Singularity

2.2K 228 13
                                    

My throat keeps hurting
I try to wrap it
But I have no voice
Again today, I hear that sound

***

Irene tengah terdiam duduk di sebuah ruangan rumah sakit. Memegang sebuah kertas. Tagihan rumah sakit Nam Joon. Irene menopang kepalanya dengan tangan kanannya. Berusaha berpikir dengan keras. Ia mengacak rambutnya asal. Ia menyerah. Karena ia sama sekali tidak tahu bagaimana bisa ia dan ibunya membayar rumah sakit Nam Joon. Tagihan rumah sakit ini begitu besar baginya membuat ia bingung apakah Ibunya memiliki uang sebanyak ini. Sedangkan ditabungannya, ia hanya memiliki beberapa ratus won. Jauh dari apa yang dibutuhkan. Irene tengah duduk disana sekitar barang setengah jam, meninggalkan Eun Kyung di ruang Icu bersama ibunya. Ia harus kembali kesana. Kalau tidak, Eun Kyung akan mencarinya.

Irene mendorong pintu Icu. Bau obat merasuk masuk rongga hidungnya. Memberi sensasi yang sama sekali ia tidak sukai. Ia benci suasana rumah sakit. Keadaan begitu sunyi, hanya terdengar alat dari mesin pasien. Irene menarik tangan Ibunya memberi isyarat bahwa ada yang harus ia bicarakan. Dengan segera Ibunya keluar, mengekor mengikuti Irene.

"Biaya yang harus kita bayar." Irene memberikan kertas pada Ibunya. Raut wajah ibunya segera berubah, dahinya mengkerut, kemudian ia memandang Irene dengan penuh tanda tanya.

"Sepertinya sudah saatnya kita harus menjual Restauran." Ibunya menunduk kebawah, berkata dengan nada pasrah.

Irene memegang kedua tangan Ibunya. Melihat kedua bola mata, kemudian mendesah.

"Tapi, bukankah itu satu-satunya mata pencaharian kita bu? Jika itu dijual bagaimana dengan nasib kita selanjutnya? Lagi pula itu adalah harta peninggalan ayah yang kita miliki."

"Nam Joon, lebih berharga. Ia harus terus hidup dan sehat."

Ibunya benar. Nam Joon harus tetap mendapat perawatan intensif dirumah sakit, namun ia dilema. Disatu sisi ia harus membayar tagihan rumah sakit. Tapi ia juga sebenarnya tidak ingin menjual restauran itu, begitu banyak kenangan didalamnya. Air mata memenuhi matanya, siap untuk jatuh jika ia berkedip.

"Baiklah jika itu yang ibu mau." Irene menyerah, menyerah pada keadaan yang ia hadapi saat ini.

Ibunya masuk kembali ke dalam ruang ICU. Kemudian, Eun Kyung keluar menyusul Irene yang masih diluar.

"Eun Kyung. Sepertinya aku akan bermalam dirumah saja."

"Baiklah. kalau itu maumu. Ayo kita pulang sebelum terlalu larut."

"Hmm. Aku akan bilang pada ibu sebentar."

"Oke. Aku menunggu."

***
Irene telah mengganti pakaiannya dengan piyama. Hari ini Eun Kyung memutuskan untuk menginap dirumah Irene. Dan kini, Eun Kyung tengah menyantap ramen diruang tv. Irene menatap layar ponselnya yang bergetar. Sebuah notifikasi email dari Big Hit Entertainment.
Ia segera membukanya. Sebuah pengumuman dari agency. Mengharuskan seluruh trainee untuk datang ke studio esok pagi. Ia menutup ponselnya, kemudian meletakannya di meja. Entah apa yang akan diberitahu oleh Agency, ia sama sekali tidak bisa berpikir. Apakah ia harus bahagia atau senang. Apakah ia akan debut atau tidak. Ia sama sekali tidak bisa mengekspresikan perasaannya saat ini. Ia mematikan lampu kamar, menaruh kepalanya di bantal, kemudian memejamkan matanya. Ia harus tidur. Ia harus segera istirahat. Karena begitu banyak hal terjadi akhir-akhir ini. Membuat tubuhnya begitu lelah.

***
Irene mendapati Eun Kyung sedang tidur di sofa dengan keadaan tv menyala. Irene menggelengkan kepala melihat bagaimana posisi tidur Eun Kyung saat ini.

"Ckck. Eun Kyung-ah. Bangunlah pagi ini aku akan pergi ke Big Hit."

Eun Kyung hanya mengerang kemudian tidur kembali. Irene tidak tega membangunkan Eun Kyung. Maka dari itu, ia menulis notes dan diletakan di dekat meja.

Love Maze [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang