✨ 18 - Akhir Penantian

1.5K 143 35
                                    

maaf buat typo-typonya,
happy reading!
-----------

"Kwan, belom ngisi?"

Itu adalah sebuah pertanyaan yang sering Seungkwan hindari akhir-akhir ini. Usia Pernikahannya bersama Vernon sudah hampir mendekati tahun ketiga, tetapi mereka belum juga dikaruniakan seorang malaikat mungil dikeluarga kecil mereka.

Tahun pertama dan kedua, Seungkwan berpikir mungkin memang Tuhan belum mempercayai mereka untuk menjadi orangtua. Namun memasuki tahun ketiga, dia jadi kembali berpikir; apa jangan-jangan, memang dia tidak bisa memberikan keturunan pada suaminya?

Seungkwan pudung, dia sedih.

Beberapa hari kemarin, dia berkumpul besama teman-teman semasa SMA-nya di sebuah cafè yang ada di Jakarta. Seungkwan jadi semakin pudung, sebab mereka semua datang kesana bersama buah hati mereka masing-masing. Hanya Seungkwan yang sendiri, menyesap secangkir kopi panas sembari memperhatikan interaksi teman-temanya bersama anak mereka.

Kalau kalian tanya, apa teman-teman Seungkwan memberikan pertanyaan kepada wanita itu, tentu saja iya. Tetapi Seungkwan sebisa mungkin menjawab pertanyaan mereka dengan senyum tegar, seolah-olah dia baik-baik saja. Lalu setelahnya dia akan kembali kerumah, dan menghabiskan waktu seharian untuk menangis didalam kamar.

Terkadang, Seungkwan ingin sekali menyalahkan keadaan. Dia ingin sekali mengumpati dan menyerapahi semua ujian yang sedang dia alami saat ini. Seungkwan ingin sekali bertanya, kenapa? Kenapa rasanya Tuhan selalu memberikan dia banyak persoalan.

Seungkwan ingin bahagia, walau nyatanya Vernon saja sudah selalu membuat dia bahagia bukan kapalang, tetapi dia juga ingin membuat suaminya itu bahagia. Tidak adil rasanya jika hanya dia yang terus-terusan bahagia sementara suaminya tidak.

Tapi kenapa sih, harus seberat ini?

"Kalo saran kakak, coba kamu cek dulu ke dokter. Kamu gak boleh nyimpulin sendiri loh Kwan, siapa tau emang kamunya belum dipercaya aja sama Tuhan." ini Jeonghan, berbicara kepada Seungkwan sembari mengaduk teh-nya.

Dia tengah berada dikediaman Seungkwan saat ini, menemani si adik ipar yang kini tengah dilanda stress berkepanjangan.

Untuk kesekian kalinya Seungkwan menghela nafas, "Tapi aku takut kak."

"Gak ada yang perlu ditakutin, sayang. Tuhan yang punya rencana, kamu tinggal diam aja dan berusaha." jawab Jeonghan lagi.

"Kalau ternyata aku emang beneran gak bisa punya anak, gimana?" kata Seungkwan.

"Hush! Gak boleh ngomong sembarangan!" Jeonghan mendaratkan sebuah jitakan keras diatas kepala Seungkwan, "Ayo cek ke dokter, kakak temenin."

"Tapi kak--"

"Udah buruan sana ganti baju, kita ke dokter. Biar kamu tau keadaan kamu, dan berhenti mikirin yang enggak-enggak!"

Seungkwan pun hanya bisa pasrah. Pada akhirnya dia memilih untuk mengikuti saran kakak iparnya untuk pergi kerumah sakit. Dengan setelan kaus berlengan panjang yang dipadukan dengan celana jeans berwarna hitam, Seungkwan pun pergi kerumah sakit bersama Jeonghan yang menyetir mobilnya.

-o0o-

"Kamu tunggu disini, biar Kakak yang daftarin."

Mereka berdua kini sudah sampai dirumah sakit. Tidak terlalu jauh kok posisi Rumah Sakitnya, hanya beberapa kilometer saja dari perumahan tempat Seungkwan pindah.

Eh iya, by the way, setelah menikah Vernon memang langsung membeli sebuah rumah sederhana yang terletak disebuah perumahan bergengsi yang ada di Jakarta. Dia bilang lebih baik tinggal disebuah komplek atau perumahan, dibandingkan harus tinggal di Apartemen. Seungkwan setuju, lagi pula rumah baru mereka terlihat sangat asri, tipe Seungkwan sekali.

𝐄𝐬𝐢𝐱𝐞𝐧𝐜𝐢𝐚 [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang