Chapter 20 : Number Nine

3.2K 507 109
                                    

Sunhee's POV

Ketukan dari pintu depan berhasil membangunkan gue dari tidur lelap selama hampir 10 jam lamanya. Sinar matahari telah masuk melalui jendela kamar dengan silau. Terpaksa, gue bangun dan membuka pintu untuk "tamu" gue di pagi menjelang siang ini.

Tampaklah 3 manusia berdiri di hadapan gue : Kak Hyungsik, Kak Jihyo, dan Kak Lay. Darimana mereka tahu apartemen gue, hah?!

"Si gembel baru bangun rupanya," desis Kak Lay sambil menyeringai kuda, mengejek gue.

"Tau apartemen gue dari siapa?" balas gue sambil memukul lengan pria itu dengan kuat, sambil melirik Kak Hyungsik dan Kak Jihyo yang berdehem-dehem canggung.

"Si Lay yang nanya. Pertama engga dijawab sama resepsionisnya. Terus kamu mau tau engga, si Lay bilang apa?" Kak Hyungsik menyeringai lebar.

Gue hanya menggeleng-geleng melihat Kak Jihyo yang sudah mempersiapkan diri untuk berbicara. Berbicara yang tak berfaedah.
"Katanya, 'itu apartemen calon istri saya'. Jadi deh, dikasih tau.."

"Heh, mana ada gue bilang begitu! Gue cuma bilang : 'kami ada urusan penting banget hari ini.' Begitu woi." Kak Lay langsung melotot ke arah Kak Jihyo yang tertawa kecil.

Dengan sedikit enggan, gue menyuruh ketiga kakak tingkat gue itu duduk di ruang tamu, sementara gue bergegas mandi secepat mungkin.

Ah, gue tidur terlalu nyenyak hingga tak sadar jam sudah menunjukkan pukul 11 siang.

Entahlah.. Itu pagi atau sudah siang?

"Semalem tidur jam berapa?" Kak Jihyo bertanya sambil memperhatikan gue dari kepala hingga kaki.

"Jam 2 pagi," jawab gue seraya menyedot ingus yang sudah meler dari kedua lubang hidung gue --- dingin.

"Sudah cerewet, banyak tingkah, sok begadang tapi ga kuat. Dih." Kak Lay melirik gue sambil melipat kedua tangannya, sombong.

"Gue engga bisa tidur semalem, kakak tingkat.."

"Bukannya 'sayang'? Eak, eak." Kak Jihyo menyenggol pundak Kak Lay yang mengernyit, lalu menjambak rambut merah teman BEM-nya itu.

Kak Hyungsik yang hening sedari tadi, akhirnya bangkit dari sofa sambil menenteng tas selempangnya. Jelas, ia sudah bosan dengan tingkah kekanak-kanakkan dua sobatnya itu. Gue kan mau ketemu kakak gue yang hilang! Begitulah isi pikiran Kak Hyungsik sekarang.

Cowok itu lalu mendekati gue yang berdiri di dekat pintu, lalu mengerjapkan matanya beberapa kali. Sungguh, gue rasa ia akan menangis saat ini juga. Jika Kak Hyungsik benar menangis, gue tak tahu apa yang harus gue lakukan. Karena.. gue juga menangisi orang yang sama.

"Kamu sudah bilang sama dia kan, soal hari ini?"

"Sudah. Dia bilang, silakan datang, engga keberatan."

Kak Hyungsik menghela napas panjang, kepalanya begitu tertunduk, auranya yang cerah dan berkarisma itu seketika redup seperti lampu minyak.

"Semalam, Kakak sudah telepon Kak Yoora di Amerika soal ini. Dia benar-benar berharap kita bisa bujuk Kak Chanyeol pulang setelah sekian lama. Kakak merasa terbebani sekali."

"Chanyeol pasti pulang." Gue tersenyum tipis sambil menepuk pundak Kak Hyungsik yang bungkuk, membuatnya mendongakkan kepala sedikit. Ia hanya diam, lalu menggenggam kedua tangan gue erat-erat.

"Hanya kamu satu-satunya harapan Kakak, Sunhee. Jangan kecewain Kakak."

Nada yang pelan namun tegas berhasil membuat gue gugup setengah mati.

Apartment 69 | Park Chanyeol AU✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang