Senin pagi. Arsyil sudah duduk santai diatas motornya. Sesekali ia melirik jam yang melingkar di tangannya, sudah lewat 15 menit dari kebiasaannya berangkat sekolah. Matanya menatap kearah pintu depan pagar rumahnya. Antara belok kekanan atau kekiri. Jika kekanan, maka ia akan langsung menuju kesekolah. Jika kekiri ia akan melewati rumah Ishida dulu baru kesekolah. Jalan yang selama ini ia lewati.
Namun kali ini, Arsyil merasa ragu. Setelah tadi malam ia tidak bisa tidur karena memikirkan kejadian sebelumnya. Hari minggu kemaren, ia tidak berangkat kesekolah bareng Ishida dan memilih berangkat sendiri. Berharap Ishida akan menghampirnya tapi justru gadis itu malah pergi dengan pria lain yang ia tidak ketahui siapa. Tambahan lagi, gadis itu bahkan sama sekali tidak merasa terganggu dengan gossip mengenai dirinya. Entah kenapa, hal itu membuatnya sedikit banyak merasa marah.
Akhirnya setelah meyakinkan diri, Arsyil mulai melajukan motornya dan memilih membelokan motornya kearah kanan. Apalagi Ishida juga sama sekali tidak menghubunginya.
Begitu tiba di halaman sekolah, Arsyil tidak langsung menuju kekelas. Pria itu lebih memilih duduk diatas motor dengan tatapan yang terjurus lurus kearah handphone yang ada dalam gengamannya. Sedari tadi ia menanti namun benda itu tetap terdiam. Sama sekali tidak ada tanda – tanda ada panggilan ataupun pesan masuk. Padahal sebentar lagi bel akan berbunyi.
Selang beberapa saat ketika ia tanpa sengaja mengendarkan padangan kesekeliling, ia menatap seseorang yang melangkah masuk melewati pintu pagar sekolah dengan santainya. Gadis itu terus melangkah bahkan sama sekali tidak menoleh kearahnya. Arsyil hanya mampu menghela nafas sebelum kemudian bangkit berdiri untuk menuju kekelasnya sendiri.
Begitu tiba waktu istriahat, Ishida tidak langsung menuju kekantin seperti biasanya. Bahkan gadis itu menolak tawaran makan gratis yang diberikan Arumy yang berjanji untuk mentraktirnya hari ini. Ishida lebih memilih untuk mencari Arsyil diam diam karena ia pamit dari Arumy ia harus ke perpustakaan.
Setelah mencari kesana kemari, bahkan Ishida benar – benar mengunjungi perpustakaan, ia tetap masih belum menemukan orang yang di carinya. Setelah memutuskan untuk menyerah dan memilih menyusul Arumy, langkah Ishida terhenti. Matanya menangkap sosok seseorang yang sedang duduk bersandar dibawah pohon jambu dengan seluruh wajahnya yang tertutupi buku yang terbuka di hadapannya. Berpose layaknya orang tidur.
Secara perlaha Ishida berjalan menghampiri. Ia yakin kalau ia mengenali siluet pria tersebut. Dengan hati – hati tangan Ishida terulur untuk membuka buku guna mengintip wajah dibaliknya.
"Ishida?"
Melihat raut terkejut itu, Ishida sama sekali tidak merasa terganggu. Senyum mengembang di bibirnya. Seperti dugaannya tadi. Orang itu adalah Arsyil. Kemudian dengan santai Ishida duduk disampingnya.
"Barusan itu loe beneran tidur?"
"Cuma tiduran," balas Arsyil sambil membetulkan letak duduknya yang kini lebih tegap. "Ada apa?"
Kepala Ishida mengeleng. "Nggak papa sih. Cuma..."
"Cuma?" kejar Arsyil karena Ishida mengantungkan ucapannya.
"Cuma gue mau nanya, kenapa tadi pagi loe nggak jemput gue?" tanya Ishida lagi.
Arsyil tidak segera menjawab. Tangannya terulur untuk mencabut tumbuhan ilalang tak berdosa yang tumbuh di dekatnya. Memain – mainkan daun tersebut dalam diam. Setelah beberapa saat kemudian mulutnya berkata.
"Kayaknya kita nggak bisa pergi sekolah bareng lagi deh."
Ishida menoleh. Menatap lurus kearah Arsyil, namun pria itu sama sekali tidak menoleh kearahnnya. Perhatiannya ia fokuskan pada ilalang di tangan. Seolah oleh benda tersebut benar – benar menarik untuknya.
"Loe jangan salah paham dulu. Itu bukan karena gue keberatan barengan sama loe. Tapi sekarang, tiap pagi gue harus berangkat bareng sama adik gue. Maksutnya gue sekalian nganterin dia biar nyokap gue nggak bolak balik."
Ishida terdiam sebelum kemudian mengangguk – angguk paham. Ia tau kalau Arsyil memang punya seorang adik yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Tapi setau Ishida selama ini adiknya selalu diantar jemput oleh sang mama. Kenapa tiba – tiba jadi Arsyil yang mengambil alih.
"O.. Kalau memang karena itu nggak papa kok," balas Ishida sambil tersenyum.
Untuk beberapa saat keduanya terdiam. Dan untuk pertama kalinya, Ishida merasa kalau atmosfier di antara mereka terasa janggal. Ia merasa canggung. Benar – benar tidak seperti biasanya.
"Eh iya Ar, gue laper nih. Kita kekantin yuk," ajak Ishida kemudian.
"Loe duluan aja. Gue masih ngantuk. Ntar gue nyusul," tolak Arsyil.
Ishida kembali terdiam. Setelah berpikir sejenak gadis itu bangkit berdiri. "Ya sudah deh, kalau gitu gue duluan ya."
Arsyil hanya membalas dengan anggukan. Dengan perlahan Ishida melangkah meninggalkan Arsyil yang kini kembali berpose seperti sebelum kedatangannya. Saat telah sampai di belokan lorong menuju kantin, Ishida kembali menoleh kebelakang. Menatap kearah Arsyil yang menyembunyikan wajahnya di balik buku. Tanpa sadar Ishida menghembuskan nafas lelah. Dia tidak tau, hanya perasaannya saja atau memang Arsyil terlihat menghindarinya. Entahlah, ia sendiri tidak tau kesalahan apa yang ia lakukan. Tak ingin memikirkan itu lebih jauh Ishida kembali melanjutkan langkahnya.
Bersambung....

KAMU SEDANG MEMBACA
{Bukan} Sahabat Jadi Cinta
Teen Fiction"Gimana? loe mau kan temenan sama gue?" "Boleh, tapi ada syaratnya." "Syarat? Apa?" "Loe nggak boleh jatuh cinta sama gue. kalau sampai loe jatuh cinta sama gue, maka persahabatan kita akan berakhir. Deal?" "Deal!"