Sembilan belas

35.7K 2.5K 48
                                    

Brugg Brugg Brugg

Napas Adeline kembali memburu. Jantungnya kembali berdebar sangat cepat. Suara itu terdengar begitu kencang, dari luar jendela kamar.

Adeline berdiri, kemudian berlari ke arah pintu dan ia keluar dari kamar, menuruni anak tangga. Dengan tangan masih memeluk tas milik Rio.

Ia harus pergi!

Kemanapun!

Krekk ...

Pintu tiba-tiba terkunci. Adeline menangis, bagaimana bisa pintu rumah tiba-tiba tak bisa dibuka.

"Toloooooong!"

Adeline berteriak sekencang mungkin. Namun keberadaan rumah yang satu dengan lainnya cukup jauh. Terhalang benteng tinggi, dan halaman yang sangat luas.

Adeline diam, ia mendengar suara harmonika dari kejauhan. Sayup dan hampir terdengar samar.

'Liza ...'
gumam Adeline.

Adelin berlari lagi menuju lantai dua, tujuannya adalah kamar Rio. Kemarin, ia tak percaya dengan ucapan Rio, tapi kali ini, Adeline akan mencobanya.

'ADELINE...'

Adelin menghentikan langkah. Ia mendengar suara seseorang memanggil namanya.
Dari dalam kamarnya!
Adelin bimbang, kemana ia harus pergi.

Srreeeeeettttttt...

PRANG...

Adelin menjerit. Sebuah pisau tiba-tiba saja melesat ke atas. Kemudian mengenai lampu dan menyebabkan lampu itu pecah.
Adelin berusaha menghindar. Namun pecahan lampu mengenai lengannya. Darah segar merembes dari lukanya.
Adeline berlari, masuk ke dalam kamar Rio dan menguncinya dari dalam.

Sementara itu, ia masih mendengar dua buah lampu kembali pecah di luar sana.
Adeline meringkuk dibalik selimut, air matanya terus bergulir.

'Papaaa ...' bathin Adeline.

*

Malam kian mencekam. Sementara itu, Adeline masih terjebak di dalam kamar Rio. Gadis itu berjalan menghampiri jendela. Ia melihat ke seberang jalan. Sunyi senyap.
Suara Liza menghilang, dan Adelin berpikir, jika Liza sedang berada ditempat persembunyiannya.

Adeline membuka pintu kamar perlahan. Suasana lantai Dua gelap gulita. Ia harus berhati-hati, jika tidak, pecahan lampu akan kembali melukainya.

*

Adeline tak mampu menguasai ketakutannya. Ia berlari secepat mungkin, berharap kali ini pintu rumah dapat terbuka.

Ajaib!

Pintu rumah tiba-tiba kembali bisa dibuka. Adeline berlari, melintasi teras dan halaman rumah. Tujuannya hanya satu, tempat dimana Liza bersembunyi!
Seperti apa yang dikatakan Rio padanya.

"Liza ... Liza keluarlah Liza ..." gumam Adeline. Ia merundukkan tubuhnya, agar dapat menjangkau tempat itu dengan tangannya.

Hening...

"Liza, aku tahu kau ada di dalam sana. Keluarlah Liza, aku mohon... Rio sedang dalam bahaya. Apa kau tak ingin ia selamat?" Adeline masih memanggil-manggil nama Liza. Ia harus bicara pelan-pelan, agar dirinya tak ditemukan oleh siapapun.

Srettt ...

Terdengar sesuatu yang bergeser dari dalam sana. Dada Adelin berdebar kencang, ini adalah kali pertama ia akan berhadapan langsung dengan gadis itu. Gadis yang kabarnya mengidap Skizofrenia ...
Gadis yang kabarnya melarikan diri dari rumah sakit jiwa.
Adeline menunggu dengan hati yang diliputi kegelisahan serta ketakutan.

'Li Liza ...'

Suara Adeline tercekat ditenggorokkannya.

RUMAH SEBERANG JALANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang