"Mengatakan ikhlas memang mudah tapi mengikhlaskan sepenuh hati bukanlah sesuatu yang mudah tuntas."
-Grissham Arfan Irawan-Sekitar setengah jam an Adiba mengobati luka Arfan, dia sangat telaten dan pelan. Perlu diketahui sedari Adiba mengobati luka Arfan kerap kali dia meringis seperti kesakitan padahal yang mengalami luka disini Arfan, dirinya yang mengobati serasa yang mempunyai luka. Adiba bahkan selalu refleks mengaduh ketika goresan di tangan Arfan dia oles betadine.
Arfan terkikik pelan melihat reaksi sang istri yang berlebihan. Adiba sangat lucu, luka yang di tangannya semula terasa perih dan berkedut kini sama sekali tidak terasa sakit sebab reaksi Adiba yang menggemaskan.
Adiba mendongak menyaksikan Arfan yang masih terkikik pelan.
"Ketawa aja mas jika itu menyenangkan," sarkas Adiba secara sopan.
Arfan bungkam, barusan dia melihat kilatan mata Adiba yang tak biasa. Dia baru tahu jika istrinya sedikit pemarah juga. Tapi bagi Arfan tetap menggemaskan meski sedang marah.
Rupanya keduanya mulai terbiasa akan kehadiran masing-masing dari mereka. Ruangan yang tadinya diselimuti kecanggungan kini tergantikan dengan suasana menyenangkan.
"Aduh sakit Dib," ringis Arfan atas perlakuan Adiba yang mensengajakan lukanya sedikit ditekan.
"Ya Allah Adib gak sengaja maaf ya mas." Adiba menatap luka Arfan yang dia sengaja ditekan dengan nanar, dia sendiri yang sengaja menekannya tapi dia sendiri yang merasa tak tega.
"Jangan terlalu banyak bergerak dulu, tangannya masih memar. Kalau butuh sesuatu panggil Adib aja," pesan Adiba sembari membereskan beberapa peralatan yang dia gunakan.
Arfan mengangguk pelan, tiba-tiba dia mendapati satu ide setelah menyadari pesan Adiba barusan.
"Tangan kanan ku kan luka yah Dib. Kamu bisa gak suapin aku makan?" mata Arfan memelas dengan lucu.
"Boleh," jawab Adiba singkat. Padahal di hatinya dia menyesal sudah mengiyakan pintaan Arfan.
"Kenapa bilang boleh segala sih," gerutunya di dalam hati terdengar menyesali.
Sementara itu Arfan tersenyum senang, dia duduk di kursi dengan perasaan tak tahan ingin segera di suapi makan. Dia sering diperlakukan spesial oleh Syandra tapi dia tidak pernah sesenang ini.
Dengan gugup Adiba membawa baki makananannya di taruh di atas meja lalu mengambil sepiring nasi yang komplit dengan menunya.
Arfan membukakan mulutnya namun Adiba tidak kunjung menyuapinya. Arfan menatap bertanya pada Adiba yang sekarang berjarak dekat dan sekursi dengannya.
"Di agamaku sebelum makan tuh harus berdo'a dulu. Itu sudah menjadi kewajiban, katanya kalo tidak baca do'a dulu sama saja seperti syetan," beritahu Adiba seperti ibu pada anaknya.
Arfan ber oh ria, dia jadi tahu gadis yang sudah menjadi istrinya ini begitu taat dalam agamanya. Dirinya setiap hendak makan tidak pernah sekalipun berdo'a, dan dia baru tahu jika perbuatannya selama ini seperti syetan. Arfan jadi kagum mendengar tuturan istrinya yang ramah nan lembut itu. Biasanya Arfan tidak akan patuh begitu saja, Arfan tipikal orang keras kepala sulit sekali untuk diberitahui. Tapi setelah ucapan Adiba tadi Arfan langsung setuju siap melakukan perintah Adiba.
"Tapi bagaimana cara berdo'a di agama mu? Aku sebelumnya seorang nasrani jadi aku tidak tahu cara berdo'a seorang islam."
Adiba tersenyum kagum atas permintaan suaminya yang sangat ingin tahu. Hatinya tersentuh melihat ekspresi wajah Arfan yang terlihat seperti ingin mempelajari sesuatu yang dia pelajari di agamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangisan Seorang Istri (Versi Revisi)
ChickLitFollow dulu yu sebelum baca;) Dia pria yang tidak ku ketahui, dia pria yang menjadi suami ku imam hidupku. Dia pria terbaik sekaligus terjahat sepanjang hidup ku bersamanya. Dia tidak pernah melakukan kontak fisik untuk menyakitiku, dia menyakitiku...