Tiga

61.3K 3.5K 96
                                    

"Adeline, bangun!" suara Mama mengagetkan Adeline. Ia menutup wajahnya dengan selimut, dan tangannya merangkul Elmo.

Tap Tap Tap

"Sayang, sudah siang! Ayo bangun. Kita harus ke sekolah baru mu untuk mendaftar!" Mama menarik selimut yang menutupi sebagian tubuh Adeline.

Adeline membuka mata, matahari pagi menyilaukan matanya, ketika mama menyeret gorden dan membuka jendela lebar-lebar. Dan itu  membuat Adelin mengerjap-ngerjap.

"Bisakah Setengah jam lagi..." gumam Adeline disela mulutnya yang menguap. Mama menggeleng keras.

"Tidak bisa, Adeline! Lekas mandi. Sepuluh menit lagi Mama tunggu di meja makan," jawab Isti, sembari melemparkan handuk ke pangkuan Adeline. Ia keluar kamar, guna mengurusi Rio.

*

"Papa tidak pulang?" tanya Adeline. Sambil mengunyah sesendok nasi goreng buatan mama. Mama menggeleng, kemudian meletakkan gelas berisi susu untuk Rio.

"Ada pasien yang mau melakukan bunuh diri. Jadi, papa harus di rumah sakit semalaman," jawabnya.

"Ma, kenapa sih papa begitu mencintai pekerjaannya? Mengurusi orang gila itu kan..."

"Cukup, Adeline! Habiskan sarapanmu dan jangan pernah mengatakan hal itu lagi!" hardik Mama. Membuat Adeline bengong dan tak berani menatap wajahnya.
Ketiganya diam, sampai acara sarapan pagi itu berakhir juga.

Beberapa saat kemudian mama berdeham pelan.
"Maafin mama, maksud mama tidak seperti itu, Adelin. Hanya saja... Tidak baik mengatakan hal itu. Itu memang sudah tugas papa, pekerjaan papa," jelas mama. Adeline mengangguk tanpa menjawab apa-apa, dan Rio bahkan tak peduli dengan obrolan mereka pagi ini, karena Rio memang tidak mengerti apa-apa.

*

Adeline masih sempat menatap ke arah jendela rumah seberang, sebelum mobil yang dikemudikan mama melintasi rumah tersebut.
Rumah mewah di seberang jalan itu nampak sunyi senyap. Seperti memang tak ada kehidupan di dalamnya. Digarasi rumah itu, terdapat sebuah motor besar, dan satu buah mobil yang berdebu.
Sementara jendela yang semalam terbuka, kini sudah tertutup kembali, beserta gorden dan lampu yang mati.

'Aneh ...'

Bathin Adeline.

Sepanjang perjalanan hening. Kecuali Rio, ia masih saja menyanyikan beberapa lagu. Mulai dari Balonku ada Lima, hingga Pelangi.

Mama menghentikan mobilnya didepan gerbang sebuah Sekolah Menengah Pertama. Ia berbicara sebentar dengan Sekuriti. Tak lama, pintu Gerbang terbuka. Mama melajukan mobil dan memarkirnya di samping mobil berwarna hitam metalik.

"Ayo, Adeline! Mama rasa kita sudah terlambat." mama menyeret lengan Adelin dan Rio, berjalan cepat menuju ruang guru.

Sementara Mama tengah berbincang dengan beberapa Staff disana, Adeline dan Rio duduk menunggu dibangku luar ruangan. Mereka asyik bercanda, sampai mama keluar ruangan dan diikuti seorang guru perempuan.

"Sayang, kau sudah resmi menjadi siswi di sekolah ini. Mama pulang, dan nanti tunggu Mama datang menjemputmu. Jangan pulang sebelum mama datang, ingat. Dan ini, Miss Ira adalah wali kelasmu." terang Mama.

Adeline mengangguk. Matanya dan mata Miss Ira beradu, kemudian keduanya saling melempar senyum.

"Mama pulang ya, baik-baik dan jangan buat kekacauan lagi..." bisik Mama sebelum benar-benar pergi.
Adeline mengangguk.

Ia dan Miss Ira mengantar kepergian Mama dan Rio dengan tatapan. Hingga keduanya tak terlihat lagi dan sudah menghilang di balik tembok sekolah.

Miss.Ira mengajak Adelin untuk masuk ke dalam kelas barunya, untuk memperkenalkan dirinya dengan teman-teman baru.

RUMAH SEBERANG JALANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang