Positive /Negative
Hasilnya positive . Shion darah daging Naruto. Sakura membekap mulut tak percaya. Matanya yang membulat lebar bergetar karena shock. Lututnya lemas, dan iapun jatuh tak berdaya.
Brukh.
Kepala Naruto menoleh cepat, seketika ia terkejut mendapati Sakura terduduk di lantai kotor. Masih menggenggam kertas di tangan, ia segera melipat bagian lutut. Berjongkok dihadapan Sakura dan meraih tangannya yang terkulai lemah.
Sakura enggan menatap Naruto. Kepala pink nya menunduk dalam-dalam, tengah menangisi nasib naas yang menimpanya. Kenyataan ini terlalu menyakitkan. Ia ingin mati saja.
Lemahnya Sakura membuat Naruto menggeram. Ia masih tak percaya. Pasti ada sebuah kebohongan dibalik hasil Positive .
Dokter bergender laki-laki itu tersentak. Naruto berdiri sangat cepat tadi, kemudian langsung menyerangnya dengan membabibuta. Mencengkeram kerah kemejanya dengan kekuatan penuh.
"Katakan padaku!" Suara marah Naruto membuat bulu kuduk berdiri siapapun yang mendengarnya. "Kau pasti melakukan kecurangan. IYA KAN!"
"Ti-tidak." Shii bergetar. Ia tak pernah tahu ada seorang manusia biasa yang mempunyai tatapan mematikan seperti ujung tombak. Detak jantungnya melemah. Nyaris mati!
Disisi lain, saat sepasang Suami dan Istri sedang dilanda kehancuran, seseorang yang tak bertanggung jawab tengah menyeringai. Seringai puas yang menandakan kemenenangan.
Mereka kalah. Ino Yamanaka pemenangnya.
"Brengsek kau!" Tangan Naruto sudah melayang. Nyaris saja kepalan tinjunya menghantam wajah pucat Shii, seruan angkuh menghentikan aksi brutalnya.
"Terima kenyataan ini, Naruto."
Sakura yang awalnya menunduk kini telah mendapat kekuatan untuk menggerakan kepalanya kembali. Menatap Ino yang baru saja berkata. Mereka sama-sama terdiam.
"Shion anakmu... anak kita berdua."
Kata-kata yang Ino lontarkan tajam sekali. Lagi-lagi menyayat hati Sakura, makin menambah lebarkan luka yang sejak kemarin ternganga. Tidak ada tempat untuk mengadu.
Cengkraman Naruto lepas. Shii bebas. Kini kepala pirang Naruto tertunduk dalam-dalam. Sedang mencoba menerima kenyataan, tapi begitu sulit mengikhlaskan hati.
Tangan Sakura terkepal. Ini menyakitkan. Ia berdiri dengan cepat, ketika pendapat seruan dari Naruto tidak ia indahkan. Berlari begitu saja meninggalkan ruan lab. Lebih tepatnya lari dari kenyataan.
Sakura ingin mati. Mungkin dengan cara bunuh diri.
Ino tersenyum sinis. "Kau menanggung semua penderitaanku, Sakura." Katanya dengan suara pelan seusai perginya Naruto untuk mengejar Sakura.
Shii menatap Ino, saat mendapat balasan ia lekas menundukan kepala. Tidak berani bertemu kontak dengan iris aquamarine tersebut.
"Sakura, aku mohon sayang."
Wanita itu berlarinya cepat sekali. Naruto tak diberi kesempatan untuk menggapainya. Ia kewalahan setengah mati menandingi kelajuan lari Sakura.
Hanya satu tujuan Sakura saat ini.
MATI!
Lagi-lagi Naruto melebarkan mata. Sakura berlari menuju jembatan gantung, melihat itu ia tidak tinggal diam dan menambah tempo kecepatan. Berlari mengejar Sakura melebihi kemampuan.
"SAKURA, BERHENTI!"
Wanita itu sudah memanjati tiang jembatan untuk bersiap melompat, namun untungnya Naruto sempat menghentikan kenekatan Sakura. Dengan terpaksa ia menarik sling bag Istri nya sampai putus, karena tarikan itu pula tekat Sakura berhasil digagalkan.
Mereka terjatuh ke arah yang berlawanan. Punggung lebar Naruto terhempas kuat di atas jembatan sepi ini, menambah beban berat ketika Sakura berada di atas tubuhnya.
BRUKH!
Tidak sakit. Sungguh, Naruto tak merasakan apa-apa meski punggungnya terbentur dengan keras di permukaan semen kasar. Mendarat saja ia sudah bersyukur, yang pasti Sakura tidak jadi terjun bebas ke dasar jurang. Terlalu mengerikan.
Sakura menutup mata dengan lengan. Menangis hingga tersedu-sedu ditengah menimpa tubuh kekar Suami nya. "Hiks. Biarkan a-aku menyusul Ayah da-dan Ibu, hiks hiks." Ia terisak parah dan meracau tak menentu. Bodoh.
Naruto bangun, duduk lalu mendekap Sakura seerat mungkin dari belakang. Mengatakan melalui pelukan bahwa ia tidak ingin ditinggal pergi. Ia sangat mencintai Istri nya. Ia tak bisa berpisah dari Istri nya.
Sakura tujuan hidup Naruto.
x X x
FLASHBACK
Setelah bersusah payah membopong Naruto yang sempoyongan, akhirnya Gaara berhasil menuntun sang sahabat masuk ke dalam mobil. Ia menghela nafas lega.
Naruto telah berada di dalam mobil, tapi Gaara tidak bisa langsung menyusul dikarenakan ia harus kembali ke Bar untuk mengambil dompet Naruto yang ketinggalan. Kalau isinya cuma uang ia tak kan kembali ke sana, masalahnya indentitas lengkap Naruto Namikaze ada di dalam dompet tersebut.
Perlu mencarinya dulu, hingga akhirnya jade pucat milik Gaara berhasil menemukan dompet kulit milik Naruto di bawah kursi. Ia berjongkok, tapi sialnya baru hendak meraih dompet tersebut seseorang tanpa sengaja menyepaknya sampai terseret ke bawah meja.
Gaara mendesah gusar. Mau tak mau ia tiarap, merayap lalu memasukan setengah badan bagian atas guna mendapatkan dompet bermerk tersebut. Sulit juga, untunglah berhasil digapai.
Demi menyelamatkan sebuah dompet Gaara rela rela saja ditendang bak bola. Kesal memang, tapi ia hanya bersabar. Toh, mereka tidak sengaja, terlebih keadaan Bar terlalu ramai dan padat sampai-sampai menyempiti ruangan.
Gaara kembali berdiri setelah mendapatkan dompet Naruto. Menghela nafas puas, ia lalu memutuskan pergi. Ia ingin pulang dan membawa Naruto yang sedang tak sadarkan diri.
Naruto suka mabuk. Pengusaha bodoh.
Ketika Gaara sampai di halaman parkir, mata hitamnya dibuat melotot. Tatapannya begitu horror saat tidak lagi mendapati mobil Naruto di tempat ini.
"Sial!"
Ada yang mencuri Naruto, bukan mobilnya.
Dalam perjalanan seringai penuh kemenangan setia melukis paras cantik Ino Yamanaka. Ia menyetir mobil sedan berbody mantap ini dengan kecepatan di atas rata-rata, bersama Naruto yang tengah bersandar tak berdaya dibahunya.
Menyenangkan sekali saat berhasil mencuri Naruto dari tangan Gaara. Suatu kebanggaan yang patut diacungi dua jempol.
Tujuan Ino menculik Naruto untuk mengajaknya bersenang-senang. Semacam menginap di Hotel, bermain kuda-kudaan tanpa busana. Ia tersipu sendiri membayangkan hal-hal kotor tersebut.
Nyatanya memang begitu. Ino telah menyediakan tempat khusus nan mewah, bertujuan untuk mengajak Naruto menginap di kamar tersebut. Kamar yang saat ini sedang dituju oleh Ino ditengah kerepotan membantu Naruto berjalan.
"Hik."
Cepat-cepat Naruto menutup mulut. Cegukan memalukan.
Ino tertawa. "Masih saja menjaga gengsi ya." Katanya lalu memutar gagang pintu sampai terbuka, dan memperlihatkan ruangan mewah di dalam sana dengan adanya perabotan lengkap.
Wajah Naruto bertekuk. Kepalanya pusing, semakin pusing lagi saat dengan nakalnya Ino menjatuhkan tubuh tak berdayanya di tempat tidur. Ia pasrah mau diapakan saja.
Ino tidak lupa mengunci pintu. Mengamankan keadaan di dalam, setelah itu ia mendekati Naruto di atas kasur dan berdiri dihadapan Naruto yang kini telah duduk di sana.
"Ino..." Naruto bisa mengenali gadis cantik dihadapannya. "Di mana Gaara?" Tanyanya masih setengah sadar.
"Aku tinggalkan di Bar." Ino berkata jujur, hanya tawa hambar yang menanggapinya. "Apa yang kau rasakan?" Ia melucuti pakaian sendiri, dari baju sampai rok dan hanya menyisakan pelindung terakhir. Celana dalam dan bra dengan warna yang senada. Ungu.
Naruto menutup mata, membukanya lagi setelah itu. Ia lakukan selama berulang-ulang. "Asing." Jawabnya kemudian. "Kita ada dimana?" Dirinya masih punya kesadaran. Tidak terlalu mabuk karena hanya minum beberapa gelas tadi.
Ino mendekati Naruto. Ia langkahi begitu saja rok mininya yang teronggok di lantai. "Ada dimana kita?" Ia tersenyum genit. "Hmm... menurutmu dimana?"
Kening Naruto mengernyit. "Di kamar?"
Gadis pirang itu tertawa geli. "Apa gunanya kamar?"
"Untuk tidur."
"Selain tidur?"
Naruto terima-terima saja ketika Ino mengambil tempat duduk di atas pangkuannya. "Eemm..." Ia berpikir sebelum menjawab. Disela-sela berpikir dengan sengaja Ino menempatkan bokong diantara selangkangannya. "Untuk bercinta?" Hentakan lembut Ino menyuruh otaknya berpikir sampai kesitu.
Jawaban yang begitu memuaskan. "Jadi kau sudah tahu tujuan kita kesini?" Ino mengusap permukaan bibir Naruto. Melihat keseksian daging tersebut membuatnya harus menelan ludah.
Naruto menyeringai. "Untuk bercinta ya."
Ino menggigit bibir. Suara Naruto terdengar begitu seksi ditelinganya. "Tepat sekali, sayang."
Selanjutnya, perbuatan mereka dimulai dari ciuman. Pagutan serta gumulan lidah, kemudian berakhir dengan tubuh lelah dan melanjutkan tidur hingga bulan berganti matahari.
Itu adalah malam terakhir mereka bersama sebelum Ino meninggalkan Negara Jepang untuk melanjutkan pendidikan serta meniti karier di Amerika.
FLASHBACK END
x X x
Suara-suara aneh terdengar tak jauh dari tempatnya memasak. Seseorang membuka pintu lalu masuk, dapat terduga karena suara langkah yang semakin mendekat ke dalam. Wanita itu memutuskan untuk menjenguk si pendatang.
Inochi meninggalkan kesibukannya. Usai mematikan kompor segera ia berjalan menuju ruang tengah, begitu sampai di depan pintu dapur ia telah mendapati Putri pirangnya baru saja hendak meniti anak tangga.
"Oh, kau sudah pulang." Wanita bersanggul itu menyapa Ino. Menyambut kepulangannya ke rumah setelah sepagian tadi menghilang bersama Shion.
"Iya." Ino menyahut singkat. Ia lelah. "Oh ya Ibu, berapa lama lagi kakak dan kakak ipar menetap di Paris?" Ia menahan langkah untuk bertanya mengenai saudara laki-lakinya yang sudah beristri.
Inochi berpikir sejenak. "Emm... mungkin dua minggu lagi." Jawabnya tak pasti. Tidak begitu tahu mengenai kepulangan menantu dan Putra pirangnya.
"..." Ino diam. Sempat melamun, tapi sesaat kemudian segaris senyum tercipta dibibir mungilnya.
"Ino." Lagi-lagi wanita itu menghentikan langkah. Sang Ibu memanggilnya, dan ia menjawab melalui tatapan. "Berikan Shion sayang, Ibu ingin memomong Cucu kesayangan Ibu." Ujarnya sembari menyusul Ino, lalu berdiri di bawah tangga.
Ino tidak keberatan. Dengan senyum riang ia serahkan Shion kepada Inochi, setelah itu meninggalkannya ke atas. Kalau begitu ia ingin Istirahat sendiri, masalah Shion ada Ibu nya yang mengatasi.
"Uhh, sayang... habis jalan-jalan darimana sih? Lama sekali pulangnya. Nenek rindu tahu." Inochi menyerang pipi tembem Shion dengan ciuman bertubi, membuat Bayi mungil tersebut tertawa girang. Ia makin gemas.
Wanita setengah baya berambut coklat itu melupakan masakan. Menyalakan telivisi, duduk disofa lalu memangku Cucu kesayangannya.
"Hmm... kita nonton apa ya..." Remote telivisi digenggam dalam tangan Inochi. Berpikir sejenak untuk mencari saluran telivisi dengan siaran yang asyik ditonton.
Mungkin Drama.
"Ah!" Inochi mendapatkannya. Kemarin ia pernah nonton Drama Asia sekali bersama Nonya Nara, dan film nya lumayan mengasyikan. Sayangnya ia lupa Drama tersebut tayang disaluran TV apa.
Seperti kata Shikaku. Merepotkan.
Inochi beranjak. "Nenek lupa nama saluran TV nya, sebaiknya kita main di luar saja ya."
"Gugugugu..." Shion cilik menghisap jempol. Bibirnya selalu basah karena liur.
Inochi menarik beberapa lembar tisu dari kotaknya, lalu ia gunakan untuk membersihkan sekitar mulut Shion setelah itu mereka pun meninggalkan rumah. Tidak pergi jauh-jauh, cukup berada di halaman rumah untuk menikmati keindahan alam.
Saat tiba di dalam kamar Ino tidak langsung istirahat. Pekerjaan kecil tengah ia selesaikan, seperti membuka lemari pakaian. Ia membuka lemari bukan untuk membereskan baju, tetapi mengambil beberapa ikat uang dari dalam brankas.
Jumlah uang yang tidak sedikit.
x X x
Pelukan Naruto begitu erat. Sakura tersenyum kecil menerima perlakuan sang Suami, sebagai respons ia cukup membelai-belai rambut pirang tersebut. Ia suka dengan kelembutan rambut tersebut setiap kali tersemat diselipan jemarinya.
Dibalik dada Sakura, Naruto tengah menarik nafas dalam-dalam lalu ia hembusan dengan panjang. Seperti mendesah lelah karena menghadapi kenyataan yang begitu pahit.
"Apa yang harus aku lakukan?"
Sekian menit diam, akhirnya suara serak Naruto terdengar memecah keheningan yang tercipta.
"..." Sakura memutar otak untuk memberi jawaban yang tepat. Masalah mereka datangnya terlalu mendadak, jika berwaktu ia pasti bisa memberi solusi.
"Harus 'kah anak itu aku buang?"
Sakura terkejut. "Kau tidak boleh berpikir seperti itu." Ia marah karena perkataan tak bertanggung jawab Naruto tadi.
"Kenapa tidak boleh?" Sekali saja Naruto ingin menjadi orang bodoh. Ia lelah setiap hari menjadi orang cerdas.
"Kau yang menciptakan anak tak berdosa itu, sudah sewajibnya kau bertanggung jawab atas diri anak itu. Aku tahu kau laki-laki sejati yang tidak akan lari dari tanggung jawab. Jangan menghianati keyakinanku kepadamu."
Naruto mengatupkan mata, setelah itu ia tinggalkan belah dada Sakura yang menjadi tempat kepala pirangnya bertumpu. "Akan kupikirkan caranya." Ia menatap wajah sendu sang Istri. "...apapun keputusan yang kuambil, aku mohon kepadamu jangan pernah berpikir untuk meninggalkanku. Ketahuilah bahwa kau segalanya bagiku, aku tak kan bisa hidup tanpa dirimu."
Wanita itu tersenyum kecut. Seorang Naruto Namikaze memohon? Kepada dirinya? Ini baru cinta.
Sakura menggerakan tangan, lalu ia daratkan telapak lembutnya dipipi berkumis Naruto. Mengelus pipi halus tersebut dengan penuh kasih, kemudian mendekatkan wajah mereka untuk memberi kecupan manis dikening Suami nya.
"Apapun yang terjadi aku janji akan selalu bersamamu, mendampingimu dan setia disisimu. Ini janjiku seumur hidup."
Sepanjang hari muram, kini saatnya Naruto kembali tersenyum. Hanya Sakura yang bisa membangkitkan senyum dibibirnya, bahkan senyum yang tak pernah diperlihatkan.
"Kau cinta pertama dalam hidupku." Cinta yang baru Naruto kenal. Ialah Sakura Haruno orangnya. Tidak, lebih tepatnya Sakura Namikaze. Nonya Namikaze yang menjaga hatinya. "...kuingin kau menjadi cinta pertama dan terakhir dalam hidupku, Sakura."
"..." Mata Sakura berkaca-kaca. Bibirnya terkatup rapat dan tidak mampu berkata apa-apa lagi, hingga akhirnya hanya sebuah pelukan yang menjadi jawaban.
Wanita itu kehabisan kata. Naruto membungkamnya hanya dengan kalimat sederhana. Sangat sederhana.
Disofa empuk itu mereka sedang berpelukan erat. Menjaga satu sama lain agar tetap bersama, dan menghadapi semua masalah mereka dengan tegar serta sabar.
Sebuah pelukan adalah pelantara dari segala macam perasaan. Entah itu bahagai ataupun sedih.
Disetiap masalah pasti ada jalan keluarnya.
x X x
Gaara termangu, kehabisan kata setelah mendengar penuturan Sakura. Ia dibuat tak berkutik seperti tunggul. Naruto punya seorang Putri dari Ino, begitu penjelasan Sakura.
"I-ini... sungguhan?" Gaara belum percaya. Ino pasti bohong. Wanita pembohog pantang dipercaya.
Sakura tersedu-sedu. Tak mampu lagi mengatakan apa-apa, cukup menyerahkan selembar kertas yang tercatat bukti kuat mengenai Naruto dan Shion.
Gaara mengambil hasil test DNA lalu membaca isinya. Dan benar saja, ia sangat terkejut setelah melihat huruf Positive yang tersemat pada kertas putih tersebut.
Pria tanpa alis itu memejamkan mata, sedang menenangkan hati dan pikiran untuk menghadapi masalah ini lebih lanjut. "Naruto tidak mengatakan apa-apa kepadaku soal ini." Hanya Sakura yang menyampaikan, sementara Naruto menutup rapat mulutnya.
"Karena dia malu kepadamu." Sakura menyeka mata bengkaknya dengan tisu. "Dia bilang akan menyelesaikan masalah ini tanpa bantuan darimu... dia merasa sudah cukup menjadi bebanmu selama ini."
Gaara menghela nafas. "Percayalah, Naruto tak kan bisa menyelesaikannya tanpa diriku." Ia memijit pangkal hidung. Kepalanya mendadak pusing, seperti dulu saat masih menghidap tumor. "...hanya aku yang bisa menghentikan Ino. Naruto mudah dibodohi oleh Ino, makanya kau harus tahu itu Sakura." Ia tak begitu yakin dengan omongan Ino. DNA tidak cukup kuat untuk membuktikan kesalahan Naruto.
Sakura menundukan kepala pingkishnya. "Aku mohon Gaara-san." Sejak pagi-pagi sekali ia mendatangi kediaman Gaara tanpa sepengetahuan Naruto. Meninggalkan rumah ketika Suami nya masih terlelap nyanyak. "...tolonglah kami." Ia tahu hanya Gaara yang bisa membantu mereka lepas dari masalah ini.
Lelaki jabrik itu tersenyum kecil. "Tanpa kau minta sekalipun pasti kulakukan. Si bodoh itu tidak akan bisa berbuat apa-apa tanpaku." Ujarnya lalu tertawa, tak menganggap serius masalah ini. Kalaupun sungguhan maka ia akan memikirkan rencana selanjutnya, untuk saat ini perlu mencari kebenaran dulu.
Kembali Sakura mengelap mata. Ia terus menangis sejak menceritakan masalah mereka. Bukan bermaksud mengumbar rahasia pribadi, hanya saja ia tak punya pilihan lain selain mengadu kepada Gaara, karena hanya Gaara seorang yang dulunya dimiliki oleh Naruto.
Kini Sakura baru bisa tersenyum lega. Untunglah Naruto memiliki Gaara. "Terimakasih banyak."
"Sudah menjadi tugasku melindungi Naruto dari marahbahaya seperti apapun."
Sakura pikir keberuntungan dalam hidup Naruto memiliki Gaara.
"Pulanglah." Gaara menatap Sakura. "Dijam segini Naruto sudah bangun, dia pasti membutuhkanmu." Imbuhnya, menjelaskan kepada Sakura kalau ia tak berniat mengusir, tetapi karena memikirkan Naruto.
Sakura mengangguk paham. Gaara benar. Disaat seperti ini Naruto sudah bangun dari tidur panjangnya, lalu pergi ke dapur mencari sarapan yang disajikan selagi panas.
Wanita itu beranjak dan memutuskan untuk langsung pulang ke rumah. Meninggalkan kediaman Gaara dengan wajah sembab, tapi ia lindungi dengan menggunakan kacamata gelap agar tidak ada yang dapat melihat kerapuhannya.
Gaara terus memerhatikan punggung ramping Sakura sampai akhirnya Istri sah dari sahabat pirangnya itu menghilang ditelan taksi.
"Ada misi ya..." Lelaki bata itu bergumam kecil. "Dasar kau, Ino..." Ia berdesis. Perempuan menyebalkan membuat ulah lagi.
x X x
Beruntung hari ini Ino berhasil melarikan diri dari sasaran Gaara. Rumah sedang kosong, saat tahu Gaara datang ia bergegas meninggalkan rumah lewat pintu belakang.
Pria itu bisa merusak segalanya. Sialan. Harusnya dia tidak ikut campur. Kini Ino sadar bahwa ia sangat diharuskan mengambil tindakan dan keputusan secepat mungkin.
Tujuan Ino mendatangi Naruto lagi untuk menagih hak. Menuntut lelaki yang telah menjadikan dirinya seorang Ibu tanpa Suami. Begitulah pikirnya.
"Aku ingin kepastian."
"..." Naruto membisu. Ia lelah sehabis menyelesaikan pekerjaan di kantor, sekarang masalah yang tak berujung kembali mendesaknya.
Sakura duduk disebelah Suami nya. Turut membisu sambil menatap balita mungil dalam dekapan Ino. Jika diamati secara jeli, wajah polos Bayi tersebut tidak memiliki kesamaan dengan fisik Naruto. Fisik Shion lebih mendominasi ke Ino.
"Katakan padaku... apa keputusanmu?"
Lama baru menjawab, Naruto menyempatkan diri menatap mata Ino. Di dalam aqumarine tersebut tersirat sebuah ambisi. Tak tahu pasti apa ambisi Ino kali ini.
"Berikan Shion kepadaku."
Pernyataan Naruto membuat Ino melebarkan kedua mata.
"...aku dan Sakura yang akan membesarkan Shion."
"Lalu aku?" Oktaf Ino meninggi. Ia tidak terima dengan perlakuan Naruto.
"Kau tidak ada hubungannya denganku." Naruto menatap datar wajah marah Ino. Ia terlanjur muak dengan perempuan kelewat nekat itu.
Awalnya Sakura terkejut mendengar keputusan Naruto, tapi selanjutnya ia tersenyum dalam kesendirian. Tersenyum tipis dengan cara diam-diam.
Kalau untuk mengasuh Shion sama sekali tidak keberatan bagi Sakura. Ia malah dengan senang hati menerima Shion dalam kehidupan mereka.
"Kau tak bisa melakukan ini padaku!" Suara lantang Ino mengalun merdu, menelusuri setiap lorong dalam kediaman sederhana milik Namikaze. "Akulah yang berhak untuk memilih dan memutuskan, bukan kau!"
"Apa keputusanmu?" Naruto bertanya karena ingin tahu.
"..." Sakura menanti jawaban Ino dalam diam.
"Nikahi aku."
Reflek, mendengarnya Naruto langsung berdiri setelah menggebrak meja. "KAU!" Telunjuk panjangnya mengacung ke wajah memuakan Ino. Cantik tapi memuakan.
Sakura sangat terkejut. Permintaan Ino membuatnya terdiam mamatung dengan mata melebar sempurna.
Naruto mengatur nafas setelah tadi sempat dikuasai oleh amarah. Ia ingin tenang agar bisa menghadapi masalah ini dengan kepala dingin. Ino licik, harusnya ia ingat tabiat tersebut sejak awal sebelum turun tangan.
"Kau tinggal memilih." Naruto lega. Akhirnya ia bisa mengendalikan diri dari amukan menggila. Kalau tidak mengingat kebaikan Ino, ia tak kan sudi memberi kesempatan hidup kepada perempuan pirang itu.
Sungguh sial.
"Serahkan Shion kepadaku lalu kau pergi, kalau kau menolak maka silahkan kalian berdua pergi."
Tidak! Sakura tidak setuju dengan keputusan Naruto yang secara tidak langsung ingin membuang darah dagingnya, tetapi ketika ia hendak protes segera disela oleh Ino dengan pertanyaan.
"Kau mengancamku?" Ino terlihat biasa saja dengan pilihan yang diajukan oleh Naruto. Ia tersenyum— meremehkan.
"Terserah apapun yang kau pikirkan." Naruto acuh.
Kini Ino tertawa, membuat Sakura heran melihat tingkah anehnya. Ia pikir tawa Ino terdengar menyeramkan. Tawa bermakna yang menyimpan sejuta rahasia.
Melihat Ino tertawa membuat Shion cekikikan. Menatap lucu wajah menyeramkan Ino tanpa rasa takut.
"Ups!" Ino menghentikan tawa gelaknya. Ah, memalukan sekali sampai ditertawakan oleh Shion. Ia mengusap pucuk kepala Bayi nya lalu berkata. "Aku bisa berbalik mengancammu, Naruto." Lalu mengecup kepala pirang tersebut dengan penuh kasih.
"Aku tidak takut."
Ino melirik Sakura. "Istrimu yang akan ketakutan." Ujarnya percaya diri. "Pikirkanlah... seorang pengusaha kaya memiliki anak di luar nikah, tidak mau bertanggung jawab, mencampakan mereka berdua tanpa berperasaan. Coba kalian bayangkan bagaimana gemparnya seluruh dunia kalau berita ini sampai terekspos ke media? Kalian pikirkanlah sekali lagi. Seluruh dunia akan tahu kebusukan seorang Naruto Namikaze." Ia menyeringai kesenangan melihat keduanya membatu. Berhasil.
"..." Naruto memejamkan mata lalu mengepalkan tangan seerat mungkin. "Lakukan apapun yang ingin kau lakukan." Ia pasrah terhadap apapun asalkan tidak menggeser posisi Sakura dari statusnya. "...yang terjadi biarlah terjadi." Benar-benar pasrah.
Tatapan Ino beralih kepada Sakura. "Bagaimana? Haruno-san?" Sungguh, ia tak sudi menyebut wanita itu dengan nama keluarga Naruto. Dirinya yang pantas menyandang gelar Nonya Namikaze, bukan wanita rendahan seperti Sakura.
Sakura masih membisu. Bibirnya terkatup sangat rapat.
"Tidak! Aku tidak boleh egois. Aku tak bisa menghancurkan reputasi dan karrier Naruto karena egoku. Semua tidak boleh sia-sia begitu saja setelah bersusah payah Naruto menempatkan namanya diurutan pertama."
Diam-diam tangan Sakura meremat bawahan daster merah yang melekat dibadan kurusnya.
"Aku harus mengalah demi kebaikan Suamiku."
Naruto menoleh ke tempat Sakura duduk mematung. "Jangan ikut campur Sakura, biarkan aku sendiri yang mengambil keput—"
"Menikahlah dengan Ino."
"!" Mata Naruto melebar seakan hendak lepas dari rongganya. Jantungnya berpacu liar karena perkataan Sakura.
Seringai Ino bertambah lebar. Ia sudah tahu sejak awal Naruto tidak bisa dikalahkan, berbeda dengan Istri nya yang payah serta lemah.
"Sa...sakura..." Suara Naruto bergetar. Tubuhnya lemas. Emerald tersebut menatapnya dengan sorot begitu tajam, namun ada goresan luka di dalam mata redup tersebut.
Wanita itu bodoh sekali.TO BE CONTINUE...