Pembuktian

2.3K 139 1
                                    

"Shion Namikaze. Putrimu... buah hati kita, Naruto." Penjelasan Ino seperti petir yang menggelegar di tengah teriknya matahari.
Mata Sakura membulat sempurna, begitu pula dengan Naruto.
Drama murahan macam apa lagi ini?
Ino menyentuh pipi Naruto lalu ia samakan dengan Shion. "Lihatlah, kalian sangat mirip."
Melihat mereka berdua membuat Sakura menggigit bibir. Hatinya ngilu setelah tahu yang terjadi, kenyataan pahit dalam hidup saat tahu Naruto sudah memiliki darah daging dari wanita lain yang bukan dirinya.
"Jangan mengada-ngada!" Amarah Naruto tersulut karena perbuatan Ino. "Kau pembohong Ino!" Ia tahu ini tidak nyata. Ini cerita karangan yang sengaja di buat-buat.
Ino menatap Sakura. "Kau bisa menilainya sendiri. Anak ini darah daging Naruto, kesamaan mereka cukup membuktikan." Ia memperlihatkan pahatan wajah mereka.
"Tidak Sakura, jangan dengarkan dia!" Suara keras Naruto membuat balita dalam gendongannya menangis. Ia tersentak karena tangisan tersebut.
"Papa..." Balita dengan mahkota pirang pucat itu mengucurkan air mata. "...au Papa." Pintanya sambil meraung. Sang Papa yang di inginkan olehnya.
"Katakan padaku, siapa Ayah nya!?"
Ino menuding dada Naruto dengan telunjuk. "Kaulah Ayah nya!" Ia bersikeras dan dengan terpaksa menerima Shion ketika dikembalikan.
"BOHONG!"
"Tidak!"
Sakura mengepalkan tangan erat-erat. Matanya terkatup rapat, kemudian menarik nafas panjang. Dapat dirasakan olehnya detak jantungnya tengah berdentum-dentum keras.
"Bukan Naruto Ayah nya!"
DEG.
DEG.
DEG.
Seperti berpacu. Dada Sakura terasa sesak. Ia merintih dalam diam, menyembunyikan rasa sakit dari siapapun termasuk Naruto.
"Tidak Ino!" Naruto angkat tangan. "Jangan berikan Bayi itu padaku lagi. Dia bukan anakku!" Ia menolak keras begitu Ino menyodorkan Shion kepadanya. Memberi kesempatan untuk menggendong, sedangkan dirinya sangat tidak menginginkan Bayi pirang tersebut.
"Apa yang kau takutkan hah?" Ino menatap Naruto dengan mata lebar. Memberi sorot tajam. "Dia anakmu. Putri kecilmu. Darah dagingmu. Apa kau tega menelantarkan anak ini? Dimana letak hati nuranimu. Kasihanlah kepadanya! TERIMA KENYATAAN KALAU DULU KAU PERNAH MENIDURIKU."
"TUTUP MULUTMU INO!"
Teriakan keras Naruto membuat Sakura tersentak. Sungguh, ia tak pernah tahu Naruto akan semengerikan itu ketika marah. Matanya begitu tajam dan menusuk, jika ada diposisi Ino ia tak kan punya nyali menghadapi Naruto.
Ino merengkuh Shion. Bayi nya bergetar ketakutan. Naruto benar-benar marah, ia sampai meneguk ludah dibuatnya.
Naruto menunduk lalu tangannya terkepal erat. Ia memejamkan mata rapat-rapat, mengatupkan rahang kokohnya sehingga menghasilkan suara gemertak mengerikan. "Sial!" Bibirnya meloloskan satu makian. Ia benci dengan situasi ini. Disaat mencapai titik kebahagiaan tiba-tiba malapetaka datang dan menggagalkan kebahagiaan tersebut.
Sakura mendekati Naruto takut-takut, lalu memberanikan diri menyentuh tangan lelaki itu. "Na-naruto..." Panggilnya dengan suara bergetar. Ia sangat takut.
Sentuhan lembut Sakura membuat Naruto meringis. Amarah yang menguasai dirinya tadi lenyap seperti debu dihembus angin kencang. Hatinya melembut secara perlahan.
Brukh.
Kedua perempuan itu melebarkan mata mereka. Suara hempasan tadi terdengar ketika Naruto menjatuhkan lutut dihadapan Sakura. Bersujud di kaki Istri nya.
"Kumohon Sakura..." Suara tegas Naruto terdengar lemah karena bergetar. "Percayalah kepadaku." Pintanya sangat memohon. Ia tak ingin kehilangan Sakura.
Ino menggeram. "Sampai segitunya... sampai segitunya kau memohon demi wanita seperti dia, Naruto." Tak habis pikir olehnya Naruto sampai rela bersujud di kaki Sakura demi sebuah kepercayaan. Padahal memohon bukan gaya hidupnya, apalagi mengemis.
Sakura segera berjongkok dihadapan Naruto. Menangkup wajah tampan Suami nya lalu membawa tatapan rapuh tersebut padanya.
"Jangan pernah mengulangi ini lagi... kau tak layak menyembah siapapun kecuali Tuhan." Sakura mengusap pipi Naruto sambil tersenyum. "Tanpa melakukan ini aku sudah percaya kepadamu. Aku sangat percaya kepadamu, Suamiku." Imbuhnya, setelah itu menarik kepala Naruto untuk ia sandarkan di dadanya. Memberi pelukan penenang.
Naruto memeluk Sakura sangat erat. "Terimakasih." Jemari kokohnya mencengkeram baju belakang wanita itu. Memberi jejak berupa remasan disana.
"Hanya ini yang bisa aku lakukan untuk mengungkapkan semua kebenaran."
Sakura menatap Ino, dan Naruto sendiri masih bersandar lemah dalam pelukannya.
"...tes DNA." Mata Naruto membulat sempurna.
Ino tersenyum sinis. Ia berambisi ingin mendapatkan bukti kuat untuk menyatakan bahwa Shion darah daging Naruto.
Dunia yang menanggung sakit hati para wanita.
x X x
Hening. Keadaan yang melanda mereka. Ino duduk paling jauh disudut kursi tunggu, sementara Naruto tengah bersama Sakura. Tak sedikitpun memberi kesempatan untuk memebaskan tangan wanitanya dari genggaman eratnya.
Cinta memang gila. Naruto menggila karena cinta. Ketakutan selalu menghantui setiap saat setelah terjadinya masalah ini.
Sungguh sial. Harusnya Ino tidak kembali lagi ke Konoha, bila perlu tak kembali untuk selamanya. Semisal mati kecelakaan dengan jatuhnya pesawat yang ditumpangi.
Seringai Naruto tercipta. Senang juga membayangkan hal buruk itu benar-benar terjadi kepada Ino. Ah, seandainya.
"Selanjutnya, Ino Yamanaka."
Panggilan dari dalam menyadarkan Naruto dari pikiran jahatnya. Ia bangun dari lamun lalu mengamati Ino yang kini melalui mereka untuk masuk. Shion masih setia dalam gendongannya.
Sakura menatap Naruto tanpa disadari olehnya. Ia tersenyum miris melihat wajah tampan Suami nya tidak memancarkan aura bahagia seperti hari sebelumnya. Padahal sedikit lagi kehidupan mereka akan sempurna, tapi ada saja kegagalan.
Wanita itu menghela nafas pelan. "Anata..." Ia menjadikan lengan kokoh Naruto tempat sandaran kepala. "Aku sangat mencintaimu sayang." Ucapnya dengan halus.
Naruto tersenyum. Sebuah keberuntungan terbesar baginya karena Sakura memberi kepercayaan sepenuh hati. Ia beruntung memilik perempuan unik itu.
Unik dengan rambutnya yang senada dengan bunga musim semi. Julukan Peri Bunga Sakura sangat cocok untuknya.
Ceklek.
Belum lama masuk, kini Ino sudah keluar dengan wajah tak berekspresi. "Besok kita disuruh kembali lagi kesini untuk mengambil hasil test." Katanya menjelaskan kepada Naruto.
"..." Tampaknya Naruto tidak sudi menyahut.
"Baiklah, besok kita akan kesini lagi." Akhirnya Sakura membuka suara. Suami nya sedang dalam masa muak-muaknya kepada Ino, sudah pasti sangat jijik dan enggan meladeni wanita itu.
"..." Ino menatap wajah Naruto lekat-lekat, sebelum berkata. "Baiklah." Dan setelah itu ia putuskan pergi. Ingin pulang ke rumah dan menidurkan Shion. Kasihan Bayi nya setelah sepagian ini dipaksa melototkan mata dan menyaksikan pertengkeran hebat. Shion masih terlalu kecil untuk menyaksikan semua yang terjadi hari ini.
Bayi tak berdosa menjadi korban atas keegoisan manusia seperti mereka. Si keras kepala dan si pemaksa.
Setelah berlalunya Ino barulah Sakura berdiri. "Kita pulang, sayang?" Berjam-jam mereka mengantri di ruang tunggu, pastinya melelahkan duduk anteng lama-lama.
Naruto mengatupkan mata sejenak. Akhirnya wanita itu enyah juga. Ia beranjak lalu merangkul pinggul Sakura, dan mengajaknya keluar dari gedung Rumah Sakit tanpa suara.
Mereka sama lelahnya.
x X x
Keadaan mereka menjadi suram usai datangnya malapetaka yang dibawa oleh Ino. Sakura duduk di tepi ranjang dengan senyap, sementara Naruto sedang sibuk mengurus diri di tempat lain. Mandi yang berarti sedang berada di dalam kamar khusus.
Sakura termenung lama. Terjadinya sejak Naruto pamit untuk mandi, begitu sendirian mendadak pikirannya kosong. Hatinya terasa hampa.
"Aku takut..."
Wanita itu pikir cobaan mereka terlalu berat. Serasa tidak sanggup menghadapi ujian ini. Sangat menyakitkan.
"Tuhan... tolong selamatkan Suamiku dari tanggung jawab besar."
Kelopak berbulu mata lentik itu menutup, dalam hati tak berhenti berdo'a dan memohon kepada sang penguasa. Rahangnya terkatup begitu rapat, saling mempertemukan gigi atas dan bawah.
"Pasti bukan Naruto... pasti bukan."
Jemari Sakura mencengkeram erat sprai tilam.
Ceklek!
Mata Sakura langsung terbuka. Suara pintu mengejutkan dirinya, lalu cepat-cepat ia bersikap seperti biasa dengan berpura-pura tersenyum menyambut kedatangan Naruto.
"Sudah selesai ya..." Sakura berdiri.
"Hm." Naruto duduk di tepi ranjang. Handuk kecil ia gunakan untuk mengeringkan rambut.
Sakura membuka lemari, lantas ia tutup kembali setelah mengambilkan piyama untuk Naruto. Ia memberikan busana tersebut dengan bibir terkunci rapat, melihat sikap diamnya membuat sang Suami bersedih.
Tep!
Sakura menatap tangannya yang dicekal oleh Naruto. "Bersenang-senanglah denganku." Ketika mengalihkan tatapan ke wajah, ia mendapati lengkungan tinggi di bibir Naruto. "Lupakan sejenak masalah kita... bisa 'kah?"
Pria itu memohon lagi?
"..." Sakura tidak bimbang, hanya saja tidak mengerti dengan perasaan sendiri. Ia bahagia di tengah-tengah masalah besar? Apakah tidak keterlaluan? Ia pikir tidak setelah melihat kedipan genit dari mata sipit dihadapannya.
Ah, sudah malam ya. Tidak terasa waktu cepat sekali berganti.
Pada akhirnya Sakura kalah, sambil tertawa ia menerjang Naruto. Menjatuhkan Suami nya diatas tempat tidur, sementara ia mendindih tubuh kokoh tersebut dari atas.
Mereka tertawa bersama. Seolah tak menanggung apa-apa, padahal yang sebenarnya masalah serius sedang menanti keduanya di hari esok. Masalah yang akan menghancurkan semuanya.
Naruto menarik salah satu bantal, dan ia gunakan untuk menyandarkan tengkuk. "Teruslah tersenyum seperti ini. Aku suka melihat senyum manismu." Ia mengelus lembut sudut bibir Sakura.
"Kau sendiri pelit senyum, enak saja menyuruhku selalu tersenyum." Bibir Sakura manyun. Naruto terkekeh. "Supaya adil sebaiknya kita sama-sama saling tersenyum, tapi kau jangan pernah tersenyum kepada wanita lain kalau bukan aku."
"Kau juga tidak boleh tersenyum kepada laki-laki lain. Senyumnya cukup kepadaku saja."
