"Satu hal yang membuatku semakin bimbang. Kehadirannya."
-Grissham Arfan Irawan-Sepanjang perjalanan tidak ada suara yang tersumbangkan, kedua bibir itu merapat tak mengizinkan lidahnya untuk menari sekedar berkata. Tidak akan, karena keduanya sendiri tengah sibuk dengan pikirannya masing-masing. Dengan topik sama.
Adiba memikirkan kejadian tadi saat di dapur, dimana suaminya yang mencium bibirnya secara mendadak. Nyata dan masih terasa, ada perasaan lain ikut andil ketika bibir Arfan menyapu bibirnya dengan lembut. Terasa nyaman, dan Adiba pun menyukainya. Seketika Adiba menepuk kepalanya, dia menjadi berpikiran kotor.
"Ada apa dengan diriku ini," gumanya menghadapkan kepalanya kearah jendela mobil.
"Kau memang gila Arfan!! Tidak tahu malunya mencium istri mu saat lengah." Arfan sendiri ikut menggerutu di dalam hati.
Mereka berdua perang dengan pikiran mereka sendiri. Hingga mobil sepenuhnya berhenti terpaksa harus menghentikan kegiatan unfaedah mereka sendiri.
Rupanya mobil Arfan telah mendarat di didepan halaman fakultas Adiba.
"Oh... sudah nyampe yah," canggung Adiba terbata. Dia melepaskan seat belt nya sekilas dia melirik Arfan yang nampak tegang di kursi mengemudinya itu dengan mimik wajah dinginnya.
"A... Adib berangakt dulu ya mas," sebisa mungkin dia memberanikan diri meraih tangan Arfan untuk dia salimi.
Arfan menerima tangan Adiba membiarkan tangannya di kecup hangat oleh istrinya.
Deg
Itulah suara jantungnya ketika bibir istrinya menyentuh punggung tangannya.
Hendak membuka pintu mobil, namun Adiba urungkan karena ada sesuatu yang dia lupakan.
"Ini, mas jangan lupa makan. Ada jus dan nasi goreng, tolong dimakan yah. Sampai habis," pesan Adiba diikuti senyuman bersinarnya.
Arfan mengangguk refleks dia mengelus kepala istrinya yang tertutupi hijab persegi itu.
"Makasih yah," sungkan Arfan dengan bonus senyuman manisnya.
Adiba mengangguk, lalu dia meraih handle pintu mobil hendak keluar dan di tahan lagi oleh Arfan.
"Soal yang tadi, a... aku minta maaf," susah payah Arfan ucapkan kalimatnya. Awalnya dia tidak ingin mengeluarkan kalimat itu bagaimanapun akan berakhir dirinya mengingat ulang.
Adiba mangangguk kikuk.
"Kamu boleh pergi," wajahnya dipalingkan kearah jalan. Lihatlah Arfan sangat gerogi, pipinya terasa panas tatkala mengucapkan hal tadi.
Adiba tidak menuruti dia justru balik kembali dan memberikan sesuatu. Ini di luar nalar Arfan, keberanian Adiba yang memberikannya kecupan di pipinya sangat-sangat luar biasa.
Arfan terkesima menatap istrinya yang tersenyum kikuk.
"Hati-hati di jalannya. Semangat!!" Suportnya sebelum akhirnya keluar dengan sedikit berlari karena malu.
"Tadi itu apa?" Monolog Arfan terasa mimpi di pagi hari sambil menyentuh bekas kecupan istrinya. Walau begitu dia tersenyum tak menyangka, istrinya mau melakukan hal itu. Dia bahagia dan semangat.
Sementara di siai lain Adiba menggerutu habis-habisan dia memarahi dirinya sendiri karena dengan lancangnya mencium suaminya. Dia merasa menjadi wanita yang rendahan.
Tanpa dia ketahui ada seseorang yang memperhatikannya dari arah lain, tatapan itu sulit diartikan tapi tatapan itu sangat tajam dan fokus. Ada makna besar di balik mata itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangisan Seorang Istri (Versi Revisi)
ChickLitFollow dulu yu sebelum baca;) Dia pria yang tidak ku ketahui, dia pria yang menjadi suami ku imam hidupku. Dia pria terbaik sekaligus terjahat sepanjang hidup ku bersamanya. Dia tidak pernah melakukan kontak fisik untuk menyakitiku, dia menyakitiku...