{Bukan} Sahabat Jadi Cinta Part 12

1.7K 59 3
                                    

Sepulang sekolah, seperti yang di janjikan Ishida menunggu Arsyil untuk pulang bersama. Karena kebetulan kelas mereka berbeda, Ishida sengaja langsung menuju ke parkiran. Dari pada ia menunggu di depan kelas, mendingan ia langsung stay di motor.

Namun, kening Ishida berkerut samar ketika tiba di tempat yang ia tuju. Motor Arsyil tidak ada disana. Sedangkan ia sudah cukup yakin kalau sekilas tadi ia melihat kelas Arsyil belum bubar. Lantas kemana perginya anak itu, gumam Ishida lirih.

Tak ingin terjebak dalam pertanyaanya sendiri, Ishida mengeluarkan Handphon dari dalam saku bajunya. Walau awalnya masih ragu, namun pada akhirnya ia memutuskan untuk segera menghubungi sahabatnya. Jeda sesaat menunggu nada sambung dari seberang. Tapi walaupun begitu masih belum terdengar jawaban. Bahkan memang berakhir tanpa jawaban. Merasa makin heran Ishida kembali melanjutkan panggilannya. Tapi hasilnya tetap nihil.

"Ishida, loe ngapain disini?"

Karena sibuk dengan handphonenya, Ishida hampir tidak menyadari sekeliling. Halaman parkir sudah dipenuhi dengan anak – anak lain yang siap untuk pulang.

"Eh kevin. Mau pulang donk," balas Ishida. Agak sedikit terlambat memang.

Kevin tampak mengangguk – angguk paham. Dan sebelum mulut pria itu kembali terbuka, Ishida sudah terlebih dahulu melontarkan pertanyaan. Terlebih ketika gadis itu menyadari kalau Kevin adalah teman sekelas Arsyil.

"Oh iya Kev, loe ada liat Arsyil nggak? Kok motornya nggak ada ya?"

"Arsyil?" ulang Kevin sambil berpikir. Ishida mengangguk membenarkan sembari menatap menanti jawaban. "Oh, tu anak udah pulang duluan tadi. Dia di minta Pak Seno buat nganterin Laura karena sakit maagnya kambuh," sambung Kevin .

"Nganterin Laura?"

Kevin hanya membalas dengan anggukan santai. Bahkan pria itu sama sekali tidak menyadari raut kaget di wajah Ishida atas jawaban yang diberikannya. Jelas aja Ishida kaget, secara dari sebanyak banyak teman yang ada di kelasnya kenapa harus Arsyil sih. Terlebih kenapa pria itu tidak memberi tahu dirinya. Kalau gitu kan harusnya dia bisa menghubungi kakaknya bukan malah menunggu seperti orang bodoh.

"Gue hampir lupa. Loe biasanya bareng Arsyil kan? Jadi sekarang gimana donk?" tanya Kevin setelah keduanya terdiam beberapa saat.

"Iya. Nggak papa kok. Gue bisa minta jemput kakak gue, ma kasih ya," balas Ishida sambil berniat berbalik. Tapi belum sempat ia melangkah, panggilan Kevin sudah terlebih dahulu menghentikannya.

"Dari pada loe nunggu lama, gimana kalau gue antar loe pulang aja?"

"Ya?" tanya Ishida sambil berbalik.

"Lagian gue juga sendiri. Rumah loe searah sama rumahnya Arsyil kan?" tanya Kevin lagi. Ishida hanya membalas dengan anggukan.

"Ya sudah kalau gitu. Tunggu apa lagi. Ayo naik!"

Kalau awalnya Ishida masih ragu, kali ini gadis itu mengangguk mantap. Tanpa banyak komentar lagi ia segera menerima tawaran pria di hadapannya. Selang beberapa saat kemudian, keduanya sudah meluncur di jalan raya.

Setibanya di rumah, Ishida segera melangkah masuk. Suasana rumah sepi. Kedua orang tuanya pasti masih di kantor, sementara kakaknya tidak ada dirumah. Entah kemana pria itu, mungkin masih di kampus. Tak ingin memikirkannya, Ishida segera menganti baju seragamnya. Perutnya terasa lapar. Semangkuk bakso yang ia nikmati ketika jam istirahat di kantin tadi tidak cukup untuk menganjal perutnya hingga sesiang ini.

Tepat saat Ishida berniat untuk menyuapkan nasi kedalam mulutnya, suara bel di rumah terdengar. Membuat gadis itu menghembuskan nafas kesel karena acara makannya terganggu. Dengan segera ia bangkit berdiri.

{Bukan} Sahabat Jadi CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang