"Reihan, ma kasih ya. Atas traktiran Ice Cramnya tadi. Sama jalan jalannya juga. Serius deh hari ini gue seneng banget," aku Ishida tulus. Jujur saja, hari ini memang menyenangkan. Bahkan untuk sejenak ia bisa melupakan rasa sakit yang diderita hatinya.
"Justru gue kali yang bilang ma kasih karena loe sudah mau nemin gue. Yah paling nggak gue bisa lupa sama masalah gue untuk sejenak," balas Reihan sambil tersenyum. "Tapi ngomong – ngomong kita kemana lagi nih?"
"Emp, kalau pulang aja gimana? Lagian kita juga sudah jalan – jalan seharian."
"Akh, elo bener juga. Jalan bareng sama loe bener – bener nggak terasa. Ya sudah, kalau gitu ayo gue antar loe pulang."
Ishida mengangguk membenarkan. Secara beriringan keduanya melangkah keluar dari mall dan langsung menuju ke parkiran. Selang beberapa saat kemudian keduanya telah berhenti tepat di depan rumah Ishida.
"Masuk dulu yuk," ajak Ishida sambil melepaskan helm yang di kenakannya.
"Ma kasih ya. Lain kali aja deh. Nggak enak gue sama keluarga loe entar. Secara sudah keringatan gini," balas Reihan sambil turun dari motornya dan ikut – ikutan melepaskan helmnya. Ishida hanya tersenyum menangapinya. Karena ia tau itu hanya alasan basa – basi dari Reihan untuk menolak tawarnnya.
"Tapi serius Ishida. Untuk hari ini, gue mau bilang ma kasih banget karena loe udah nemenin gue."
"Iya... Sama – sama. Gue juga berterima kasih kok. Karena hari ini gue juga seneng."
"Ya sudah kalau gitu gue pamit dulu ya," pamit Reihan sambil berbalik.
"Iya. Jangan lupa hati – ha... Aduh."
"Loe kenapa?" tanya Reihan sambil kembali berbalik menghadap kearah Ishida yang tampak sedang mengusap – usap matanya.
"Aduh kayaknya mata gue kelilipan debu deh," sahut Ishida tanpa menoleh. Reihan terdiam sambil menatap kesekeliling. Barusan memang ada motor yang lewat, dan menyebapkan debu pasir jalan berterbangan. Mungkin salah satunya nggak sengaja masuk kedalam mata Ishida.
"Oh ya, coba gue lihat," kata Reihan.
"Nggak papa kok. Kayaknya juga cuma pasir kecil doank," kata Ishida sambil terus mengucek – ucek matanya yang beberapa saat kemudian terdiam karena cekalan kuat Reihan.
"Jangan di kucek. Ntar malah luka. Coba sini biar gue lihat," sambung Reihan lagi.
Awalnya Ishida merasa ragu, tapi beberapa saat kemudian ia melepaskan tangannya. Dengan perlahan ia mulai membuka mata yang terasa sakit sementara wajah Reihan sendiri tepat berada di hadapannya.
"Ternyata bener ada debu. Loe diem aja biar gue tiup," kata Reihan.
Ishida hanya bisa manut. Setelah beberapa kali tiupan akhirnya debu tersebut berhasil disingkirkan.
"Ma ka..."
Bugg (???? #Admin frustasi ngarang bunyinya)
"Reihan," teriak Ishida kaget.
Kejadiannya begitu cepat. Ishida sendiri tidak mengerti bagaimana kronologinya. Tau – tau, Reihan sudah terlihat jatuh terduduk dihadapannya sembari mengusap pipinya yang terlihat merah. Bahkan disudut bibirnya tanpak sebercak merah darah segar. Saat Ishida menoleh.
"Arsyil, loe ngapain?!"
"Dasar cowok berengsek loe ya. Apa yang loe lakuin sama Ishida," tuding Arsyil dengan telujuk lurus kearah Reihan yang masih terduduk tak berdaya. "Sini loe," kata Arsyil lagi sambil bersiap untuk menghajar Reihan kalau tidak buru – buru di hadang oleh Ishida yang berdiri tepat di hadapannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
{Bukan} Sahabat Jadi Cinta
Novela Juvenil"Gimana? loe mau kan temenan sama gue?" "Boleh, tapi ada syaratnya." "Syarat? Apa?" "Loe nggak boleh jatuh cinta sama gue. kalau sampai loe jatuh cinta sama gue, maka persahabatan kita akan berakhir. Deal?" "Deal!"