Adeline menatap potongan-potongan boneka Elmo kesayangannya. Air matanya menetes lagi.
Ia merunduk, kemudian mengumpulkan seluruh bagian tubuh Elmo yang tercecer.Adeline memasukkan seluruhnya ke dalam sebuah kotak kardus. Nanti, jika semuanya sudah tenang, ia akan meminta tukang jahit untuk menyatukan kembali Elmo.
Gadis itu kini duduk di atas karpet, menyenderkan punggungnya pada tembok.
Ia sedang berpikir, sebenarnya apa yang terjadi?
Jika memang hantu yang melakukannya, kenapa harus padanya?
Apa salahnya?Namun jika manusia, rasanya itu sangat tidak mungkin! Mana mungkin kapur bisa menulis dengan sendirinya?
Bukankah itu diluar nalar?*
"Kemana saja kau, Isti!"
Adeline bangkit dari duduk melamunnya. Kemudian menempelkan telinga kirinya pada daun pintu.
Itu suara Papa!
Mungkin, mama sudah pulang dan.'Rio ...'
Adeline membuka pintu pelan sekali. Entah mengapa, ia menjadi khawatir dengan Rio jika berada dekat dengan Mama. Dan kekhawatiran itu baru ia rasakan setelah kepindahan mereka ke rumah ini.
Adeline mengendap, kemudian membuka pintu kamar Rio.
Rio sedang duduk memeluk lutut di samping lemari. Pria kecil itu sedang menangis."Rio, kau kenapa?" tanya Adeline. Ia mendekati adiknya tersebut.
"Aku... Aku takut kakak...Huhuhu ..." jawabnya terbata-bata.
"Tenang Rio, ada kakak. Ayo, ikut ke kamarku," jawab Adeline. Kemudian ia menuntun Rio keluar dari kamarnya dengan kembali mengendap-endap.
Sementara itu, keduanya masih mendengar suara Mama dan Papa yang tengah bertengkar semakin sengit.
Adeline menempelkan kedua tangannya ditelinga Rio, lalu buru-buru masuk kamar Adeline dan menguncinya dari dalam.*
"Kak, kenapa Mama dan Papa sering marah-marah?" tanya Rio dari balik selimut. Ia meringkuj, sementara Adeline duduk bersila di sebelahnya.
"Mungkin mereka sedang lelah, Rio..." jawab Adeline. Toh Rio takkan mengerti bahwa dirinya pun tengah berpikiran yang sama dengannya.
"Dulu tidak, tapi sekarang mama sering marah-marah. Sedikit saja yang kulakukan, Mama pasti memukulku..." ujar Rio dengan mata basah. Lalu anak itu mengalihkan tatapannya pada langit-langit kamar.
Adeline menghapus air matanya sendiri."Sudahlah Rio, tidurlah. Ini sudah malam, kau bisa terlambat ke sekolah besok." Adeline mengakhiri obrolan mereka malam itu.
Rio mengangguk, lalu memejamkan kedua matanya. Tidak lama bagi anak sekecil Rio untuk terlelap, hanya lima menit kemudian, dengkur halus pun terdengar.Adeline beringsut pelan, perlahan menurunkan kedua kakinya dari tempat tidur. Malam ini Adeline akan kembali mencari keberadaan Liza. Di tempat yang sudah dikatakan Rio padanya tadi.
Beberapa saat kemudian ia mendengar suara mesin mobil dihidupkan. Adeline menjulurkan kepala melalui jendela.
'Papa... Aku tak mungkin meninggalkan Rio sendiri jika Papa tak ada...' Pikir Adeline, sambil mengurut keningnya bingung.
Sepertinya ia harus mengurungkan rencananya malam ini, keselamatan Rio lebih penting dari segalanya. Adeline khawatir mama akan kembali melampiaskan kekesalan pada papa, kepada Rio. Terlebih, Adeline melihat papa mengemudikan mobil dengan tergesa.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMAH SEBERANG JALAN
HorrorKisah ini, berawal dari kepindahan keluarga Maleka ke Kota besar itu. Gabriel Maleka, adalah seorang Dokter Jiwa yang bekerja disebuah Rumah Sakit Jiwa. Beliau adalah seorang Dokter dengan Satu Istri. Satu orang Puteri, dan Satu orang Putera. Puteri...