5: Malam mencekam

4.7K 194 28
                                    

"Dalam diam cinta ku tersimpan, dalam risau cinta ku terhempas sebuah alasan."
-Adiba Shakila Atmarini-

Semenjak kepergian Adiba meninggalkan acara Arfan pula ikut meninggalkan acara. Dia ingin memastikan istrinya pergi kemana sehingga meninggalkan acara tanpa meminta izin darinya.

Sementara itu dari arah taman belakang rumah Adiba, Kirana serta seorang pria tengah bercengkrama serius dengan posisi mereka yang berjarak meteran.

Adiba dia duduk berdampingan dengan Kirana di Kursi yang berukuran sedang yang bisa menanpung tiga orang. Sementara si pria duduk di sebuah batu besar di depan keduanya dengan jarak sekitar satu meteran.

Pria didepan Adiba tersenyum miris melihat gadis didepannya sekarang terlihat berbeda. Dan satu lagi yang membuat kepokusannya buyar, di jari manis tangan kiri Adiba terdapat cincin permata. Cincin itu menandakan jika Adiba telah dimiliki seseorang. Yang dia ketahui Adiba sangat tidak menyukai cincin atau perhiasan lainnya, tapi saat ini gadis itu mengenakan perhiasan di jarinya. Itu sudah menguatkan asumsinya jika Adiba memang telah dimiliki seseorang.

"Saya terlambat ternyata," lirih si pria seraya menundukan kepala.

Sedari pertemuan mereka posisi Adiba terus merunduk, bukan dia tak mau menatap kedua mata indah sang lawan dia hanya takut terjadinya suatu pitnah terutama suatu perasaan yang sekian lama dia pendam dan tahan.

"Kak Adnan kapan pulang-"

"Kapan pernikahannya?"

Kedua pertanyaan yang saling bertubrukan membuat Kirana yang menjadi saksi menaut heran.

Adiba membisu, pandangannya masih sama menatap tanah beralaskan rumput hijau tersebut tak luput kedua tangan yang menaut saling meremas.

"Apa tebakan ku salah?" Adnan semakin mempojokinya. Sungguh pertanyaan Adnan sangat mengiris hatinya.

Adiba tidak ingin membahas mengenai cerita pernikahannya untuk sekarang. Dia belum siap, tenaganya untuk berterus terang sangatlah kurang.

"Bak," tangan Kirana menoel lengan Adiba yang gemetaran.

Lagi Adnan tersenyum miris melihat respon Adiba kepadanya berbanding balik dari yang dulu.

Perlahan Adiba menegakan kepalanya menatap kedepan dalam keadaan hampa.

"Iya. Adib sudah menjadi tanggung jawab pria lain. Tadi pagi pernikahan kami dilangsungkan," helaan nafas terdengar menderu secara bertahap.

"Adib minta do'anya sama kakak semoga pernikahan Adib langgeng. Dan Adib berharap semoga Allah secepatnya mempertemukan kakak dengan wanita yang kakak harapkan. Aamiin..." dibalik senyumannya terdapat rasa penyesalan karena telah mengujarkan beberapa kata yang bermakna luka bagi dirinya begitupun sebaliknya.

Adnan terkekeh kecil sampai kepalanya menunduk kecil seolah apa yang dikatakan Adiba sesuatu yang menggelitiki.

"Bagaimana bisa saya mengharapkan hal yang kamu harapkan sementara orang yang saya harapkan sendiri adalah kamu." Adnan memfokuskan mata seriusnya kearah Adiba.

Adiba membeku terpaku, tatapannya yang semulanya hampa kini berlaih sendu penuh dengan gumpalan air yang siap terporakan. Kirana menyentuh lengan Adiba, gadis itu seperti ketakutan mendengar ucapan Adnan.

Tangisan Seorang Istri (Versi Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang