{Bukan} Sahabat Jadi Cinta Part 16

1.5K 58 2
                                        

Seperti yang di janjikan, Ishida kembali pulang bersama kakaknya. Bahkan pria itu juga terpaksa kembali mengantar dirinya ketempat les karena kebetulan hari ini jadwal masuknya. Walau selama pelajaran berlangsung, Ishida sama sekali tidak konsentrasi mendengarkannya. Saat itu pikirannya melayang entah kemana. Bahkan tau – tau, jam les sudah berakhir. Setelah meng-SMS kakaknya, Ishida duduk didepan kelas. Sedikit memberengut kesel ketika tau kalau sang kakak masih ada urusan.

"Nungguin jemputan ya?"

Ishida menoleh, secara refleks bibirnya membentuk lengkungan ketika melihat Reihan yang kini melangkah duduk disampingnya. Dengan perlahan kepalanya mengangguk membenarkan.

"Kalau gitu kita sama donk."

"Oh ya? Emang motor loe kemana?" tanya Ishida kemudian.

"Dibengkel," sahut Reihan singkat. Ishida hanya mengangguk mendengarnya. Untuk beberapa saat keduanya terdiam. Tengelam dalam pikirannya masing – masing.

"Hufh."

Ishida diam – diam menoleh kearah Reihan yang tampak menghembuskan nafas berat dengan tatapan menatap kosong kedepan. Tanpa perlu menjadi seorang peramal Ishida sudah bisa menebak kalau pria itu sedang dirundung masalah.

"Kenapa? Loe lagi ada masalah ya?"

"Ya?" Reihan menoleh. Sedikit tersenyum salah tingkah sembari merutuki dalam hati ketika mendapati Ishida sedang menatapnya. Astaga, kenapa ia bisa lupa kalau ia tidak sedang sendirian saat ini.

"Muka loe keliatan kusut gitu. Kayak orang yang lagi punya banyak beban pikiran gitu," Ishida menambahkan.

"Keliatan banget ya?"

"Nggak banget sih? Cuma keliatan aja," balas Ishida setengah bercanda. Mendengar itu mau tak mau Reihan tersenyum.

"Em gimana ya? Menurut loe. Yah, hanya menurut loe. Mungkin nggak sih, ada cewek sama cowok temenan deket banget tanpa ada rasa cinta?"

Gleg.

Ishida tampak menelan ludah. Tidak menduga akan mendengar pertanyaan seperti itu. Matanya menatap penuh selidik kearah pria yang duduk disampingnya. Apa mungkin Reihan mengetahui tentang kondisinya saat ini? Tapi, bagaimana bisa?

"Ke... kenapa loe nanya gitu ke gue?" akhirnya Ishida memilih untuk kembali bertanya.

Bukan segera menjawab Reihan justru terlihat menghembuskan nafas berat seperti sebelumnya.

"Soalnya gue heran aja. Ada cewek yang benar – benar menganggap kalau kedekatan itu hanya murni sebagai hubungan persahabatan."

"Gue masih nggak ngerti," aku Ishida dengan kerut bingung didahinya.

"Gue punya temen. Dia cewek. Kita udah deket dari sekian lama. Dimana ada dia, disitu ada gue. Kita juga udah saling mengerti satu sama lain."

"Dan kemudian loe suka sama dia?" tanya Ishida setelah sedikit banyak mulai mengerti dengan titik permasalahannya.

Rihan tidak membantah. Terbukti dengan kepalanya yang mengangguk perlahan.

"Suka sama seseorang nggak salah kali. Yah walaupun dia itu temen loe, tetep aja dia cewek. Kalau dia itu cowok, baru masalah," balas Ishida lagi sembari kembali sedikit bercanda yang membuat Reihan tersenyum samar mendengarnya.

"Terus kenapa muka loe keliatan murung gitu? Loe kan tinggal ngakuin perasaan itu sama dia?" tanya Ishida lagi.

Kali ini Reihan menggeleng perlahan. "Ini tu nggak sesederhana itu."

"Memangnya kenapa? Loe takut dia tolak? Ayolah, loe kan cowok. Masa gitu aja takut. Lagian siapa tau dia sebenernya juga suka sama loe. Cuma karena dia cewek makanya dia menahan diri," nasehat Ishida. "Seperti gue," sambungnya dalam hati.

Lagi – lagi Reihan kembali mengelengkan kepala. Membuat kerutan kembali muncul dikening Ishida.

"Gue emang sudah berencana buat ngaku kedia. Cuma selama ini gue masih mencari waktu yang tepat. Sayangnya 'waktu' itu nggak akan pernah ada. Karena dia udah suka sama orang lain."

"Maksut loe?"

"Dia bener – bener ngangap kalau gue itu cuma sahabatnya dia. Dan tadi pagi, gue baru tau kalau dia baru aja jadian sama sahabat gue sendiri. Tanpa dia sempat tau kalau gue sebenernya suka sama dia. Konyol banget kan?" kata Reihan sambil tersenyum sinis. Sinis akan nasip dirinya sendiri.

Ishida terdiam membatu. Konyol? Kalau Reihan itu konyol, terus ia sendiri apa? Bukannya ia juga berada dalam posisi yang sama? Bahkan ia lebih dengan bodohnya telah memasang 'benteng' yang tak mungkin dilewati oleh sahabatnya. Walau mungkin bukan itu maksut dan tujuan awalnya.

"Aduh, sory ya. Kenapa gue jadi malah curhat sama loe," Reihan tanpak mengaruk – garuk kepalanya yang tidak gatal. Sebersit malu merambati hatinya. Terlebih ia tidak bisa di bilang dekat dengan gadis itu. Secara mereka juga baru kenal.

"Nggak papa kok. Dan sebenernya kalau gue boleh jujur, kita punya nasip yang sama," balas Ishida lirih. Nyaris disebut gumaman.

"Maksut loe?" gantian Reihan yang mengkerutkan kening heran.

Ishida tidak langsung menjawab. Gadis itu hanya tersenyum. Senyum yang sama yang ditunjukan Reihan beberapa saat yang lalu. Senyum sinis. Tepatnya senyum sinis untuk dirinya sendiri.

To Be Continue

{Bukan} Sahabat Jadi CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang