Dalam perjalanan menuju rumah kedua orang tua Arfan. Adiba sama sekali tidak melakukan apapun atau sekedar membuka suara dia benar-benar diam masih dengan pikirannya saling bergelut untuk mencari pembenaran jika yang dikatakan suaminya di rumah tadi suatu bentuk kejujuran. Namun entah kenapa hati kecilnya tidak bisa diajak untuk meyakinkan, menolak begitu saja.
Saat pertanyaan di rumah mengenai lipstik yang dia temukan di saku jas suaminya Arfan memberikan jawaban jika lipstik itu dia temukan di bandara saat perjalanan pulang. Katanya dia menemukan itu tergeletak di lantai setelah sebelumnya tanpa sengaja dia menabrak tubuh seorang wanita. Dan saat itu Arfan ingin mengembalikan lipstik tersebut namun si pemilik lipstik telah lebih dulu menghilang alhasil Arfan membawa lisptik itu pulang. Cukup masuk akal untuk dijadikan pengakuan, namun tidak sebagai kejujuran.
Yang paling Adiba tidak faham kenapa suaminya harus membawa pulang lisptik tersebut. Bukankah opsi Arfan saat itu lebih memilih meninggalkan lipstik itu ditempatnya karena orang yang dicarinya sendiri sudah tidak ada di tempat sana. Dan pertanyaan itu semakin menyudutkan Adiba. Sampai sebuah panggilan tidak dia dengar.
"Adib? Hey kamu kenapa? Dari tadi aku sahutin tidak dijawab?" Penasaran Arfan dan langsung Adiba balas dengan senyuman kecil serta gelengan.
"Adib hanya bingung nanti bahan buat skripsi mas," dalihnya membawa tugas sekolah padahal skripsinya sudah dia tuntaskan malah tinggal di sidang.
Arfan mengangguk percaya saja dan kembali fokus ke jalan.
"Kalau ada sesuatu yang menurut kamu sulit untuk dipahami kamu bisa tanyakan pada mas kali aja mas bisa bantu menyelesaikan skripsi mu."
"Terima kasih mas. Adib pasti pertimbangkan ucapan Mas Arfan."
Arfan mengusap atas kepala Adiba lalu mengecup punggung tangan istrinya. Ada perasaan sesak dengan perilaku suaminya. Tanpa disengaja Adiba melihat sebuah notif masuk dalam ponsel suaminya yang kebetulan disimpan diatas dasboard mobil. Namanya sulit dibaca namun isi pesannya sedikit bisa dibaca.
"Mas ada pesan masuk." Seketika Arfan melepaskan genggaman ditangan istrinya dan langsung menyambar ponselnya tergesa. Sepenting itukah pesan masuk tadi, Adiba yang menyaksikan kepanikan di raut suaminya merasakan heran. Menurutnya itu berlebihan.
Adiba memutuskan pandangan pada Arfan dia memilih untuk melihat jalanan dari arah jendela sampingnya.
Dalam hati dia menggumamakn sesuatu. "Ya Allah jika pun ada sesuatu yang disembunyikan suami ku dari Hamba. Maka berilah hamba kesabaran penuh untuk menghadapi kenyataannya nanti. Jadikan hamba seorang istri yang kuat dan jangan biarkan seseorang menghancurkan rumah tangga yang baru kami dirikan ini. Hamba memohon kepada-Mu Ya Rabb."
Bersamaan dengan itu Arfan meliriki istrinya dengan tatapan sayupnya penuh penyesalan dan rasa kesalahan. "Aku memang suami yang munafik tapi aku tidak bisa membiarkan kalian jauh dari hidupku. Apa yang harus kulakukan Tuhan, hati ku mencintai wanita yang sudah menjadi istriku ini. Tapi jiwaku tak bisa membiarkan kekasihku jauh dari kehidupan ku. Tuhan jangan biarkan dosa besar yang kulakukan ini menimpa istriku. Biarkan karma ini kutanggung sendiri. Aku memohoh pada-Mu semoga kau sembunyikan hubungan terlarang ini dari istriku. Aku tidak ingin melihatnya mengetahuinya sebelum kuakhiri sendiri."
Beri Arfan gelar sebagai pria egois karena keegoisannya dia, Adiba harus menanggung banyak pertanyaan dalam benaknya. Dan percuma saja dia meminta hubungannya bisa disembunyikan selama mungkin. Karena pada dasarnya kebohongan tetaplah akan terbongkar meski tak ada seorang yang mau membongkar bangkai tetaplah bangkai sedalam apapun dikubur baunya akan tetap tercium.
Mobil metalik hitam sport milik Arfan telah mendarat sempurna di pelataran rumah megah nan mewah tersebut. Arfan beserta Adiba turun dari dalam mobil dan sebelum masuk kedalam Arfan menggandeng tangan istrinya penuh romantis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangisan Seorang Istri (Versi Revisi)
Literatura FemininaFollow dulu yu sebelum baca;) Dia pria yang tidak ku ketahui, dia pria yang menjadi suami ku imam hidupku. Dia pria terbaik sekaligus terjahat sepanjang hidup ku bersamanya. Dia tidak pernah melakukan kontak fisik untuk menyakitiku, dia menyakitiku...