"Baiklah jika memang itu yang loe mau. Gue.." Arysil tidak melanjutkan ucapannya. Dadanya benar – benar terasa sesak. Tenggorokannya juga terasa kelu. Akhirnya ia memilih berbalik tanpa menoleh lagi.
"Arsyil, tunggu!" ucapan Ishida terhenti. Ia sendiri tidak tau harus berkata apa. Tapi ketika melihat Arsyil yang akan meninggalkannya seperti itu, ia sungguh merasa tidak rela.
Langkah Arsyil terhenti tanpa terlihat akan berbalik. Ketika ia kembali berniat untuk berlalu, giliran Reihan buka mulut.
"Hei, Banci. Loe itu sebenarnya bego atau stupid sih?"
"Apa maskut loe?" tanya Arsyil kali ini refleks berbalik.
"Hufh," bukannya langsung menjawab, Reihan malah tampak menghembuskan nafas lelah. "Memangnya penyakit patah hati itu bisa menular ya?" tanya pria itu yang lebih terlihat seperti gumaman.
"Maksut gue. Loe kenapa nggak langsung bilang aja sih kalau loe itu suka sama Ishida?"
"Heh," Arsyil kehabisan kata – kata. Menurutnya pria itu sudah benar – benar keterlaluan.
"Oh, gue salah ya. Tapi ngeliat loe yang udah kayak orang kesurupan maen tonjok sembarangan, marah – marah nggak jelas, gue pikir itu karena loe suka sama Ishida. Cuma karena loe sekarang malah diem aja, mungkin tebakan gue emang salah. Ya sudah deh, loe boleh pergi sekarang," usir Reihan sambil melambaikan tangannya.
"Brengsek. Memangnya loe pikir loe siapa. Gue memang suka sama Ishida. Dan walaupun Ishida lebih milih suka sama loe, itu bukan berarti loe bisa bersikap seenaknya," geram Arsyil kembali terpancing.
"Harusnya loe bilang itu dari dulu. Loe bilang suka sama dia," nasehat Reihan yang makin membuat Arsyil merasa panas. Walau ia tau itu benar, tapi mendengar kalimat itu keluar dari mulut seseorang yang sudah merampas orang yang ia sukai, bukannya itu keterlaluan?
"Dan sebagai catatan, Ishida nggak suka sama gue. Dan gue juga nggak pernah nyium dia. Cuma elonya aja tuh yang nggak sabaran. Orang gue cuma bantuin niupin matanya yang kelilipan juga," sambung Reihan yang membuat Arsyil tercengang.
Maksutnya?
Dan ketika Arsyil menoleh kearah Ishida, gadis itu membalas dengan gelengan. Suatu tidakan penegas kalau apa yang Reihan katakan adalah benar.
"Baiklah Ishida. Gue bukan nggak berniat untuk membantu kalian, cuma menurut gue lebih baik loe selesaikan masalah ini sendiri. Gue pulang dulu ya?" pamit Reihan kearah Ishida. Gadis itu hanya mengangguk sambil menatap dengan penuh rasa bersalah pada pria itu.
"Tunggu dulu. Urusan kita belum selesai. Loe mau kemana?" tanya Arsyil.
"Gue nggak punya urusan sama loe. Dan asal loe tau aja ya, gue lagi patah hati beneran. Dan selaku temen, Ishida hanya membantu buat menghibur gue doank. Tapi tetap saja, melihat seorang yang jadian tepat dihadapan orang yang sedang patah hati sama sekali bukan suguhan yang menarik. Jadi loe selesaikan saja urusan loe sama dia," balas Reihan sebelum kemudian benar – benar berlalu.
Setelah Reihan benar – benar hilang dari pandangan, Arsyil dan Ishida masih saling diam. Masing – masing sibuk dengan pemikirannya sendiri. Namun ketika melihat Ishida yang mulai melangkah memasuki halaman rumahnya tanpa kata, secara refleks tangan Arsyil terulur menahannya.
"Ishida, dengerin dulu. Ada yang pengen gue omongin sama loe."
Ishida mendongak. Matanya menatap lurus kearah mata Arsyil yang terlihat sayu. Wajahnya juga menunjukan keraguan tersendiri.
"Kita ngobrolnya di dalam aja. Kita obatin dulu wajah loe," balas Ishida. Gadis itu berniat untuk kembali melangkah, tapi Arsyil sama sekali tidak bergeming. Bahkan gengamannya semakin erat.
"Soal yang tadi....." Arsyil kembali terdiam.
"Gue sama Reihan cuma temenan. Dan dia memang sedang patah hati, makanya gue bermaksut buat bantuin dia."
"Maaf..." gumam Arsyil lirih.
"Dia juga nggak pernah nyium gue. Mata gue tadi beneran kelilipan dan dia cuma bantuin gue," sambung Ishida lagi.
"Gue tau. Gue minta maaf soal itu juga," balas Arsyil lagi dengan kepala menunduk.
Ishida terdiam, matanya menatap kearah Arsyil yang sama sekali tidak berani mentapnya. Kemudian pandangan Ishida beralih menatap kearah tangannya yang berada dalam gengaman erat Arsyil. Ketegangan yang ia rasakan berberapa saat yang lalu perlahan memudar digantikan perasaan hangat yang tiba – tiba merambati hatinya.
"Kita masuk dulu yuk?" ajak Ishida untuk kedua kalinya.
Arsyil menoleh, menatap kearah Ishida yang juga sedang menatapnya sembari tersenyum lembut. Senyum yang menenangkan, tanpa dicegah Arsyil mengangguk. Melihat itu, tanpa kata Ishida langsung berjalan melangkah mendahuluinya. Tak ada hal lain yang bisa Arsyil lakukan selain melangkah mengikuti, terlebih ketika ia menyadari dengan pasti Ishida tidak melepaskan genggamannya. Kesadaran baru muncul, bahwa ia ingin selalu mengengam tangan itu. Sama sekali tidak ingin melepaskannya. Dan jika memang apa yang gadis itu katakan tentang hubungannya pada Reihan itu benar, mungkinkah ia masih punya kesempatan?
"Loe duduk dulu ya? Gue ambil obat dulu," kalimat Ishida yang mampir di gendang telinga menyadarkan Arsyil dari lamunannya. Ia baru menyadari kalau kini langkahnya terhenti di ruang tamu. Tanpa kata pria itu hanya mampu membalas dengan anggukan.
To Be Continue
KAMU SEDANG MEMBACA
{Bukan} Sahabat Jadi Cinta
Teen Fiction"Gimana? loe mau kan temenan sama gue?" "Boleh, tapi ada syaratnya." "Syarat? Apa?" "Loe nggak boleh jatuh cinta sama gue. kalau sampai loe jatuh cinta sama gue, maka persahabatan kita akan berakhir. Deal?" "Deal!"