Sakura terngkurap tak berdaya. Ia merintih kesakitan, lalu saat merasakan sesuatu yang aneh mengalir dari dalam kewanitaan iapun menyentuh aliran tersebut untuk memeriksa.
"Akhh... sakit..."
Setelah diusap, tak lain lagi yang mengalir tadi adalah darah segar. Melihat itu membuat kedua mata Sakura membulat sempurna, seakan hendak melepaskan bola matanya.
"Ba...bayiku."
Perempuan itu bangkit dengan bersusah payah, begitu berhasil berdiri segera ia melangkah dengan tertatih-tatih. Kesulitan berjalan menuju tempat tidur.
"Ughh..."
Rintihan Sakura berlangsung, namun untungnya ia berhasil sampai di tempat tidur, maka ia pun langsung duduk di sana, menaikan kedua kaki lalu meraih sling bag yang terserak di tepi ranjang.
Ctik ctik ctik.
Jari-jemari lentik tersebut dengan cekatan mengetik keyboard ponsel sambil sesekali menggigit bibir untuk meredam suara dari rintihan, terkadang berdesis.
"Ah, ketemu!" Sakura berseru.
Masih mengenakan handuk kimono biru, perempuan gulali itu langsung menyentuh kontak yang diberi nama Dokter Shizune, seorang Dokter spesialis kandungan yang ia temui saat di Rumah Sakit.
"Hallo?"
Sakura menghela nafas lega dengan begitu singkatnya usai mendapat jawaban. "Dokter, saya butuh bantuan Anda." Dari nadanya terdengar sangat berharap.
"Apa yang terjadi?"
Dokter di seberang sana tahu benar sesuatu yang buruk pasti terjadi. Tak lain lagi karena kecerobohan, hal biasa bagi seorang wanita yang baru mengandung.
"Saya terpeleset di kamar mandi, lalu keluar darah."
"Astaga!"
Sakura tahu Dokter kandungannya pasti akan terkejut setelah mendengar pernyataan darinya. Ini sebuah kecerobohan fatal.
"Sekarang jangan bergerak dulu. Berbaringlah di tempat tidur atau sofa, saya akan datang dalam waktu lima belas menit."
Sakura melunjurkan kedua kaki. "Baiklah Dokter." Jawabnya mematuhi saran dari Dokter, setelah itu panggilan mereka berakhir, iapun merebahkan tubuh seperti yang disarankan.
Perut rata Sakura diusap dengan lembut oleh tangan sendiri. Membelainya dengan penuh kasih sayang.
"Maaf atas kecerobohan Mama sayang..."
Beberapa jam tadi saat datang memeriksakan keadaan, Sakura dinyatakan positive Hamil, usianya baru menginjak dua minggu kurang satu hari, masih terlalu muda dan lemah, maka dari itu harus berhati-hati dalam menjaganya.
Memikirkan soal kandungan, Sakura sendiri tidak mengerti apa yang membuat perasaannya resah gelisah. Pikirannya terpusat hanya kepada Naruto, selama memikirkan sang Suami degup jantungnya pasti berdetak dua kali lebih cepat.
"Naruto..."
Bibir ranum tersebut melantunkan nama sang Suami, berharap dia baik-baik saja dan lekas pulang. Sakura ingin mengabari soal kehamilannya. Naruto pasti bahagia mendengar kabar baik ini.
x X x
Kushina sudah siap dengan aktifitas pagi nya. Sarapan untuk Minato telah ia hidangkan di meja, serta kopi hijau yang merupakan minuman pagi kesukaan Suami nya.
Beres dengan tugas-tugasnya, Kushina meninggalkan dapur dan memasuki kamar di mana saat ini terdapat Minato masih terlelap di tempat tidur lusuh. Ia perhatikan Suami pirangnya itu sejenak, lalu melanjutkan kembali niat yang sempat tertunda.
Wanita bermata violet itu membuka lebar-lebar pintu lemari, mengambil salah satu mantel yang bergantung di sana dan setelah menemukan yang diinginkan maka langsung ia ambil untuk dikenakan.
Suara tertutupnya pintu lemari membuat tidur pulas Minato terganggu. Masih dengan mata tertutup keningnya mengernyit, barulah disusul dengan terbukanya kelopak mata.
Sekelebat bayangan Kushina tertangkap samar dari sudut mata Minato. Ia menoleh ke arah sang Istri berada, dan benar-benar mendapati wanita itu tengah merias diri di depan cermin.
"Kushina, mau pergi kemana?"
Pertanyaan tersebut agak membuat Kushina terkejut. Berhenti melapisi wajah dengan bedak, iapun menolehkan kepala ke arah belakang. Menatap Minato yang terbangun dari tidurnya.
"Aku ingin berkunjung ke rumah Naruto."
"Sendirian?"
"Aku sangat merindukan Naruto... semalaman suntuk aku terjaga karena terus memikirkan anak itu."
Minato tersenyum kecil. "Ne, kita bisa pergi bersama-sama sayang." Usulnya.
"Bagaimana dengan pekerjaanmu?"
"Hey, kau lupa ini hari apa?"
Kushina berpikir, mencoba mengingat kembali hari kemarin hingga bergantinya hari ini. "Oh ya, hari minggu."
"Nah." Minato berdecak puas. "Tanggal merah, itu artinya?"
"Kau libur ke kantor."
Pria di sana tertawa puas mendengarnya. "Pintar." Pujinya, namun tak membuat Kushina senang tapi justru sebaliknya. Wanita itu malah menangis.
Minato kelabakan melihat Kushina menangis tanpa suara. Cukup menunjukan air mata.
"Ku-kushina, ma-maafkan aku." Minato bangun lalu dengan segera mengenakan celana boxer miliknya yang tercecer di lantai bekas semalam.
Kushina bingung. "Untuk apa?" Ia sungguh tak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Suami pirangnya itu.
Minato berlutut di hadapan Kushina. "Kenapa kau menangis?" Ia meraih kedua tangan Kushina untuk digenggam. "Apa kau tidak menyukai kalau aku bercanda?"
Kushina tertawa geli. "Aku tak merasa keberatan." Katanya lalu menangkup pipi mulus Minato. "...hanya karena terlalu merindukan Naruto saja. Aku bahkan tidak sadar sedang menangis." Ia mengusap mata dengan lengan berbalut mantel.
Lelaki pirang itu menghela nafas lega. "Syukurlah." Paparnya sambil memejamkan mata sedetik. "Tunggu sebentar ya, aku mau mandi dulu. Kita akan pergi ke tempat Naruto bersama-sama, sudah lama juga kita tidak bertemu mereka setelah terakhir kali menginap di sini."
Anggukan kecil menjadi jawaban. Minato segera bangkit dari berlututnya dan memutuskan untuk mandi, maka ia membawa tubuh setengah telanjangnya masuk ke dalam kamar mandi.
Kushina tersenyum lirih. Ia bahagia karena Minato, namun mendadak sedih saat kembali mengingat Naruto. Hatinya resah memikirkan Putra semata wayangnya itu.
Tllltt tllttt...
Deringan ponsel mengalun merdu, menyadarkan Kushina dari pikiran yang berkecamuk mengingat Naruto. Telepon rumah berdering dari ruang tamu, ia beranjak untuk menjawab panggilan tersebut.
Klik.
Speaker ponsel telah diposisikan dekat telinga, sementara speaker penghubung suara berada tepat di depan bibir.
"Hallo?"
"Maaf, apa benar ini bersama Nyonya Kushina Namikaze?"
"Oh, iya benar. Ada yang bisa saya bantu?"
"Benarkah Naruto Namikaze Putra Anda?"
"Iya, itu benar sekali Pak."
"Nyonya, Putra Anda mengalami kecelakaan di jalan kilometer emp—"
Tenaga Kushina terkuras setelah mendapat pernyataan tadi. Ia shock berat. Membekap mulut kuat-kuat sementara telepon tadi dibiarkan berjuntai sia-sia di bawah meja.
"Naruto..."
Jadi inilah perasaan cemas yang menghantui Kushina sejak semalam. Ia baru sadar pagi ini setelah diberi kabar melalui telepon.
"Sakura!" Wanita itu teringat akan keadaan menantunya. Telepon tadi ia raih kembali, lalu mengetikan nomor rumah Naruto dengan tergesa.
Mungkin saja Sakura belum tahu menahu mengenai musibah yang menimpa Naruto, karena kalau tahu pasti Sakura sendiri yang mengabari, tak perlu dari pihak kepolisian.
Kushina sangat berharap Naruto baik-baik saja.
x X x
Di dalam keramaian ini jade pucat milik Gaara berhasil menangkap sosok Ino Yamanaka. Bersama seorang balita perempuan pirang itu terjebak dalam kerumunan para pejalan kaki yang memadati trotoar, inilah kesempatan emas setelah bersusah payah ia mengikuti Ino sejak pagi-pagi sekali.
Gaara mengambil tindakan dengan sangat hati-hati. Kalau langsung muncul Ino pasti akan melarikan diri seperti kemarin, lain kisah apabila ia muncul seperti hantu.
Pria itu bergabung dalam arus keramaian, dan mengikuti langkah Ino dari kejauhan. Agar tidak kehilangan jejak maka ia menggunakan pacuan lari untuk mendapatkan wanita itu.
Berkali-kali Ino berdecak. Siang hari yang begitu padat, ia kerap terjepit oleh para pejalan kaki lainnya. Ia pikir kota ini selalu dirundungi oleh kesalahan. Pakai kendaraan pasti terjebak macet, tidak ada bendanya dengan berjalan kaki.
Akhirnya Ino bisa bernafas dengan lega karena berhasil bebas setelah bersusah payah melepaskan diri dari himpitan manusia. Ia berhasil lolos, untuk itu tanpa basa-basi hendak langsung menuju ke tempat tujuan. Rumah Sakit.
Tep!
Iris aquamarine milik Ino dibuat melebar karena cekalan erat dipergelangan tangannya. Ia lekas menatap pada si pelaku, dan semakin terkejut pula saat melihat Gaara Sabaku yang kini tengah menangkap basah dirinya.
Ino tak berkutik. Terdiam buruk melihat tatapan tajam Gaara dengan wajah memucat.
"Damn it!"
"Dapat kau." Gaara menyeringai keji.
Ino memberontak. Mencoba melepaskan pergelangannya dalam cekalan erat Gaara, namun ia tak mampu melakukannya. Gaara terlalu kuat.
"Le-lepaskan aku!"
Gaara menarik perempuan itu dengan sentakan kasar, tak peduli badannya disenggol-senggol oleh orang yang berlalu-lalang seperti tengah berada di pasar.
"Kau akan lepas kalau menjelaskan semuanya kepadaku."
"Apa yang harus aku jelaskan?" Ino memilin tangan, tapi hanya akan membuatnya sakit. Ia berhenti melakukan itu.
"Siapa Shion?"
Ino sudah menduga ini sejak awal. Gaara akan turut campur tangan kalau terlambat. "Bukan urusanmu!" Ia melantangkan suara di tengah keramaian.
Gaara menatap Ino dengan muak. "Aku yakin balita dalam gendonganmu itu hasil persetubuhanmu dengan kekasihmu di New York."
CUIH!
Akibat perkatannya, kini Gaara mendapat hadiah dari Ino. Segumpal ludah mengotori kelopak matanya.
"Aku tak semurah itu, BRENGSEK!" Ino benar-benar murka setelah mendapat tuduhan tak bertoleransi.
Gaara sempat memejamkan mata, sesudah membersihkan ludah Ino dengan tangan yang menganggur maka kembali ia menatap perempuan pirang di hadapannya.
"Kau memang murahan." Mata bulat Ino menatap Gaara dengan penuh kebencian. "...wanita murahan yang merebut Suami orang, merusak rumah tangga orang dan mengacaukan segalanya dengan akting murahan. KAU MURAHAN!"
PLAKK!
Kali ini tamparan keras yang didapat. Amarah Gaara meluap-luap, ketika hendak melayangkan pukulan untuk membalas, aksinya dihentikan oleh perkataan Ino.
"Naruto pernah meniduriku tidak cuma sekali. Berkali-kali dan hanya dia satu-satunya pria yang menikmati seluruh tubuhku." Telunjuk lentik milik Ino berdiri di depan wajah Gaara. "...terakhir kali kami melakukan perbuatan terlarang itu sebelum aku berangkat ke New York. Hari itu malam terakhir aku bersamanya, dan kau tidak tahu apa-apa tentang hubungan kami. Sebaiknya berhenti ikut campur."
"Kau pembohong."
"Kheh... pembohong katamu?" Ino tertawa meremehkan. "Bukan 'kah yang pembohong itu kau sendiri?" Gaara sungguh tidak mengerti, sekarang keadaan mereka malah berbalik. "Membohongi diri sendiri apa bedanya dengan pembohong? Kau mencintaiku bukan? Selama ini kau hanya berbohong dengan berpura-pura bersikap seperti ini kepadaku. Dasar munafik!"
"..." Gaara kehabisan kata-kata.
Ino pikir sudah cukup ia mempermalukan Gaara. "Sekarang lepaskan aku." Ia masih punya hati karena mengingat Gaara sahabat baik Naruto. Berterimakasihlah kepada ikatan yang terjalin diantara mereka.
"Katakan dulu yang sebenarnya." Lelaki tanpa alis itu belum menyerah. Ia rela menanggung malu demi Naruto. "Shion anak siapa?"
"Anak Naruto dan aku, kau puas!"
"Tidak Ino! Aku tahu kau pasti berbohong."
Ino mendecih. "Terserah, aku tak memaksamu untuk percaya." Jawabnya acuh. Ia tak peduli terhadap apapun.
"Katakan padaku!"
Mata Ino berkilat tajam. "Lepaskan aku."
"Tidak."
"Sekali lagi lepaskan tanganku, atau aku akan berteriak di tempat ini." Ini peringatan terakhir dari Ino.
Jangan pikir Gaara takut. Ia malah tersenyum mendengar ancaman tersebut. Seperti kekanakan. "Lakukanlah."
Ino menarik nafas lalu mengumpat dalam hati. "TOLONG! SIAPAPUN TOLONG AKU. TOLONG BEBASKAN AKU DARI ORANG GILA INI."
Teriakan Ino mengundang beberapa tatapan dari pejalan kaki, khususnya kaum adam. Mereka pikir sedang ada bahaya.
"Nona, ada yang bisa kami bantu?" Seseorang maju untuk memberi pertolongan. Gaara tetap setia dengan wajah dinginnya.
Ino tersenyum sangat tipis. "Tolong aku Tuan." Ia mulai mendramatis, hal biasa bagi Gaara. "Orang ini ingin mencu—"
Permirsa... diketahui, seorang pengusaha muda yang bernama Naruto Namikaze mengalami kecelakaan parah di jalan kilometer empat puluh delapan.
Ucapan Ino tersela. Siaran TV yang tayang didinding gendung gedung menarik perhatian mereka untuk menyaksikan berita tersebut, mengabaikan beberapa orang yang berniat menolong.
"Nona?"
"..." Ino terfokus pada layar lebar di atas sana. Menyaksikan tempat terjadinya kecelakaan yang tengah disyuting oleh pembawa berita.
Hingga saat ini pihak kepolisian belum menemukan jasad korban. Pencarian dilakukan beberapa jam setelah kecelakaan, dan masih berlanjut sampai detik ini. Seperti dugaan, Petuga Sar melaporkan kemungkinan besar jasadnya hilang terbawa arus laut, tidak ada kepastian korban selamat dari kecelakaan maut ini.
Ino shock setengah mati, begitu pula Gaara. Dapat mereka lihat puing-puing mobil Naruto berserakan disekitar bebatuan. Mobilnya setengah remuk dan basah yang mengartikan sehabis diangkat dari dasar jurang.
"Na...naruto..."
x X x
"LEPASKAN AKU!"
Sasori bersikeras menahan Sakura agar tidak menuruni jurang. Terlalu berbahaya. "Sakura, tenanglah." Beratus-ratus kali ia menenangkan Sakura. Adik sepupunya itu lepas kendali.
Sakura mengamuk dalam pelukan Sasori. "Biarkan aku mencari Naruto. Kalau aku yang terjun kesana dia pasti akan keluar dari lautan itu dengan keadaan baik-baik saja... aku mohon."
Sedikit banyaknya Sasori dapat menghela nafas lega. Amukan Sakura berangsur reda, dan ia sangat mensyukuri hal tersebut. Beberapa jam tadi Sakura menggila sampai tak terkendali.
Di sisi lain, belum lama tiba di tempat kejadian Kushina dibuat pingsan begitu melihat kehancuran terhadap mobil Naruto yang diangkat oleh derek.
Hingga saat ini wanita itu belum sadarkan diri, ada Minato yang menemaninya di tengah terbaring tak sadarkan diri dalam Ambulance .
"Naruto!"
Kushina langsung terduduk buruk. Nafasnya tersengal sehabis melalui mimpi mengerikan. "Kushina..." Ia menoleh ke asal panggilan tersebut, terlihatlah Minato dengan setia berada di sisinya.
Wanita itu menekukan wajah karena tangis yang tertahan. "Minato..." Ia menerjang Suami nya itu dengan pelukan. Menenggelamkan wajah sembabnya di dada bidang tersebut.
Minato tengah mengelus-elus punggung bergetar Kushina. Mereka tidak ada bedanya dalam hal menangis, hanya saja ia begitu pandai menyembunyikan keterpurukan.
Orang tua mana saja pasti menangis bila ada di posisi mereka.
Butuh waktu lama untuk menenangkan keadaan. Beruntungnya kini semua sudah aman terkendali, di mana saat ini Sakura sedang duduk diam dengan kepala bersandar di bahu Kushina, sementara Sasori dan Minato sedang menanti kabar baik dan buruk di tepi jurang.
"Nyonya, minumlah sedikit untuk menenangkan diri." Aoba menyodorkan sebotol air mineral kepada Kushina dan diterima tanpa suara, ketika yang satu lagi diberikan kepada Sakura ia ditolak dalam kebungkaman.
Aoba mengalah. Tidak jadi memberikan air untuk Sakura, cukup ia letakan didekatnya saja lalu pergi.
"Sakura-Chan sayang, minumlah sedikit nak." Kushina menyodorkan bibir botol di depan mulut Sakura.
"Aku tidak mau." Sakura mendorong tangan Kushina. Menjauhkan bibir botol darinya dengan mata setia terbuka, jarang sekali mengerjap.
Sasuke meninggalkan mobil untuk memeriksa keadaan di tepi jalan ini. Terdapat garis polisi di depan mobilnya terhenti. Ia berlari menghampiri salah satu polisi yang bertugas untuk bertanya.
"Maaf Pak." Polisi tersebut berbalik kebelakang saat bahunya ditepuk. Sasuke tersenyum sumringah. "Apa yang terjadi di sini? Kenapa ada banyak polisi?"
"Seorang pengusaha mengalami kecelakaan di tempat ini."
"Pengusaha?"
Polisi tersebut mengangguk. "Naruto Namikaze."
"!" Sasuke terkejut. Setahunya Naruto Namikaze klien perusahaan mereka, dan hari ini ada rapat untuk kelangsungan kerja sama mereka. Itulah mengapa ia datang ke kantor, tak lain tak bukan untuk menghadiri rapat bersama Namikaze corp.
"Kapan kejadiannya?"
"Malam sekitar pukul sembilan lewat beberapa menit." Jelas Polisi tersebut sama persis dengan kabar yang di dengar dari saksi mata.
Ada banyak saksi mata yang melihat kecelakaan tragis semalam.
Sebelum pergi Sasuke sempat mengedarkan pandangan ke depan sana, hanya terlihat punggung ramping seorang wanita dengan rambut berwarna merah marun, disebelahnya juga wanita tapi rambutnya tidak dapat dilihat karena terbungkus hoodie mantel. Di sini dingin, angin juga berhembus kencang.
Tubuh orang yang mengenakan mantel itu terlihat mungil layaknya wanita, maka sudah pasti orang bertudung biru tersebut seorang wanita juga.
Sasuke mengambil langkah. Ia ingin memberi kabar ini kepada klien lainnya untuk tidak menghadiri rapat hari ini, karena pastinya mereka belum tahu apa-apa soal musibah yang menimpa Naruto Namikaze.
Uchiha muda tersebut melesat bersama mobil silver miliknya setelah memutar arah dan mengambil jalur berlawanan dari tempat kejadian kecelakaan.
"Sedikit saja sayang." Kushina belum berhenti memaksa Sakura.
Perempuan berwajah sembab itu akhirnya berhenti menolak. Dengan agak terpaksa ia menerima bibir botol lalu meneguk isinya, mungkin hanya setetes setelah itu ia dorong tangan Kushina tanpa menggunakan kekasaran.
Sakura terlalu lama menangis dan berteriak, maka dari itu Kushina terus memaksanya sampai sudi menelan cairan jernih tersebut guna membasahi tenggorokan serta mendinginkan tubuh.
Saat ini mereka sama terpukulnya, tetapi Sakura yang terlihat paling parah. Hingga detik ini tangisnya tak kunjung berhenti. Memang tidak melolong-lolong seperti tadi, cukup menangis senyap dan hanya meneteskan setiap bulir air mata.
Glek.
Baru sekali meneguk, cepat-cepat Sakura membekap mulut ketika sesuatu dari dalam tubuhnya bergejolak. Matanya melebar, ia kemudian mengambil langkah dengan meninggalkan Kushina.
"Sakura-Chan!"
Wanita gulali itu berjongkok di tepian batu, tengah memuntahkan cairan yang memaksa keluar. Kushina mengikutinya tanpa lelah, dan kini sedang mengelus-elus punggungnya dengan begitu lembut.
Sekian lama Sakura tak pernah lagi merasakan sentuhan dari seorang Ibu. Terakhir sewaktu ia masih sangat kecil, bahkan mengingat usiapun tak mampu.
"Sakura-Chan, kau kenapa sa—"
"Huekkk."
Lagi dan lagi Sakura muntah tanpa mengeluarkan apa-apa, melihat itu membuat Kushina tersadar akan satu hal.
"Ka...kau..." Wanita itu sangat terkejut. "Hamil!?"
"INO, BERHENTI!"
Wanita blonde itu berlari menyusuri tepian tebing dan menghiraukan panggilan lantang Gaara. Ia terus menangis sejak mendengar kabar soal Naruto.
Kehebohan yang terjadi di sana sukses menarik perhatian Kushina, begitu pula Sakura. Keduanya sedang menyaksikan keributan Ino Yamanaka bersama-sama.
"Ino sudah kembali ke Konoha?" Kushina mengenal perempuan itu. Dia dulunya seorang gadis cantik yang begitu mencintai Naruto, kalau datang ke rumah tujuannya tak lain lagi ingin bertemu dengan Naruto.
Mau tak mau Gaara terpaksa menggunakan sedikit kekerasan. Menarik lengan Ino dengan kasar dan keras, kemudian ia seret paksa menjauh dari tepian tebing. Hanya dirinya yang bisa menghentikan kegilaan Ino, sementara para polisi kewalahan setengah mati.
Wajar kewalahan mengingat betapa liarnya Ino ketika mengamuk. Tak peduli dengan polisi, ia asal mencakar dan menendang siapa saja yang mengalangi jalannya.
Ino tak berkutik lagi ketika Gaara turun tangan. Hanya mampu menatap wajah tampan pria itu dalam diam namun tentunya dengan air mata yang merembesi pipi.
"Gaara... Naruto..." Tidak ada lagi nada angkuh yang membuat Gaara muak ketika mendengar kata-kata Ino. Suara wanita itu terdengar rapuh dan tak berdaya.
Gerph.
Gaara tak punya pilihan. Ia tidak mampu melihat kesedihan yang begitu mendalam di dalam keindahan mata biru milik Ino, maka ia menarik wanita itu dan mendekapnya. Ia peluk dengan penuh rasa cinta.
"Naruto pasti akan baik-baik saja." Lelaki itu mencoba menghibur dengan mengatakan hal tersebut. Ino tak menjawab, terus menangis sambil mencengkeram kuat kemeja merah bata yang berbalut di tubuh tegapnya.
Mereka meninggalkan Shion di mobil, untungnya balita mungil tersebut sedang tertidur pulas di dalam dengan jendela terbuka. Ada beberapa polisi yang mengawasi.
x X x
Remote TV terlempar secara kasar di meja, si pelaku segera menghempas punggung di sofa lalu duduk manis di sana sembari memampangkan seringai keji di wajah.
"Akhirnya kau mati juga, Naruto Namikaze."
Hiashi merasakan kebahagaiaan yang berlipat ganda. Sungguh, baginya ini kabar yang sangat mengembirakan untuk seluruh dunia. Seorang direktur muda tewas mengenaskan dan meninggalkan semua aset-aset perusahaan, termasuk posisi.
Tragis, tapi menyenangkan. Hiashi tertawa seperti iblis.
Tok tok tok.
Rambut panjang Hiashi bergoyang lembut saat kepalanya menoleh ke arah pintu. "Masuk." Tak lama setelah menyahut, orang di luar sana membuka pintu. "Oh, kau rupanya." Rersponsnya dingin. Kedatangan orang itu mengangggu tawa nikmatnya.
Kakuzu menutup kembali pintu ruangan milik Hiashi Hyuga. "Kau puas?" Untuk orang tamak seperti mereka pantas dipanggil kasar, bila perlu menggunakan nama hewan. Cocok sekali.
Hiashi menompang kaki di tas kaki. "Kau luar biasa." Ia memberi pujian kepada Kakuzu dengan tepuk tangan meriah, layaknya memberi pujian kepada hewan-hewan sirkus yang pintar beratraksi.
Plok plok plok.
Kakuzu tersenyum dingin. "Kekanakan." Pikirnya.
"Sekarang apa lagi maumu?"
"..."
Hiashi menunggu mulut tertutup makser itu membuka suara.
"..." Kakuzu menatap datar wajah Hyuga di hadapannya lalu berkata. "Uang." Inilah yang ia inginkan.
"Aku sudah memberi semua upahmu, sekarang uang apa lagi yang kau inginkan?" Hiashi tampak marah. Wajah cerah berserinya tadi lenyap begitu saja.
Kedua mata Kakuzu menyipit, pertanda seringai licik sedang terkukir dibalik masker ketat tersebut. "Uang untuk tutup mulut." Terlihat tidak profesional, namun ia terlanjur muak kepada Hiashi Hyuga. Rewel dan buru-buru, maka inilah pembalasan darinya.
Seorang Kakuzu benci didesak, dan Hiashi telah melakukan kesalahan besar karena ketidaksabarannya sebagai pelanggan.
x X x
"Ah, Gaara-kun." Inochi berseru girang menyambut kedatangan Gaara ke rumahnya. "Silahkan masuk sayang." Ia meraih tangan pria itu lalu menariknya dan mengajaknya masuk ke dalam rumah.
Gaara mengikuti tuntunan Ibu dari Ino Yamanaka dalam diam, hanya saja matanya terus mengamati punggung ramping tersebut. Setelah dua hari tidak menetap di rumah, baru sekarang wanita itu ada. Tak sia-sia ia menunggu selama dua hari di tengah genting-gentingnya keadaan.
"Bibi."
"Silahkan duduk sayang." Panggilan Gaara tidak disahut, mungkin karena tidak dengar. "...sebentar ya sayang, Bibi mau ambilkan minuman kesukaanmu dulu."
Cola adalah kesukaaan Gaara, namun keadaan terlalu mendesak sehingga dipikiran Gaara hanya ada Ino. Mengenai Ino, saat ini wanita itu sedang berada di lokasi Naruto kecelakaan. Sudah dua hari dia tak pulang.
"Tidakk usah repot-repot Bi." Gaara menggapai tangan Inochi, kalau tidak begitu dia pasti nekat ke dapur. "Kedatanganku kesini untuk bertanya sesuatu."
"Apa itu?"
"Siapa Shion?"
Gaara datang untuk mencari tahu tentang Shion Yamanaka, seorang balita tak berdosa yang menjadi senjata Ino untuk memiliki Naruto.TO BE CONTINUE...