"Semakin lama hatiku mulai terbiasa dan mungkin mulai menaruh rasa."
-Adiba Shakila Atmarini-
○
○
○
○"Momm gak usah berlebihan Arfan cuman pingsan bukan mati," sungut Arfan kesal mendapati sikap over ibunya. Entah yang keberapakali Arfan mengeluh atas perilaku Risma yang memperlakukannya seperti anak balita. Arfan muak dan Arfan malu harus diperlakukan demikian didepan istrinya.
Risma mendapati kabar Arfan pingsan dari kantornya, mendengar hal itu Risma langsung pergi menyusul ke rumah sakit. Dia bela-belaan meninggalkan acara arisannya demi menjenguk anaknya. Arfan bisa di bilang anak yang paling dia jaga, alasannya hanya Arfan anak laki-laki yang Risma punya, hanya Arfan satu-satunya wairsan di keluarga.
Semenjak kepergian Irfan kakak dari Arfan tak lain kembaran Arfan, Risma berubah menjadi sosok Ibu yang penuh waspada. Dan Arfan yang di perlakukan maximal merasa tak nyaman dan selalu menjadi beban.
Seperti saat ini ketika Risma yang memaksa Arfan untuk memakan buah-buahan bawaannya. Arfan tidak suka buah, ekspresi wajahnya yang menolak membuktikan itu dia benci buah dengan bentuk aslinya.
"Mommy tahu kamu cuman pingsan, tetap saja bagi mommy kamu sedang sakit!" Tegas Risma terus memaksa buah itu agar masuk kedalam mulutnya.
Arfan menjauhkan wajahnya dari tangan Risma, matanya berotasi ke arah Adiba yang berada di sebrang tepatnya di sofa sana. Dia menatap seolah meminta agar Adiba membantunya, menjauhkan Ibunya serta buahnya.
Adiba terkekeh kecil, suaminya sangat lucu.
"Mommy dari dulu Arfan tidak suka buah," rengutnya merajuk sekaligus kesal.
Risma berdecak keras anaknya sulit di atur, Risma tak mengindahkan rengekan anaknya yang menolak dia tetap mengasongkan buahnya.
"Makan. Kamu cukup kunyah lalu telan, sudah selesai apa susahnya," omel Risma mulai galak. Arfan menciut mendengar ibunya yang biasanya selalu ramah lembut tiba-tiba galak dan kejam.
"Kalau di paksa nanti buahnya keluar lagi Mom." Keluh Arfan masih ingin mempertahankan.
Risma menghela nafas gemas. Gemas ingin rasanya menjejalkan buah itu ke mulut anaknya, jengkel mendengar keluhan anaknya yang tak pernah berubah dari dulu.
"Kamu makan lagi-"
"Jijik Mom," rajuk Arfan layaknya anak kecil. Di depan Risma Arfan benar-benar seperti anak kecil, ekspresinya dan cara bicaranya berbeda dengan Arfan saat berada dekat istrinya. Arfan akan menjadi sosok pria yang tegas dan penyayang terkadang sedikit manja.
Risma mengerlingkan mata beralih menatap Adiba yang terpergoi tengah terkekeh pelan.
"Lihatlah Nak, suamimu sulit sekali diatur. Dia seperti anak kecil, kamu melihatnya kan? Apakah setiap hari dia seperti ini di rumah?" Tanya Risma bernada perustasi nan jengkel.
Adiba menggeleng dengan sisa kekehannya, Arfan yang menyaksikan mendengus pelan.
"Tidak Bun. Saat bersama Adib, mas Arfan sangat mandiri. Dia pasti selalu memakan apapun yang Adib kasih. Dan Adib baru tahu kalau mas Arfan gak suka buah. Padahal sebelumnya Adib pernah ngasih buah." Adiba menatap Arfan bertanya, seperti kemana buah waktu itu yang Adiba kasih. Apakah Arfan memakannya? Atau justru membuangnya.
Adiba memicingkan mata menyelidik intim sampai Arfan menelan ludahnya tak karuan. "Jangan bilang mas membuangnya lagi?" Intimidasi Adiba membuat Arfan gelagapan memalingkan muka.
Kini Risma yang menahan tawanya, anaknya terlihat takut dan gugup diberi pertanyaan oleh istrinya. Dan satu hal yang Risma syukuri, Arfan dan Adiba terlihat akrab dan seperti telah menerima satu sama lain. Itu jelas sekali dari cara Arfan menatap Adiba dan cara Adiba memperlakukan Arfan. Risma tersenyum hangat dibalik pergulatan mata antara Adiba dan Arfan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangisan Seorang Istri (Versi Revisi)
Literatura FemininaFollow dulu yu sebelum baca;) Dia pria yang tidak ku ketahui, dia pria yang menjadi suami ku imam hidupku. Dia pria terbaik sekaligus terjahat sepanjang hidup ku bersamanya. Dia tidak pernah melakukan kontak fisik untuk menyakitiku, dia menyakitiku...