"Tersenyum bukan berarti bahagia dan menangis bukan berarti sedih. Ada saatnya kau harus menyembunyikan segala rasa mu dibalik dua ekspresi itu. Ekspresi yang ku lakoni sekarang, tersenyum dibalik kesedihan."
-Adiba Shakila Atmarini-
○
○
○Di pagi harinya Adiba mendapatkan kabar jika dirinya akan segera ditikahkan dengan seseorang. Adiba mendadak syok, bagaimana bisa dia menikah secara dia sendiri tidak pernah mendengar akan rencana pernikahannya sebelumnyapun. Bahkan dia tidak pernah melihat ada seorang pria datang ke rumahnya untuk meminangnya. Lalu sekarang tiba-tiba Ayahnya, Gofar memberitahukan jika pernikahannya akan diberlangsungkan esok pagi.
Adiba kepayang sendiri merangkai beberapa kalimat Ayahnya. Hari ini saja Adiba tidak diizinkan untuk masuk kuliah, Gofar menyuruhnya untuk pergi bersama Ibunya ke butik untuk fitting pakaian pernikahannya.
Di tempat butik Adiba menekukan wajah tak terima. Adiba tidak akan mau menerima atas perjodohan yang dibuat keluarganya. Dia sudah punya pilihan sendiri meski tidak pasti jika pilihannya akan memilihnya. Sayang seribu sayang ekspetasi mengenai hal itu harus di rampas di musnahkan dengan terjangan perjodohan.
Adiba yang dikenal sebagai tipikal anak penurut hanya berpasrah walau sejujurnya jauh di dalam hatinya Adiba tidak merestuinya.
Dan ibunya menampilkan sederetan pakaian pengantin syar'i dengan berbagai model yang nyentrik dan mahal tidak sedikitpun membuatnya tersentuh untuk melihat atau memberikan penilaian. Adiba hanya melihat sekilas setelahnya kembali sibuk pada Al-qur'an di ponselnya.
Aisyah duduk pasrah di kursi melihat anaknya tidak seantusias para remaja yang akan menikah pada umumnya. Aisyah lupa jika pernikahan anaknya bukanlah atas keinginan anaknya sendiri melainkan keinginan sepihak.
Aisyah menaruh gaun Syar'i di tangan kursi menatap Adiba sedih. Sebelah tangannya menyentuh tangan bebas Adiba mengisyaratkan agar Adiba mau merotasikan matanya sekedar menatap wajah ibunya.
"Ibu tahu kamu kecewa dengan keputusan yang diambil Ibu dan Ayah."
Adiba tetap diam, kedua matanya memang menghadap pada layar ponsel namun pendengarannya tetap tertuju pada ucapan sang Ibu. Mata Adiba terasa panas, kemungkinan warna putih di matanya akan berubah pesat menjadi merah karena menahan rasa sesak di dalam dada.
"Ibu dan Ayah tidak mungkin menyerahkan anak Ibu begitu saja kepada pria. Ibu pasti melakukan seleksi, bagaimana sifat pria itu, bagaimana kesehariannya, dan bagaimana dia memperlakukan Ibunya. Karena jika pria itu sangat mencintai Ibunya maka dia akan mencintai istrinya sebagaimana dia menyayangi Ibunya dengan sepenuh hatinya. Dan Ibu lihat kriteria itu dari pria yang Ibu pilih."
Seketika Adiba merotasikan kepalanya menghadap Ibunya dengan tidak sopan.
"Maaf bu Adiba menyela ucapan Ibu. Adib cuman tidak mau Ibu berasumsi mengenai pria itu terlalu berlebihan hanya dengan ucapan seseorang saja tanpa melihat langsung apa yang sebenarnya," maksud Adiba disini adalah Adiba mempertegas pada Ibunya jika Ibunya harus berhati-hati jangan karena suatu omongan yang memagut hati Ibunya langsung percaya begitu saja tanpa terjun langsung melihat drngan fakta.
Aisyah menggeleng tanda apa yang dikatannya suatu kebenaran bukanlah belaka seperti cerita fiksi pada umumnya. "Ibu melihat sendiri nak. Mungkin awalnya Ibu mempercayai soal sifat pria itu dari orang lain tapi ucapan orang itu tidak salah dan dia memang memiliki sifat demikian. Ibu melihatnya dengan kedua mata Ibu sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangisan Seorang Istri (Versi Revisi)
ChickLitFollow dulu yu sebelum baca;) Dia pria yang tidak ku ketahui, dia pria yang menjadi suami ku imam hidupku. Dia pria terbaik sekaligus terjahat sepanjang hidup ku bersamanya. Dia tidak pernah melakukan kontak fisik untuk menyakitiku, dia menyakitiku...