Sakura mengangguk setuju. "Deal?" Ia mengacungkan kelingking.
Naruto mengaitkan kelingking mereka. "Deal, sayang." Jawabnya lalu tersenyum. Senyuman paling beda yang baru pertama ia perlihatkan, karena ia sendiri tidak sadar bisa tersenyum seperti saat ini.
Senyum Naruto membuat Sakura tertegun. Lama menatap goresan tinggi tersebut, dan ketika sadar ia merona hebat dibuat olehnya. Segera saja ia menenggelamkan wajah terbakarnya dibalik dada telanjang Naruto. Tempat itu hangat dan beraroma mint menyegarkan.
Naruto menarik kembali senyumnya tadi. "Kenapa? Senyumku terlihat menyeramkan ya?" Wajahnya polos sekali.
Sakura mengintip Naruto melalui lirikan. Ia tak menjawab pakai kata, cukup menggelengkan kepala. Tak mampu berkata apa-apa lagi karena senyuman maut tadi.
Senyum yang membuat wajah Naruto berseri. Sungguh sangat tampan, Sakura sampai ketakutan untuk melepasnya keluar.
Tentu saja Naruto bisa tersenyum setulus hati.
x X x
Sakura tidak bisa tidur sejak berakhirnya pergaulan mereka. Sampai dini matanya masih setia terjaga, sedangkan Naruto sudah terlelap dari tengah malam tadi. Tidurnya pasti nyenyak sampai mendengkur seperti itu.
Tidak ada hal lucu, membahagiakan atau menyenangkan. Setelah menyelesaikan kegiatan memuaskan, masalah yang baru mereka hadapi kembali menghantui Sakura. Alasan yang menahannya terjaga sampai dini.
Kalau teringat soal anak, Sakura selalu dibuat sedih. Naruto ingin mendapatkan Bayi dari hasil kandungannya, justru berakhir dengan keinginan lain yang tak sesuai harapan.
Naruto sudah punya anak bernama Shion Namikaze. Putri kecil yang dihasilkan dari dalam rahim Ino setelah di tanam. Entah sebanyak apa yang diperlukan sampai sukses membuahkan hasil walau cuma bermain satu kali.
Sakura iri kepada Ino. Rahimnya subur, tanpa diinginkan telah memberikan malaikat kecil yang selama ini Naruto rengekan kepadanya. Kenyataan yang begitu menyakitkan.
Perempuan itu menggigit bibir. Dirinya tidak mampu lagi bertahan, terlampau sakit hingga ia menangis tanpa suara. Terisak dengan bahu bergetar, hanya nafas tersengalnya yang bisa di dengar.
Takut Naruto terbangun, maka Sakura segera membalik badan. Membelakangi Suami nya lalu menangis disana. Membekap mulut pakai punggung tangan, dan terisak kecil yang mengganggu suara pernafasannya.
Nafas saja sudah cukup membangunkan Naruto. Membukakan kelopak mata tersebut lalu memperlihatkan sepasang iris shappire miliknya.
Baru saja terbangun, isak pelan membuat kedua mata sipit Naruto melebar. Kepala pirangnya menoleh ke tempat sang Istri berada, dan ia tersuguhi dengan pandangan yang mengiris hati.
Istri Naruto Namikaze menangis?
Punggung ramping itu bergetar. Suara nafasnya terputus-putus. Naruto menatap sedih tubuh belakang Istri nya itu. Pasti gara-gara masalah Ino.
Tangis Sakura terhenti sejenak. Naruto terbangun lalu mendekapnya hangat. Ia terpaku sesaat, tapi kemudian melanjutkan kembali tangisnya tadi. Kali ini ia biarkan mengeluarkan suara.
"Hiks. Hiks."
Dada bidang Naruto melekat rapat dipunggung telanjang Sakura. Ia menggenggam tangan Istri nya, menempatkan bibir di bahu bergetar itu lalu memejamkan mata serapat mungkin. Turut menangis bersama Istri nya dalam diam.
Malam indah mereka berakhir cepat. Kesumaran kembali menyelimuti keluarga kecil Sakura. Kesedihan mereka berlarut karena perbuatan seseorang yang tak bertanggung jawab.
Sungguh sial. Seharusnya Ino Yamanaka tidak kembali dan merusak segalanya. Tinggal sedikit lagi semuanya akan sempurna, terlebih akhir-akhir ini Sakura kerap pusing, tidak enak badan, cepat lelah dan terkadang merasa mual. Itu pertanda baik, tapi sialnya dikacaukan oleh orang.
Ternyata begini sakitnya bila melihat orang terkasih di lukai. Sejak bersama Sakura berbagai macam perasaan sering kali Naruto terima, entah itu bahagia atau sedih.
"A-aku takut..."
Akhirnya Sakura mengeluarkan kalimat yang ingin sekali Naruto dengar agar tahu permasalahan yang membuat Istri nya menangis dalam kesendirian.
"Bagaimana kal—"
"Sstthh..." Naruto menghentikan perkataan Sakura. Ia tidak akan kuat mendengarnya. "Percayalah sayang. Semua akan baik-baik saja, masalah ini akan berakhir dengan kebahagiaan kita berdua. Mungkin beberapa orang lagi bersama anak-anak kita." Ia tersenyum kecil lalu mencium pipi Sakura dengan waktu lama. Ia sangat berharap rahim Sakura sudah berisi.
Perempuan itu mengusap air mata, setelah itu berbalik hingga kembali berhadapan dengan Naruto. Bertatap mata satu sama lain.
"...aku sangat mencintaimu sayang." Sakura tersenyum lirih. Ia bergerak untuk membenarkan posisi, begitu mendapatkan posisi yang nyaman maka ia pergunakan seapik mungkin.
Sakura mencoba terlelap dalam dekapan hangat Naruto. Ia tak lagi memerlukan bantal karena sudah ada lengan kokoh Naruto yang menampung kepala gulalinya.
Selamat tidur. Selama memulai kehidupan baru di hari esok.
x X x
Mereka tepat janji. Datang lagi ke Rumah Sakit sesuai perjanjian kemarin, dan kini tengah menunggu hasil test dengan jantung berdegup-degup.
Sakura kelihatan resah. Duduknya tidak bisa tenang— berbeda sekali dengan Ino yang tampak santai, dan lagi-lagi Shion di bawa dalam gendongannya. Naruto juga gelisah seperti Sakura, hanya saja ia mampu menyembunyikan keresahan melalui sikap tenang.
"Ino pembohong... Ino pembohong..."
Batin Naruto berusaha meyakinkan diri sendiri. Hasil test nya pasti negative. Shion bukan darah dagingnya, mungkin saja darah daging pacar bule Ino di Amerika.
Naruto tidak tahu entah Ino single sepanjang tahun atau punya pasangan hidup. Intinya ia tak mau tahu dan tidak ingin tahu!
Seseorang membuka pintu lab, memunculkan seorang Dokter berjubah putih membawa surat di tangan. Itulah hasil test DNA untuk Shion Yamanaka.
Naruto sangat bernafsu. Langsung ia rampas amplop dari tangan Dokter, lalu merobek-robek pelindung kertas di dalam amplop tersebut. Semakin gencar ia menghabisi amplop tersebut, jantungnya semakin kencang pula berdegup.
Apa bedanya dengan Sakura. Mereka sama takutnya. Kali ini Naruto tidak bisa mengatasi rasa takut dalam hati Sakura, malahan dirinya juga takut. Mereka sama ketakutannya.
Aquamarine milik Ino terus menatap wajah Naruto. Pucat dan berkeringat. Ia tersenyum miris melihatnya. Bagaimanapun bentuk dan ekspresi wajahnya, dia tetap nampak tampan dengan face maskulin.
Naruto terlalu sempurna untuk Sakura. Pikir Ino begitu. Sakura tidak pantas menjadi pendamping setia Naruto, dirinyalah yang paling layak diantara puluhan juta ribu kaum hawa yang menempati bumi.
Srak!
Srak!
Srak!
Sudah terbuka habis setelah dicabik-cabik. Secepatnya Naruto mengeluarkan kertas berlipat di dalam sana, lalu ia buka dengan cara kasar dan cepat.
Naruto terpaku di tempatnya. Mematung usai membaca satu kalimat pendek di kertas putih tersebut.
Positive /Negative

TO BE CONTINUE...

Day by Day by Hikari Cherry Blossom24Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang