Pernikahan

4.1K 240 3
                                    


"Naruto, kau yakin ingin menikah hari ini?" Gaara terus mengikuti langkah Naruto untuk memastikan keadaan. Entah kenapa Naruto bisa begitu yakin, sementara dirinya merasa ada yang tidak beres disini.
Baru dua bulan yang lalu Naruto berpisah dari Shizuka, mendadak dia menelfon Gaara pagi-pagi sekali untuk mengatakan soal pernikahan. Sialnya, Gaara tidak diundang secara istimewa.
Pernikahan mereka terkesan mendadak, bahkan Gaara sendiri belum pernah melihat calon Istri Naruto. Bagaimana rupanya, secantik apa dia, atau sebaik apa hatinya.
Semua masih menjadi mistery yang belum terpecahkan. Gaara hanya takut Naruto salah memilih pasangan, terlebih saat mengingat seleranya mengenai wanita.
Naruto menghentikan langkah, begitu pula Gaara. "Boleh aku minta tolong untuk satu hal?" Ia menoleh ke arah sang teman yang berdiri disebelahnya.
Jika Naruto yang meminta mana mungkin Gaara mampu menolak. "Tentu."
Jawaban tersebut membuat senyum tipis melukis wajah Naruto. "..cukup menjadi pendampingku dalam pernikahan kami." Ucapnya sembari membenarkan letak tuxedo.
Untuk pertama kali dalam hidup mereka Naruto mengajukan permintaan yang berat untuk dipenuhi oleh Gaara. Tak salah bila dirinya meragukan pernikahan ini, sebab Naruto bukan type orang yang mudah jatuh cinta.
Gaara hanya berharap Naruto tidak salah memilih pasangan hidup. Pernikahan adalah suatu hubungan istimewa untuk sepasang pria dan wanita yang saling mencintai.
Mereka sudah tiba di gedung Gereja, dan disana sudah tersedia tamu undangan yang akan menjadi saksi atas pernikahan ini.
Kehebatan Naruto patut diacungi jempol. Dalam waktu satu malam ia berhasil mendapatkan tamu sebanyak puluhan orang, entah orang-orang berasal dari mana yang di undang.
Gaara terdiam buruk. Bahkan Naruto sudah mengundang tamu, dan itu dilakukan tanpa sepengetahuan dari dirinya.
Sudah pasti ada yang tidak beres.
"Bagiamana?" Kau mau?" Sejak tadi Naruto terus mendesak Gaara untuk mendapat kepastian. Ia butuh pendamping.
Gaara menghela nafas. "Kalau pun tidak mau aku harus mau."
Naruto tersenyum puas. Beruntung masih ada Gaara yang selalu menemani dirinya, cukup membantu mengurangi kesepiannya ketika membutuhkan keluarga.
"Kau mendapatkan semua tamu-tamu ini dari mana?" Ini yang harus Gaara ketahui.
"..dari klien." Jawaban enteng yang membuat Gaara mendengus. Naruto bertindak sesuka hati tanpa dirinya, dan perbuatannya itu cukup menyinggung perasaan.
"Siapa wanita yang akan kau nikahi?"
Mata Naruto berputar. "Sakura Haruno." Malam itu sebelum pulang ke apartement sendiri Sakura sempat mempernalkan diri dengan wajah kusut, membuat ia yang melihatnya terheran-heran sendiri.
Menurut Naruto dia wanita yang aneh. Sangat aneh malah, tapi mau bagaimana lagi. Ia sudah terlanjur bilang akan bertanggung jawab, hanya akan membuat dirinya malu apabila melarikan diri dari kenyataan.
Gaara tak bertanya lagi. Cukup tahu dari nama, setelah ini ia akan menyelidiki wanita itu. Bisa saja dia wanita jahat yang berpura-pura baik demi satu alasan, entah karena dendam atau alasan lainnya.
Naruto pengusaha muda yang sukses, tak heran bila para wanita rela mengantri demi mendapatkan dia. Tampan dan kaya adalah type pria idaman semua wanita.
Jika Naruto sendiri tidak bisa menjaga diri, maka Gaara akan turut ambil andil untuk menjaganya. Masalah demi masalah yang membuat Naruto menutup pintu hati untuk peduli terhadap apapun.
x X x
Sakura melamun, berdiri di depan cermin seraya mematut diri melalui pantulan cermin. Sejak semalam tatapan tajam tak pernah meredup dari mata indah miliknya.
Naruto jauh lebih baik daripada Sasuke. Itulah yang Sakura pikirkan.
"Bagimana dengan Sasuke?"
Sakura mengatupkan mata. "Jangan sebut nama itu." Setiap kali mendengar nama Sasuke hanya akan membuatnya terluka. Ia kecewa, marah, benci dan dendam.
Beberapa perasaan yang menjadi satu untuk satu orang yang sama.
Sakura menatap tajam sosok Sasori melalui bayangan dari cermin. "Aku benci kepada Sasuke dan keluarganya." Ia akan mengabadikan kebencian ini dalam hati.
Camkan itu Sasuke Uchiha!
"Sebenarnya apa yang terjadi?" Sasori tidak tahu menahu mengenai masalah Sakura, tiba-tiba saja ia diberi kabar mengenai pernikahan sang adik sepupu bersama seorang yang lain dari Sasuke.
Sasori tahu bahwa Sakura mencintai Sasuke, bahkan sangat mencintainya, untuk itu masih menjadi pertanyaan mengenai kandasnya hubungan mereka.
Kalau di hitung hari ini tinggal lima hari menuju ke pernikahan mereka. Semuanya batal begitu saja, namun beruntung pernikahan mereka tidak tercetak dalam surat undangan, jika mendadak batal seperti ini tidak ada yang akan dipermalukan.
Entah itu Sakura atau pihak dari keluarga Sasuke. Keegoisan mereka cukup menguntungkan masing-masing pihak.
Sakura membalik tubuh. "Kakak, sampai kapan kau akan terus bertanya?" Kalimatnya sukses menohok Sasori. Untuk saat ini ia tak butuh perhatian. "Sudi 'kah kau menjadi pendampingku dalam pernikahan ini?"
Awalnya Sasori bungkam, namun setelah beberapa detik berikutnya ia menghela nafas. "Kau saudariku, sudah menjadi tanggung jawabku menggantikan posisi almarhum Ayahmu." Jawabnya.
"Dimana Nenek?"
Sasori menyerahkan lengan kepada Sakura. "Menunggumu di Gereja bersama tamu lainnya."
"Tamu?" Sakura tidak tahu mengenai tamu.
"Bodoh, kalau menikah tentu harus mengundang tamu untuk saksi." Sasori berdecak. Selama bersama Sasuke membuat otak pintar Sakura buntu, entah apa yang dilakukan oleh lelaki pendiam itu kepada adik merah mudanya.
Sakura pikir tidak ada tamu. Ternyata benar bahwa Naruto jauh lebih baik daripada Sasuke, padahal orang asing tetapi menikahi dirinya rela mengundang tamu.
Undangan pernikahan mereka tersebar dari mulut Naruto sendiri.
Memang bukan pernikahan yang mewah, namun ini sudah lebih dari cukup bagi Sakura. Paling tidak resepsi pernikahan yang Naruto bina tak seburuk dalam rencana pernikahan ia sebelumnya.
Sementara itu, terlihat Naruto sedang menanti kedatangan mempelai dialtar bersama seorang pendeta yang memeluk kitab suci untuk sumpah pernikahan.
Suara mobil terdengar dari arah luar, menandakan kedatangan si pengantin wanita. Naruto menatap ke arah pintu masuk Gereja.
Aoba berlari cepat untuk membukakan pintu. Sasori menunggu Sakura di depan mobil mewah, dan ketika Sakura keluar ia pun tersenyum melihatnya.
"Itu dia!?" Sabaku Gaara sudah sangat penasaran dengan calon Istri Naruto.
Semua mata di dalam gedung ini tertuju kepada sosok Sakura, dimana saat ini ia tengah melangkahkan kaki menuju altar dalam gandengan sang kakak keponakan.
Biarpun menikah tanpa cinta, tetap saja terasa gugup dengan dada yang berdegup tak karuan. Coba seandainya yang menunggu dialtar bukan Naruto melainkan Sasuke. Sakura tak tahu lagi cara ia mengatakan betapa sangat bahagia dirinya, tapi sayang sekali itu hanya angan-angan yang mustahil terkabulkan.
Tuhan tidak merestui hubungan mereka.
Wanita itu cantik. Sangat cantik, namun Naruto sangat pandai mengendalikan diri sehingga image-nya tetap terjaga.
Siapa yang tahu dibalik wajah datar itu menyimpan berjuta perasaan. Pesona Sakura berhasil memikat Naruto dan tamu-tamu yang ada.
Gaara terpaku. Wanita pilihan Naruto tidaklah buruk.
Sebagai seorang pria yang harus memulai, Naruto harus mengulurkan tangan untuk menyambut Sakura. Tidak ada senyum, tatapan teduh atau lainnya. Semua datar— sedatar tembok, dingin— sedingin es di kutub utara.
Sudi tak sudi terpaksa mereka saling menggenggam tangan satu sama lain, agar tak membuat para tamu curiga dengan pernikahan ini, terutama untuk orang terdekat.
Naruto menatap ke arah tamu sesaat, lantas kembali menatap Sakura. "Tidak ada orang tuaku disini." Ungkapnya agar Sakura tidak sampai asal menduga orang-orang yang hadir disini.
Senyum tipis terulas di bibir Sakura. "..aku mengerti." Tampaknya lagi-lagi ia terlibat dengan orang yang salah. Tak mudah berhubungan dengan orang kaya, contohnya Sasuke Uchiha.
Sakura pikir Naruto enggan memperkenalkan dirinya kepada keluarga Namikaze, mungkin karena pandangan terhadap posisi.
Persetan dengan keluarga, yang saat ini Sakura lakukan bukan karena cinta, harta atau hal lain. Ia hanya ingin membuktikan kepada mereka bahwa dirinya tidak serendah yang dipikirkan.
Fugaku menantang untuk tes keperawanan, dan Sakura menerima tantangan tersebut dengan menikahi Naruto terlebih dulu. Ia akan membuat para Uchiha itu bungkam dengan bukti-bukti yang ada bahwa dirinya tak serendah seperti yang dituduhkan oleh mereka.
"Akan kubuat kalian bertekuk lutut di kakiku."
x X x
Ada bekas kecupan dari bibir berlipstik di kerah kemeja yang dipegang oleh Kushina, membuat ia terdiam di tempat. Kalau tidak aroma parfume pastinya bekas lipstik atau pengaman dan, ini sudah sering terjadi.
Layaknya makanan sehari-hari.
Kushina tidak ambil pusing mengenai bercak tersebut. Ia hanya akan melakukan tugas sebagai Ibu rumah tangga, dengan memasukan kemeja milik sang Suami ke dalam mesin cuci.
Setelah menyalakan mesin cuci, Kushina meninggalkan ruang pencuci baju untuk menuju kebelakang rumah. Beberapa baju yang sudah kering tengah menanti kedatangan dirinya.
Keberadaan Minato dibelakang rumah tak membuat Kushina heran, sebab apabila cuti sang Suami lebih senang menghabiskan waktu libur dengan bersantai sembari menikmati keindahan alam.
Lelaki jabrik itu terlihat nyaman dengan keadaannya. Duduk sembari membaca koran serta segelas kopi menjadi teman yang pas untuk suasana sejuk ini.
Kushina sibuk mengangkat jemuran, sesekali Minato melirik tubuh moleknya dengan berlindung dibalik koran.
Sejujurnya, tubuh ramping itu terlihat sangat menggiurkan. Sekali saja Minato ingin menjamahnya lagi setelah yang terjadi lebih dari dua puluh tahun.
Sejak saat itu Minato tak pernah merasakan tubuh Kushina secara lisan, hanya satu kali dan itupun selagi ia tak sadarkan diri.
Perjodohan merusak kehidupan remaja mereka, dimana pada saat itu Kushina ingin sukses dibidang kedokteran dan Minato sebagai pengusaha, namun kekejaman takdir mengahancurkan mimpi-mimpi tinggi mereka.
Setelah menikah mereka tidak bersatu, persis seperti tinggal dengan orang asing.
Kebungkaman mereka bertahan selama bermingg-minggu. Tidak adak pertengkaran, keadaan masih baik-baik saja hingga kemudian pada malam hari Minato pulang dari pesta dalam keadaan mabuk.
Pesta khusus para pria sejati membuat kesadaran Minato hilang. Ia mabuk berat setelah dipaksa minum oleh teman-teman, ketika pulang ia mendapati Kushina sedang terlelap disofa sehabis nonton televisi. Bukan karena menunggu dirinya pulang.
Terjadi pemerkosaan secara paksa.
Alhasil, Kushina merintih dan menangis sementara Minato mendesah kenikmatan— merasakan betapa nyamannya tubuh indah Kushuna.
Tubuh Minato berat dan tegap, alasan yang membuat Kushina tidak mampu menolak hingga kesuciannya berhasil direbut dengan paksa.
Hubungan satu malam mereka membuahkan hasil, dialah Naruto Namikaze orangnya. Kejadian itu sudah lama sekali berlalu.
Hubungan mereka terjalin tanpa cinta, tanpa rasa dan tanpa kedamaian. Hari ke hari bertengkar tanpa lelah setelah pemerkosaan pada malam itu, tak peduli jika mereka beradu agrument di depan seorang bocah, terlebih asal bertengkar selalu mengungkit masa lalu.
Ingin rasanya berpisah dengan mendatangani surat cerai, namun keduanya tak berdaya karena memikirkan kehadiran seorang malaikat dalam hidup mereka.
Naruto sangat berharga bagi Minato dan Kushina. Hanya demi Naruto mereka bertahan hingga detik ini, walau masih kerap bertengkar dan tak peduli dengan sekitar, tetap saja mereka sayang kepada sang Putra.
Pada kenyataannya, mereka bertahan dalam hidup hambar ini selama puluhan tahun hanya demi Naruto seorang.
"Kau sudah menemukan tempat tinggal Naruto yang baru?"
Kushina memecah keheningan diantara mereka. Minato yang kala itu sedang melamun tersadar kembali, kemudian ia mendapati sang Istri sudah berdiri dihadapannya sembari mendekap onggokan kain bersih.
Minato menghela nafas. Ia melamunkan Kushina tadi. "Awalnya sudah aku temukan, tapi dia pindah tempat lagi." Sudah berminggu-minggu Naruto menghilang.
Anak itu jenuh menetap di rumah yang bahkan kedua orang tuanya tak pernah bisa akur. Dia marah kepada mereka, tapi itu wajar-wajar saja.
Kushina menghela nafas juga. "Dia berpindah-pindah tempat seperti seorang buronan, padahal semua orang mengenalnya dengan baik." Candaan garing terselip dalam kalimatnya.
Minato melipat koran di tangan menjadi empat bagian. "..aku akan berusaha untuk menemukannya." Ia sudah mengutus beberapa orang bayaran demi Naruto, entah berhasil atau akan gagal.
"Beritahu aku kalau kau sudah menemukan Naruto." Kushina hendak melenggang sesudah mengingatkan Minato, namun sang Suami menghentikan langkahnya.
Minato mencekal pergelangan tangan Kushina.
"Ada apa?" Wanita itu menggeliatkan tangan tanda tidak nyaman. Ia tak suka apabila bersentuhan dengan Minato, hanya akan membuat kenangan lama itu tayang kembali layaknya kaset rusak.
"Bagaimana perasaanmu selama ini? Apa kau masih membenciku?" Untuk pertama kali dalam sepanjang usia pernikahan mereka, Minato menuntut hak atas hubungan ini.
Kushina membisu, namun violet miliknya menatap shappire milik Minato dengan lekat dan dalam. Berbagai perasaan bercampur aduk di dalam mata indah tersebut.
Rasa benci yang paling utama.
"Kebencianku kepadamu semakain membesar."
Minato tertohok karena jawaban tersebut. "Kapan kau sudi menerimaku sebagai Suamimu?" Sebagai Ayah dari Putra kita?"
Kushina mendekati Minato. "Itu tidak akan pernah aku lakukan!" Kecamnya. Tidak salah apabila ia membenci Minato, seorang lelaki yang telah menghancurkan mimpi indahnya— juga merebeut kesucian yang ia jaga dengan apik.
Gara-gara perbuatan Minato masa-masa indah Kushina sebagai gadis perawan sirna bak deburan ombak yang menerjang istana pasir. Dirinya dibuat mengandung benih dari lelaki yang sama sekali tidak ia cintai.
"Kau..."
Cengkraman Minato bertambah kuat, membuat Kushina bersusah payah menahan diri agar tak merintih dihadapan laki-laki yang ia benci.
"Aku ingin menyudahi semua ini." Minato menyentak tubuh Kushina hingga menubruk dadanya. "Cukup Kushina.. buang sifat egoismu demi Naruto." Apa salah sebagai seorang manusia dirinya mendambakan kehidupan yang layak?
Tentu saja tidak.
"Aku sudi mempertahankan hubungan kita demi Naruto, lalu apa lagi yang harus aku pertaruhkan?" Tak mudah melupakan masa lalu yang kelam itu. Hingga detik ini masih terbayang-bayang dalam benak Kushina.
Pemaksaan Minato telah menjadikan penghalang untuk terbukanya hati Kushina.
"Berikan cintamu kepadaku."
Kushina terkesiap. "..." Ia tak bisa berkata apa-apa lagi.
"Selama ini aku telah banyak berkorban untuk dirimu." Sejak awal Minato memiliki rasa kepada Kushina, tapi sungguh, kejadian pada malam itu tak sengaja ia lakukan.
Wanita berambut panjang itu terdiam membantu.
"Aku tak bisa menyentuhmu, dan aku melampiaskannya kepada orang lain. Sampai kapan kau akan terus membenciku seperti ini?"
Kushina menarik tangannya dari genggaman Minato secara paksa dan kasar. "Aku sangat membencimu!" Lantas ia melarikan diri dari hadapan sang Suami usai memberi kalimat berkebalikan dari cinta.
Kushina tidak ingin lagi mendengarkan semua pernyataan-pernyataan memuakan itu.
Minato menggigit bibir. Kushina belum bisa menerima dirinya hingga saat ini, padahal sudah lama berlalu.
"Sial!"
Lelaki lanjut usia itu mengumpat sembari mengacak rambut pirang miliknya. Ia menginginkan Kushina. Sangat menginginkan wanita itu.
Puluhan tahun sudah menunggu, namun tidak ada tanda-tanda pintu hati Kushina terbuka untuknya. Hati Minato terlampau menginginkan seluruh jiwa dan raga sang Istri.
Begitu sulit memenangkan hati Kushina.
x X x
Awalnya hendak langsung membuka pintu, namun sesegera mungkin Sakura mengurungkan niat tersebut. Ia tak ingin kejadian waktu itu terulang kembali.
Naruto sangat murka bila tiba-tiba pintu kamarnya dibuka dengan lancang. Cara dia menjaga kamar seperti sedang menyembunyikan sesuatu, itulah yang Sakura pikirkan.
Tokk..
Sakura hanya berani mengetuk sebanyak satu kali, jika tidak ada repons lebih ia baik menyerah. Naruto memang baik serta pendiam, namun begitu mudahnya dia marah apabila merasa diganggu.
Naruto bukan seperti seekor singa yang tak segan menerkam apa saja di depan mata selama itu bisa disantap dan dinikmati.
"Ada apa?"
Lamun Sakura buyar ketika mendapat sapaan. "Makan malam sudah siap." Wajah sembab Naruto membuatnya heran. Kini ada banyak pertanyaan dalam kepalanya.
"Baiklah." Bahkan ketika menutup pintu kamar Naruto tak memberi celah kepada Sakura untuk menilik ke dalam.
Sepertinya memang benar kamar besar itu penuh dengan rahasia.
Dua minggu lalu setelah menikah mereka langsung pindah lantas punya kamar masing-masing, dan tak sekalipun Naruto pernah membuka pintu kamar untuk siapapun, bahkan ia menolak ketika Sakura menawarkan jasa untuk memberesi kamarnya.
Tidak ada yang boleh memasuki kamar pribadi seorang Naruto Namikaze.
Sakura menatap punggung lebar Naruto. Perlahan lelaki itu mulai menjauh dibawa oleh langkahnya sendiri, lantas ia segera menyusulnya dari belakang. Mengikuti sang Suami.
"Kau minum lagi?" Bau alkohol tertangkap dalam indera penciuman Sakura. Lagi-lagi Naruto minum, padahal dia tak terbiasa dengan minuman keras.
Alkohol yang telah menyatukan mereka, itupun berkat ketidak terbiasaan.
Naruto tak mengindah pertanyaan Sakura. Ia hanya menarik kursi lalu duduk di depan meja makan. "Tidak ada ramen?" Justru ia berbalik bertanya setelah menyapu semua makanan yang tersaji dan tak menemukan menu makan terfavorite.
"Aku pikir kau akan merasa bosan bila makan ramen setiap hari." Jawab perempuan itu sesuai pemikiran.
"Ramen makanan yang paling aku sukai." Jika dikatakan sejak awal, Sakura tak kan membiarkan ramen tidak tersaji. Salah Naruto sendiri. "..tak semudah itu aku bosan dengan sesuatu."
"Maaf.. aku tidak tahu kalau kau suka ramen."
Naruto tersenyum datar. "No problem." Ia meraih mangkuk lantas mengisinya dengan nasi. "..jangan sungkan mengadu padaku bila kau kehabisan uang, kalau kau katakan aku akan tahu."
Sakura tersenyum simpul. "Terimakasih, tapi uang di laci masih ada banyak." Naruto memberinya uang belanja lebih dari cukup, tanggung jawab sebagai seorang Suami. Uang itu tidak terlalu ia gunakan untuk hal lain kecuali makan.
Beginilah rasanya hidup tanpa cinta. Rumah yang mereka huni terasa sepi, seperti hati Sakura. Sasuke yang ia inginkan justru berakhir menjadi Istri Naruto Namikaze.
Marga Haruno dibelakang nama Sakura terlah berganti. Namikaze yang menjadi nama belakangnya sekarang, bukan Uchiha.
Ketika menyumpit potongan daging ikan, tanpa sengaja pandangan Naruto tertuju pada Sakura yang ada di depan sana. Dia sedang melamun.
"Ada masalah?"
Kontan saja, perhatian itu menyadarkan Sakura. "..tidak ada apa-apa."
"Kau yakin?" Terkadang Naruto bisa memberi perhatian kepada Sakura, bisa dikatakan sangat jarang.
"Nikmati makanmu." Hingga kini Sakura tak pernah menceritakan masalahnya kepada Naruto, dan juga Naruto tidak pernah bertanya soal apapun.
Dia lelaki yang sangat pendiam, bahkan Sakura sendiri tak begitu mengenalinya meski sudah berminggu-minggu mereka hidup bersama dalam satu atap namun berbeda kamar.
Naruto menyadari jeganggalan terhadap Sakura, namun ia tak ingin ambil peduli dan memilih kembali menikmati makan malam bersama sang Istri.
Istri yang tak dicintai, begitu pula sebaliknya.
Porsi makan Sakura sedikit sekali dan itu membuat Naruto risih melihatnya. "Makan yang banyak." Ia menambahkan potongan ikan yang kaya akan vitamin ke dalam mangkuk Sakura tanpa izin darinya. "..aku tidak suka melihat orang terlalu menjaga porsi makan." Tuturannya membuat perempuan itu bungkam.
Siapa sangka pria misterius bisa perhatian juga.
x X x
Beberapa saat setelah Naruto berangkat ke kantor, tiba-tiba ketukan pintu terdengar dari luar. Sakura pikir Naruto yang mengetuk pintu untuk mengambil barang yang tertinggal, rupanya ia salah menduga setelah membuka pintu.
"Sasuke!?" Mantan calon Suami Sakura yang datang bertamu.
Sasuke langsung mencekal kedua lengan Sakura. Menarik wanita itu hingga keluar dari dalam. "Kenapa kau lakukan ini kepadaku?" Ia menudingnya dengan tuntutan. "..kau membatalkan pernikahan kita tanpa berkata apa-apa lalu menikah dengan orang lain. Tega sekali kau memperlakukan diriku."
"Ini pilihanku."
Jawaban dingin itu membuat Sasuke terhenyak. "..kau tidak tahu di tanggal pernikahan kita aku menunggumu di Gereja selama seharian.. aku sendiri disana, tidak ada keluarga yang ikut bersamaku."
Sakura meremat ujung baju yang ia kenakan. Cara melampiaskan perasaan yang tersayat-sayat. "Semuanya sudah terlambat. Harusnya kau tahu aku tidak akan datang untuk menikah denganmu, karena di hari itu aku sudah menikah dengan orang lain."
"Tidak Sakura..." Apapun alasannya Sasuke tidak bisa terima.
Seandainya informasi itu tidak datang terlambat, maka pernikahan Sakura dengan laki-laki itu tidak akan terjadi. Kini hanya ada penyesalan yang melingkupi diri.
"Kau meninggalkan aku." Sasuke tertunduk. Dahinya bertumpu di bahu Sakura. "...yang Ayahku katakan tidak salah."
Reflek, Sakura langsung mendorong Sasuke karena ucapan tadi, membuat lelaki itu terhuyung kebelakang karenanya. "Apa maksudmu!?" Amarahnya tersulut.
"...kau mengkhianatiku." Tak sepantasnya Sasuke berkata demikian mengenai kesetiaan Sakura. Itu fitnah.
"Kau lah yang memaksaku untuk berkhianat." Lagi-lagi berkorban demi Sasuke. Bersusah payah Sakura menahan diri agar tak menyakiti Sasuke, sebab ia tak kan tega melakukannya.
Sasuke masih berharga.
"DUSTA!" Sakura tersentak. "Kau mengkhianatiku sejak dulu, alasan yang membuatmu takut saat Ayah mengajukan persayatan itu!?"
Mata Sakura memanas. Lidah tajam Sasuke kembali membuat luka dalam hatinya. "Terimasih atas tuduhanmu padaku." Ia menyeka sudut mata dengan cepat, namun masih terlihat di mata Sasuke. "..dengan begini sudah jelas bahwa kau memang tidak bisa mempercayaiku. Tuhan memberiku petunjuk."
"Sakura..."
"Pergi." Tak ada kesempatan, semua sudah berakhir sampai disini.
Perasaan bersalah menyelimuti Sasuke. "Maafkan aku."
"PERGI!" Kesabaran Sakura telah sampai pada batasnya.
Sasuke hendak meraih tangan Sakura, namun empunya segera menarik tangan sendiri agar tak tersentuh. Ia menggigit bibir karena penolakan tersebut.
Jika dulu Sakura tak pernah menolak apabila tangannya digenggam oleh Sasuke, maka penolakan ini akan menjadi akhir dari semuanya.
Mereka bukan siapa-siapa lagi. Telah menjadi orang asing.
Keduanya sama sekali tidak tahu dengan keberadaan Naruto di dalam mobil hitam dari kejauhan. Jelas sekali lelaki itu menyaksikan yang sedang terjadi di depan sana dengan mata kepala sendiri.
Seorang lelaki membuat Sakura menangis.
Sekarang Naruto sadar, sudah sepantasnya ia bertanggung jawab atas kehancuran Sakura. Dirinya dalang dari masalah yang Sakura hadapi seorang diri, sementara kekasihnya hanya bisa menyudutkan Sakura dengan tuduhan-tuduhan tidak benar.
Cukup melihat dari kejauhan sudah menjadi bukti. Mereka sedang bertengkar.
Naruto menyadarinya. Sakura wanita yang kuat dari luar maupun dalam, bahkan ia sendiri tidak malu mengakui bahwa Sakura jauh lebih kuat daripada dirinya yang cengeng ini.
Tanpa sengaja Sakura menatap ke arah mobil milik Naruto yang terparkir, detik itu pula membuatnya terkejut begitu menyadari keberadaan sang Suami disini.
Sepertinya dia kembali lagi tadi.
"Naruto..." Terdengar gumaman kecil.
Lelaki itu sudah tahu setelah menyaksikan semuanya.

TO BE CONTINUE...

Day by Day by Hikari Cherry Blossom24Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang