Keputusan

4.2K 232 3
                                    

Sekuat mungkin Sakura mendorong tubuh Naruto hingga berhasil ia angkat, kemudian cepat-cepat ia kenakan selimut untuk melilit tubuh polosnya.
Gara-gara mendorong Naruto sampai membuat handuk Sakura lepas. Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Malang nasibnya hari ini.
Amarah melingkupi Fugaku. "Sasuke, pulang!"
Cepat-cepat Sakura turun dari ranjang dan menyusul mereka sebelum pergi. "Tidak Paman, ini hanya kecelakaan. Aku bisa jelaskan. Sasuke tolong dengarkan aku."
Sasuke bahkan tampak tak berdaya ketika Mikoto menarik tangannya untuk menjauh. Yang terjadi kepada Sakura membuatnya terpukul, entah ingin percaya atau tidak.
"Sasuke..." Air mata Sakura berilang— menumpung dipelupuk. "A-aku mohon."
Fugaku berdiri dihadapan Sakura. Wajah bengis ia tunjukan kepada wanita itu. "Jauhi Putraku!" Ini peringatan darinya yang merupakan Ayah dari seseorang yang telah dikhianati. "..kau tak mecintai Sasuke. Harta kami yang kau cintai."
Secara tidak langsung ini tamparan keras, bahkan lebih dari tamparan. Kata-kata Fugaku sangat melukai hati Sakura.
"Ini tidak seperti yang Paman pikirkan." Mata yang Sakura berkaca-kaca membuat pandangannya mengabur.
"Tunggu aku di mobil." Isyarat sang pemimpin keluarga kepada mereka. Fugaku masih ingin membicarakan sesuatu kepada Sakura, paling tidak untuk memakinya habis-habisan.
"Sasuke." Pemilik nama tersebut berhenti, lantas menoleh ke belakang. "..dengarkan aku." Kenyataan ini pahit sekali.
Pria manapun pasti terluka apabila melihat kekasih yang dicintai kepergok sedang berduaan dengan orang lain apalagi sampai bermesraan, terlebih keadaan Sakura sangat mendukung tuduhan Fugaku.
Keduanya seperti sehabis bercumbu.
Mereka mendengarnya tadi. Suara rintihan Sakura terdengar jelas di telinga, hanya itu yang bisa membuktikan bahwa selama ini mereka telah salah menilai Sakura.
Dia tidak sebaik yang dipikirkan.
Sasuke marah. Memandang sinis Sakura, kemudian ia segera menyingkir dari ruangan pembawa sial ini. Meninggalkan Fugaku dan Itachi untuk memperingati Sakura.
"Aku sudah menduga ini akan terjadi." Tatapan datar Fugaku tertuju pada Naruto, dimana saat ini lelaki pirang itu sedang tak sadarkan diri. Sayang rupanya tak bisa terlihat dari sini. "..kau akan mengkhianati Putraku untuk mendapatkan yang lebih kaya." Imbuhnya.
Sakura menggigit bibir. Ia tak bersalah, namun sebegitu marahnya Fugaku kepadanya hingga tak memberi kesempatan untuk menjelaskan situasi ini.
Dengan begini, ada baiknya Sakura memilih menyerah dari sekarang. Sasuke tak percaya kepada dirinya, sementara baru beberapa jam mereka saling mengucapkan janji.
Secepat itu 'kah kepercayaan Sasuke hilang?
Sakura kecewa. Sangat kecewa.
"Apa yang ingin kau jelaskan?" Fugaku menatap tajam ke arah Itachi. Tak sepantasnya dia bertanya seperti itu.
Sakura mengusap mata dengan cepat. "A-aku tidak tahu pasti, tapi semuanya akan jelas saat Naruto sudah sadar."
"Jadi kau mengenal laki-laki itu." Fugaku berdecih. "Ini pengkhianatan!" Ia menunjuk wajah Sakura. "..enyahlah kau dari kehidupan Putraku, kau tak pantas memilikinya."
Kepala Sakura tertunduk. Ia membekap bibir untuk meredam tangis.
Itachi tidak bisa menolak saat Fugaku memaksanya untuk keluar, sebagai Putra yang paling dibanggakan ia hanya bisa patuh.
Berakhir sudah hubungan mereka.
Sakura ambruk. Membiarkan kedua lututnya membentur kerasnya lantai semen. Sakit terhadap lututnya tak sesakit hati, dan semua ini terjadi gara-gara Naruto.
Lelaki itu harus bertanggung jawab.
x X x
Suara tangis itu mengganggu tidurnya. Mau tak mau Naruto harus membuka mata untuk memastikan keadaan. Ia menyapu sekitar tempat dengan pandangan heran, lantas segera bangun dari rebahnya ketika mendengar suara itu berasal dari bawa tempat tidur.
Masih sedikit pusing.
"Hiks hiks.."
Terdapat seorang wanita sedang menangis hingga tersedu-sedu. Tubuhnya berbalut selimut, menandakan bahwa dia sedang telanjang.
Naruto langsung memeriksa keadaan tubuh. Meraba-raba diri mulai dari leher hingga kaki, dan ternyata busananya masih lengkap. Ia menghela nafas lega karena tidak melakukan kesalahan.
Berjam-jam Sakura menangis, sialnya hingga saat ini air matanya masih senantiasa mengalir. Perasaannya bercampur aduk, antara sedih, kecewa dan cinta. Ia sangat terpukul dengan apa yang sudah terjadi.
Perlahan Naruto menurunkan kedua kaki, dan membuatnya terkejut begitu warna merah muda menyapa pandangan matanya. Wanita familiar itu tengah menangis di dekat tempat tidur.
Selama bermenit-menit mengembalikan kesadaran, baru sekarang Naruto tahu bahwa ini bukan kamarnya. Tampaknya ia salah masuk kamar saat diantar pulang oleh Gaara.
Pasti Gaara yang mengantar, sebab hanya Gaara seorang yang ikut ke Bar bersama Naruto.
"Stupid!"
Batin lelaki itu mengumpat kesal.
"A-ano.." Naruto menggigit bibir bawah. "Sebenarnya apa yang sudah terjadi?" Ia tidak ingat sama sekali, bahkan saat diantarkan pulang oleh Gaara.
Apa yang terjadi? Kenapa dirinya bisa terdampar di kamar seorang wanita? Hal apa yang membuat wanita itu menangis? Kenapa dia tidak mengenakan busana? Kenapa hanya mengenakan selimut? Dia pasti tidak mengenakan apa-apa? Tubuhnya yang tersembunyi dibalik lilitan selimut pasti polos total.
Bertubi-tubi pertanyaan membebani pikiran Naruto. Mendadak kepalanya kembali pusing karena memikirkan masalah yang baru terjadi.
Anehnya, Sakura berhenti menangis lalu berdiam diri tapi pertanyaan Naruto dihiraukan olehnya.
Naruto turun dari atas kasur untuk melihat keadaan Sakura. "Apa yang terjadi?" Ia berjongkok dihadapan Sakura yang kini sedang menundukan kepala. Menyembunyikan wajah sembabnya.
"Kau merusak segalanya."
Jawaban tersebut membuat Naruto tersentak. Sakura mengangkat wajah dan menatap pria dihadapannya dengan mata berkilat tajam.
"Kau telah menghancurkan impianku."
Naruto terpaku. Sama sekali tidak mengerti.
"...aku bahkan tidak menodaimu."
Semakin berani menjawab semakin pula menumbuhkan kemarahan dalam diri Sakura. "Tapi kau merusak reputasiku." Jemarinya mencengkeram ujung selimut dengan erat. "Kau membuat aku dipermalukan habis-habisan oleh mereka."
Kejadian ini memberi kesempatan kepada Fugaku untuk memisahkan mereka, bodohnya Sasuke berhasil terhasut dalam sekejap. Hanya janji-janji palsu yang diucapkan.
Belum apa-apa Sasuke telah mengingkari janji mereka. Sakura kecewa kepada Sasuke.
Naruto menatap Sakura sembari mengerjapkan mata. "Jika itu masalahmu, aku akan membantumu untuk menyelesaikannya."
"Tidak ada yang bisa kau lakukan."
"..aku akan menikahimu."
Kini giliran Sakura yang tersentak. "..." Ia terdiam membisu.
Sebagai pembawa masalah, Naruto hanya ingin melakukan yang harus ia lakukan. Harga diri seorang wanita ternodai karena kecerobohannya, lantas sudah menjadi tugasnya untuk mengharumkan kembali harga diri perempuan itu.
Setelah di rasa cukup membantu, Naruto segera beranjak. "205.. kau bisa menemuiku di kamar nomor sekian apa bila sudah menentukan pilihan." Sekarang ia ingin kembali ke kediaman sendiri.
Sakura shock. Ini pilihan yang berat, antara cinta dan harga diri. Bila ia memilih cinta demi mempertahankan Sasuke, maka dari itu ia dianggap tidak punya harga diri.
Namun, jika menerima tawaran Naruto, harga diri itu kembali terangkat. Bahkan lebih tinggi dari sebelumnya.
Masalahnya saat ini, Sakura tak mendapat kepercayaan dari Sasuke lagi untuk kembali berjuang. Hanya tinggal dirinya sendiri.
Sakura menyeka wajah dari aliran air mata. Sekali lagi ia ingin mencobanya, dan berharap semua akan kembali seperti sedia kala.
Dimana Sasuke mencintai dan percaya lagi kepadanya.
BLAM!
Tampak Naruto sedang meregangkan tubuh di dalam apartement sewanya sendiri. Ketika melirik jam dinding, jarum pendek menunjuk ke angka 1, pertanda masih tengah malam.
Pantas saja masih mengantuk.
Dengan malas-masalan Naruto memasuki kamar sendiri untuk melanjutkan tidurnya yang sempat tersela.
Masalah ini tidak begitu penting baginya. Wanita itu pasti akan mundur lalu pergi menjauh dari kehidupannya, hanya karena ia seorang pria sejati hingga rela mengorbakan masa depan.
x X x
Sakura membulatkan tekat, demi memenangkan cinta ia rela melakukan ini. Mendatangi Uchiha corp demi Sasuke, entah apa yang akan terjadi selanjutnya ia tak ingin memikirkannya.
Kedatangan Sakura bedasarkan cinta. Pagi-pagi sekali ia rela meninggalkan apartement, bahkan menghiraukan Naruto ketika datang padanya untuk meminta kepastian.
Ia meninggalkan Naruto tanpa berkata apa-apa. Tidak ada sapaan, senyum apalagi. Wajah datar serta sikap dingin yang menyambut kedatangan Naruto di depan pintu.
"Huftt..."
Sebelum melangkahkan kaki, hembusan nafas Sakura mengiring detak jantung yang berdebar tidak normal. Rasa taku itu pasti ada, hanya saja ia mencoba melawannya dengan tekat yang membara.
Demi Sasuke, Sakura rela menjatuhkan harga diri sebagai seorang wanita.
"Tiga puluh menit lagi aku tiba disana."
Bersama beberapa pegawai lainnya, Sasuke melalui koridor dengan tergesa. Disela berjalan ia menggunakan telepon genggam untuk meyakinkan orang diseberang sana.
"Baiklah.. terimakasih." Kemudian panggilan mereka berakhir.
Ada rapat penting pagi ini yang diadakan secara mendadak, bila terlambat hanya akan membuat klien kecewa. Sasuke tak ingin mengambil resiko lagi dengan membuat sang Ayah kecewa.
Melihat kedatangan sang Boss muda, Bee sebagai security lebih dulu membukakan pintu untuk atasan. Ia membungkukan badan sebagai bentuk sikap sopan.
Sasuke melongokan kepala keluar jendela. "Bee, kalau ada yang mencari katakan aku sedang ada rapat." Pesannya.
"Baik Boss." Jawab sang bawahan dengan hormat.
Kini Sasuke menutup jendela mobil. "Berangkat sekarang." Mobil putih tersebut menyala usai mendapat perintah.
Dari kaca transparan itu Sakura dapat melihat keberadaan Sasuke. Seketika ia tersenyum lalu segera berlari kecil menghampiri mobil putih yang masih terparkir disana.
"Sasuke...!"
Sambil berlari Sakura melambaikan tangan agar dapat mengalihkan atensi Sasuke dari layar tablet. Namun sayang, justru mobil itu malah membawa Sasuke semakin jauh.
Sakura menambah kecepatan larnyai. "Sasuke...!" Ia ulang lagi panggilan untuk sang kekasih.
Sasuke tidak menyadari kehadiran Sakura. Untuk saat ini ia hanya fokus pada layar tablet, alat yang akan membantunya untuk mendapatkan proyek baru dengan klien dari luar negeri.
Alih-alih semakin dekat, yang ada mereka semakin jauh. Sakura kewalahan mengimbangi kecepatan mobil putih disana, namun ia masih berusaha.
Dibelakang mobil Sakura tengah memanggil nama Sasuke berulang kali. Tangannya masih melambai-lambai, tapi hasilnya sama saja. Lelaki berjambul itu bergeming dari tempatnya.
BRUKH!
Alhasil, mobil semakin jauh Sakura pun jatuh terjembab. Kakinya tersandung batu kecil, membuat kedua lututnya menghantam aspal dengan keras.
Beruntung bukan kendaraan yang menabrak.
Sakura mendudukan diri di tepi jalan. "Aww.." Ia merintih menahan perih pada lutut kanan. Kulit tipis itu mengelupas dan mengeluarkan bercak darah, itulah yang membuat perih.
Tak hanya luka dalam hati, fisik Sakura juga terluka karena ketidak pedulian Sasuke. Kedatangannya untuk menjelaskan kejadian kemarin malam, sayang sekali Tuhan tak memberi kesempatan.
Sia-sia.
x X x
Direktur muda itu tengah duduk melamun dikursi singgana miliknya. Sejak tadi ia terus memijit pelipis, sisa pusing dari semalam yang tak lelah menyerang.
Bukan pusing kerana alkohol, melainkan masalah baru. Ia bahkan tak menodai perempuan itu, namun harus bertanggung jawab atas apa yang tidak ia perbuat.
Entah apa yang dipikirkan oleh perempuan itu mengenai lamaran kemarin malam.
Kalau soal kenal mengenal, rasanya Naruto seperti mengenal wanita itu. Ia mencoba mengorek kembali kenangan lama, sebab paras manis itu mengingatkannya kepada seseorang dari masa lalu.
Tampak jelas bahwa saat ini Naruto sedang berpikir keras. Kerutan dikeningnya yang mengatakan.
Mendadak kerutan di dahi Naruto menghilang. Sekarang ia ingat.
"Gadis yang meninggalkan kuliah karena tidak mampu."
Tok tok.
Seseorang mengganggu Naruto yang tengah bernostalgia, membuatnya menghela nafas singkat lalu mengusap wajah.
"Masuk."
Gaara melongokan kepala. Mendapati Naruto di dalam ruangan, ia pun segera masuk lalu menutup pintu. "Bagaimana keadaanmu?"
Sudah pasti bukan bahwa Gaara yang mengantarnya pulang, jadi Naruto tidak salah menduga. "Baik." Jawabnya singkat. Terlalu malas untuk menceritakan yang sebenarnya terjadi, sebab belum tahu pasti bagaimana kedepannya nanti.
Kebungkaman Sakura membuat Naruto ragu, antara menerima atau menolak. Sialnya, saat pagi-pagi buta datang untuk meminta kepastian hanya kebisuan yang menjadi sambutan.
Entah itu jawaban atau hal lain.
Seumur hidup untuk pertama kali seorang wanita mengabaikan Naruto, dengan angkuhnya mahluk merah muda itu berlalu melewatinya.
Saat ingat bagaimana cara emerald itu menatapnya hanya membuat Naruto kesal. Ia berdesis karena muak dengan tatapan sok mematikan itu.
"Naruto?"
Lelaki itu terkejut. "Ah, ada apa?"
Gaara menyerngit tanda heran. "Apa yang kau pikirkan?" Sudah menjelaskan panjang lebar serta detail mengenai isi document, tak sekalipun Naruto menuai kata. Hanya kediaman yang menyertai penjelasan Gaara.
"Tidak ada." Jelas-jelas sudah tertangkap basah, tetapi ada saja cara Naruto untuk menghindar.
Helaan nafas menjadi respons atas jawaban Naruto. "Beri tanggapan mengenai document ini." Gaara menyodorkan lembaran kertas di depan wajah Naruto.
"Jelaskan dulu."
"..aku sudah menjelaskannya sejak tadi."
Naruto tersenyum kikuk. "Emm.. begitu kah?" Ia menggaruk tengkuk. Gaara selalu bisa membuatnya tersudut.
Lelaki muda itu menarik kursi yang ada di depan meja lalu duduk disana. "Kau yakin tidak ingin cerita kepadaku?"
"Cerita soal apa?"
Dia masih bisa berpura-pura polos. Gaara mendesah. "..aku tahu kau sedang menyembunyikan sesuatu."
Naruto menghela nafas. "Hanya masalah sepele." Jawabnya.
Gaara memejamkan mata sesaat. "Lupakan masalahmu, sekarang baca document ini lalu tandatangani kalau setuju." Sang Boss menarik pulpen dari tempatnya. "Ini surat perjanjian kontrak mengenai keuntungan yang akan kita dapat."
Sebelum meninggalkan tanda tangan, Naruto menyempatkan diri untuk mencermati setiap kalimat yang tercetak dalam lembaran kertas tersebut.
"..hanya empat puluh persen untuk kita."
Gaara menyanggah dagu. "Tiga cabang sekaligus, kita lah yang paling banyak mendapat keuntungan tersebut."
Naruto menggangguk. "Tidak buruk." Setiap mengajukan surat perjanjian, selalu dirinya yang mendapat untung lebih besar. Inilah yang membuat perusahaan yang ia mimpin berkembang pesat.
"Bagaimana?" Gaara ingin kepastian mengenai proyek baru mereka.
Goresan dari ujung pulpen yang menjadi jawaban. Naruto meninggalkan tanda tangan sebagai tanda persetujuan.
x X x
Sakura masih setia menunggu Sasuke biarpun hari mulai gelap. Mungkin dengan cara ini cukup membuktikan bahwa ia tak bersalah, dan membuat Fugaku Uchiha menarik kembali semua kata-kata yang di lontarkan pada malam itu.
Wanita itu duduk diemperan gedung, menunggu Sasuke kembali dengan gelisah. Sudah lama Sasuke pergi, kembalinya juga lama.
Entah apa yang dia lakukan di luar sana sampai selama ini.
Sudah sekian kali Sakura menghembuskan nafas. Beruntung saat menunggu Sasuke disini ia tak mendapati kedatangan Fugaku, jika tidak kesempatan untuk menjelaskan masalah kemarin kepada Sasuke akan hangus begitu saja.
"Nona, Anda masih disini?" Killer Bee menyapa wanita muda tersebut.
Sakura berdiri. "Aku tak kan pulang sebelum bertemu Sasuke."
Pernyataan yang sama sewaktu disuruh pulang. Bee menghela nafas. "Apa yang akan Anda lakukan kalau Boss tidak kembali ke kantor, tapi justru langsung pulang ke rumah?"
"Aku datangi."
"Pergilah." Sakura menatap bingung ke arah lelaki bertubuh kekar itu. "..sekarang Boss sudah sampai di rumah, dia tak kan kembali ke kantor sebelum pagi."
Lagi-lagi penantian yang sia-sia.
Dengan perasaan kesal Sakura beranjak dari tempatnya duduk menyendiri. Ia melangkah dengan kaki menghentak-hentak diatas aspal, membuat Bee tertawa melihatnya.
x X x
TING TONG!
Tak cukup sekali bel berbunyi, sekian lama menanti dan mengulang menyentuh bel, baru sekarang orang di dalam sana membukakan pintu untuk tamu.
Sudah bermenit-menit Sakura berdiri di depan pintu.
"Mencari siapa?" Seorang pelayan menyambut kedatangan Sakura.
"Sasuke ada?"
"Maaf, ada perlu apa?" Tak semudah itu menemui Tuan muda di Mansion mewah ini. Perlu izin khusus atau membuat perjanjian sebelum bertemu.
"Aku Sakura, calon Istri Sasuke." Entahlah, status apa yang pantas disandang. Sakura asal ceplos mengatakan soal hubungan mereka.
Bahkan seorang Pelayan sama sekali tak mengetahui Sakura, padahal mereka akan menikah dalam waktu enam hari.
Untuk saat ini Sakura belum bisa memastikan mengenai hubungan mereka. Tidak ada tanda-tanda putus, hanya kebungkaman lantas mereka pergi begitu saja.
Jelas sekali bahwa masih ada kesempatan untuk kembali.
"Sebentar Nona.." Pelayan tersebut kembali masuk tanpa memberi tempat untuk Sakura.
Walau tahu status Sakura, namun Pelayan itu tidak berani bersikap lancang dengan memberi izin kepada Sakura. Bisa saja ini sebuah tipuan.
"Baiklah." Sakura menggapinya dengan senyum. Sadar akan posisi.
Di dalam sana, terlihat Sasuke baru selesai meniti anak tangga. Melihat pintu terbuka kecil, ia segera menghampiri untuk memastikan keadaan di luar.
Sasuke terkejut mendapati sang kekasih di luar rumah, menggagalkan niatnya hendak mengunci pintu.
"Sakura!"
Wanita itu langsung mengangkat wajah. Sama halnya dengan Sasuke, ia juga tak kalah terkejut.
Akhirnya ada kesempatan.
Tanpa banyak omong Sakura lekas meraih tangan Sasuke. Menarik pria itu keluar lalu mengajaknya pergi meninggalkan rumah.
Paling tidak mereka terhindar dari Fugaku atau Uchiha lainnya.
"Katakan padaku." Sakura menatap Sasuke dengan kepala mendongak. "..apa 'kah hubungan kita sudah berakhir?" Bukan ini yang ia harapkan.
Tatapan itu menyiratkan hati yang terluka. Sasuke dapat membacanya dari cara emerald
tersebut memandangi dirinya.
"Sebenarnya apa yang terjadi pada malam itu?"
Sakura menahan nafas. Sasuke tak percaya kepadanya. "Percuma aku jelaskan.. kau tidak akan percaya kepadaku." Ia ingat cerita singkat Naruto, namun hanya bagian ketika pulang dalam keadaan mabuk.
Sakura sendiri yang tahu kelanjutan cerita pada malam itu hingga menimbulkan kesalahpahaman diantara mereka. Bahkan Naruto tidak ingat yang lain lagi selain salah masuk kamar.
Kedua bahu Sakura dicekal oleh Sasuke. "Wajar aku kecewa. Wajar aku marah. Siapapun orangnya pasti akan merasakan hal yang sama bila ada diposisiku." Biarkan ia mengutarakan kekecewaan kepada yang membuat luka dalam hatinya.
PLAK.
Tepisan kasar menjauhkan tangan Sasuke dari bahu Sakura. "Aku lah orang yang sedang kau cari." Air matanya menetes. Ia tak sanggup lagi membendungnya lebih lama. "..ingatlah Sasuke, dulu bahkan kau pernah melakukan hal yang lebih parah daripada aku.
Sakura lelah mengalah. Sakura lelah disalahkan. Jika hanya kesalahan kecil yang diungkit, maka biarlah ia mengungkit masa lalu mereka.
"Apa yang kau lakukan dengan wanita yang dipilihkan oleh Ayahmu?" Sasuke terdiam. "Kau menolaknya, tapi kau rela mengecup manis BIBIR wanita itu di depan mata kedua orang tuamu. DI DEPAN MATAKU!"
Nafas Sakura tersengal. Teriakan tadi membuat dadanya sakit. Ini tidak adil, setelah yang Sasuke lakukan dengan sengaja ia masih bisa terima, lalu saat dirinya melakukan kesalahan TANPA sengaja begitu sulitnya Sasuke menerima dirinya.
Padahal cuma musibah.
Sasuke menggigit bibir. Kini ia sadar bahwa dirinya memang salah, selalu bersikap egois dengan tidak mempercayai Sakura.
"Ayah memberi satu kesempatan kepada kita." Sakura berhenti menangis. "..tapi dengan satu syarat."
"Apa syaratnya?" Jika ini menjadi kesempatan terakhir, Sakura berjanji akan menjaga semuanya dengan hati-hati. Ini akan menjadi masalah untuk yang terakhir kalinya.
Sasuke menarik nafas. "..tes keperawananmu."
Detik itu juga Sakura terdiam membantu. Dengan mudahnya Sasuke menuruti sang Ayah, membuat mata hatinya menjadi buta.
Lagi-lagi Sakura tersakiti karena kejujuran Sasuke.
Tak cukup dengan merahasiakan pernikahan mereka, lalu di fitnah habis-habisan dan sekarang kesucian Sakura sebagai seorang wanita terhormat diragukan dengan keji.
Sudah sampai pada batasnya. Sakura mendorong dada Sasuke hingga menjauhkan tubuh mereka, kemudian ia melarikan diri dari sana. Meninggalkan Sasuke dalam rasa bersalah pada dirinya.
Kesabaran Sakura ada batasnya, begitu pula dengan batas harga diri. Semua memiliki tingkat maksimal.
Inilah akhir dari hubungan mereka.
Sakura sendiri yang memilih. Tiada guna lagi melanjutkan hubungan ini, apalagi untuk berjuang. Jika diawal sesulit ini mendapatkan kebahagiaan, demikian pula sampai akhir hayat pun penderitaan akan datang silih berganti.
Sekarang Sakura sadar bahwa Sasuke bukanlah jodohnya. Selama ini ia terlalu dibutakan oleh cinta, sementara Tuhan selalu membantu menyadarkan dirinya dari kesalahan karena memilih Sasuke.
Tuhan masih menyayangi Sakura.
x X x
Bibir tipis itu meloloskan angin dari belahnya, tengah meniup asap panas yang mengepul dari dalam cawan plastik.
Malam-malam begini pas sekali dibawa makan ramen cup dengan kuah panas serta pedas.
Naruto menarik kursi lalu duduk disana setelah menghidangkan ramen di meja. Ia menggosok-gosokan telapak tangan sebelum memulai acara makan malam sendirian.
Tampaknya masalah Sakura sudah selesai.
Akhirnya Naruto bisa menarik nafas lega, dan bepikir masa lajangnya masih terselamatkan.
Paling tidak Naruto ingin menikah dengan wanita yang dicintai. Ingin menjalani kehidupan bersama hingga rambut mereka memutih.
Ssrrphhh...
Naruto menyeruput ramen dengan wajah tanpa ekspresi. Seketika rasa bumbu-bumbu khas meletup di lidah perasanya, memberi sensasi luar biasa dalam mulut.
Suapan pertama habis, lantas kembali Naruto melahap sesumpit jumbo ramen rasa kari ayam itu. Ia suka ramen, bahkan sudah menjadi makanan terfavorit sejak kecil.
Ketika hendak menelan mie, tiba-tiba seseorang masuk ke dapur Naruto tanpa izin, tanpa berseru atau sapaan lainnya. Alhasil, acara makan Naruto tersela karenanya.
Sakura melihatnya. Dimana saat ini Naruto sedang duduk seorang diri di dapur sembari menyantap ramen cup.
Kini mereka saling menatap mata satu sama lain. Mata Naruto redup seperti kehilangan cahaya, sementara pandangan Sakura menyiratkan dendam.
Wanita itu datang membawa ambisi dalam hati.
"Ayo kita menikah besok."
Tanpa persiapan, tanpa pikir panjang, Sakura telah membulatkan tekat. Dua pria memaksanya memilih dan menentukan keputusan, maka inilah yang ia pilih dan yakini.
Kekecewaan yang membuat segalanya hancur berkeping-keping. Ini adalah pilihan yang paling tepat untuk diambil.
Naruto cengo. Panjangnya mie terjuntai sia-sia di mulutnya yang terbuka.
Siapa bilang masalah itu sudah tuntas.
Justru bertambah rumit.

TO BE CONTINUE...

Day by Day by Hikari Cherry Blossom24Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang