Begitu bel pulang terdengar, semua siswa segera menghambur keluar. Bersiap untuk kembali pulang kerumah masing-masing. Tak terkecuali Ishida dan Arumy yang kini sedang melangkah disepanjang koridor sekolah.
"Jadi loe pulang dijemput sama kakak loe?" tanya Arumy.
"Iya," angguk Ishida membenarkan.
"Kenapa nggak bareng sama Arsyil?" tanya Arumy lagi.
Kali ini kepala Ishida menggeleng perlahan. "Nggak ah. Nggak enak gue dari dulu ngerepotin dia terus. Dia kan ada urusan juga."
"Apaan sih. Omongan loe aneh," komentar Arumy. Ishida tidak membalas. Justru ia malah menunjuk kearah mobil yang sudah terparkir di hadapan.
"Jemputan loe tuh, udah datang."
"Emp, beneran nih nggak apa gue duluan? Atau loe mau kita anterin dulu?"
"Nggak nggak nggak. Ma kasih aja. Nggak papa kalian duluan aja. Rumah kita kan berlawanan arah. Lagian kakak gue juga udah dijalan kok. Bentar lagi sampe," tolak Ishida sopan.
"Ya sudah deh kalau gitu. Gue pulang duluan ya. Da..."
Ishida hanya balik balas melambai. Setelah Arumy menghilang dari pandangan, ia segera melangkah kearah jalanan. Sepertinya lebih baik ia menunggu kakaknya di pinggir jalan.
Suara klakson yang terdengar begitu dekat, membuat Ishida menoleh. Beberapa langkah darinya tampak sosok pria yang sedang duduk dengan motor yang tetap menyala. Walau wajahnya tetutup helm, Ishida langsung mengenalinya sebagai Arsyil.
"Buru naik!"
Ishida tau kalau ajakan itu tertuju untuknya. Namun gadis itu tidak menjawab. Hanya kepalanya yang menggeleng perlahan dengan senyum samar yang ia lemparkan. Isarat bahwa ia menolak tawaran tersebut.
"Kenapa?" tanya Arsyil lagi. Kali ini sambil menaikan kaca helm yang dikenakannya. Matanya menatap lurus kearah Ishida yang juga sedang menatapnya.
"Kak Vano udah datang tuh," balas Ishida dengan telunjuk lurus. Secara refleks Arsyil mengikuti arah yang di maksut. Senyum segera ia lemparkan saat melihat kakaknya Ishida yang baru tiba di sampingnya.
"Eh ada Arsyil. Kalian nggak barengan. Tumben banget Ishida minta antar jemput gue?" tanya Vano yang memang sudah mengenal Arsyil dengan baik.
"Ih kakak apaan sih. Kesannya nggak iklas banget. Lagian gue kan emang tanggung jawab kakak. Nggak enak tau, ngerepotin Arsyil mulu. Dia kan juga ada urusan sendiri," sahut Ishida cepat mendahului Arsyil sebelum pria itu sempat buka mulut.
"Ya udah deh. Buruan. Panas tau. Oke Ar, kita duluan," tambah Ishida lagi sambil mengajak kakaknya cepat berlalu. Walau sedikit bingung kakaknya hanya manut. Setelah terlebih dahulu mengangguk kan kepala pada Arsyil, mereka segera berlalu.
"Kalian berdua kenapa? Berantem?" tanya Vano di jalan.
Kepala Ishida mengeleng sebagi jawaban. Tapi ketika menyadari kalau kakaknya tidak melihat mulutnya mejawab. "Enggak kok. Kita baik - baik aja."
"Terus tadi itu kenapa? Kok loe juga bareng sama gue?"
"Emangnya tadi kenapa?" Ishida balik bertanya. "Nggak papa lagi. Bareng sama kakak emang apa salahnya. Masa gue harus naik turun angkot. Tega banget si kakak."
"Bukan gitu. Loe kan biasanya udah ada Arsyil."
"Yah nggak enak kali kak, masa gue nyusahin dia mulu."
"Gue nggak yakin Arsyil merasa di susahin," balas Vano bergumam lirih. Sepertinya kalimat itu hanya untuk ditujukan pada dirinya sendiri.
"Lagian, sekarang diakan udah punya pacar. Kalau terus barengan gue, gimana tanggapan pacarnya dia?"
"Arsyil punya pacar? Serius loe?" tanya Vano tak mampu menutupi rasa kagetnya.
Ishida hanya membalas dengan anggukan tanpa suara. Ia bahkan tidak perduli apakah kakaknya menyadari anggukannya atau tidak.
"Terus kalau gitu, sekarang loe gimana?" tanya Vano lagi.
"Ya gue sekarang diantar jemput sama kakak lah," sahut Ishdia sewot.
"Bukan itu. Maksut gue, emangnya loe nggak papa kalau dia punya pacar?" tanya Vano lagi.
"Memangnya gue kenapa?" Ishida balik bertanya.
"Udah deh. Nggak papa kok. Lupain..." balas Vano kemudian.
Ishida terdiam. Sedikit mengernyit bingung dengan maksut kakaknya. Walau ia masih merasa sedikit penasaran, tapi gadis itu lebih memilih bungkam. Sampai kemudian mereka tiba di rumah.
To Be Continue

KAMU SEDANG MEMBACA
{Bukan} Sahabat Jadi Cinta
Novela Juvenil"Gimana? loe mau kan temenan sama gue?" "Boleh, tapi ada syaratnya." "Syarat? Apa?" "Loe nggak boleh jatuh cinta sama gue. kalau sampai loe jatuh cinta sama gue, maka persahabatan kita akan berakhir. Deal?" "Deal!"