tersenyum lirih. "Jangan mengorbankan anak yang tak berdosa. Syukurilah kehadirannya sayang..."
Kini tatapan Sakura tertuju kepada Kushina sepenuhnya. Mendengkarkan masukan dari sang Ibu mertua.
"Cintai janin yang tumbuh di dalam rahimmu. Sayangi dia, jaga dia selalu dan lindungi dia dari segala apapun yang dapat membunuhnya. Janin itu butuh perlindungan dari cinta dan kasih sayang seorang Ibu." Kushina harap bujukannya berhasil.
Pada akhirnya Sakura terpengaruh dan mau mengambil wadah bekal di tangan Kushina. "Baiklah Ibu, aku akan makan." Katanya tanpa senyum di wajah. Sudah berhari-hari ia tidak tersenyum.
Sakura baru hendak melahap potongan sushi, namun ada saja yang menghentikan niatnya untuk makan. Serinai dari boat Tim Sar memecah kesunyian malam, lalu terdengar kabar mengenai keadaan Naruto yang diserukan dari tengah laut.
"Jasad telah ditemukan."
Jasad?
Mendengar itu Sakura dibuat membantu. Tubuhnya kaku seperti menderita penyakit aneh yang dinamakan Autoimun.
"Ti...tidak mungkin."TO BE CONTINUE...