12 : What happened?

4.3K 154 13
                                    

"Rasa takut itu semakin menjadi. Aku takut kehilangan kamu, aku takut kamu pergi dari pandanganku. Aku tidak mengerti kenapa hati ku lebih menginginkan kamu?"
-Grissham Arfan Irawan-

Mati lampu berlanjut sampai malam hujan pun terus berguyur hanya saja bentar dan kilat tidak lagi bermunculan. Menunggu lampu menyela membuat Adiba terlelap tidur di dalam dekapan suaminya. Dengan susah payah Arfan pun membawa istrinya ke kamar dengan mulutnya menggigit ponselnya yang menerangi jalannya.

Pelan-pelan Arfan tidurkan tubuh istrinya di atas kasur, sebelum menyelimuti istrinya dia tanggalkan kerudung di kepala istrinya. Arfan mengambil selimut dia selimutkan ke tubuh istrinya hingga dada.

Dia sedikit tertegun melihat wajah istrinya yang tidur dengan damai. Perlahan dia mendudukan diri di samping Adiba mengamati setiap inci wajah Adiba.

Diusaplah surai berwarna hitam itu dengan perasaan sendu.

"Kamu pasti ketakutan, maafkan aku yah," gumamnya.

Di kecuplah kening Adiba sedikit lama, lalu beralih ke bibir mungil istrinya hanya beberapa detik tidak lama. Arfan hanya mengecupnya tidak lebih.

"Aku berjanji tidak akan meninggalkan mu lagi. Tidak akan."

Entah apa yang membuat Arfan mengungkapkan janji itu, ada sesuatu yang mengharuskannya untuk berkata seperti itu dan dorongan itu berasal dari hatinya.

Tangan lemas Adiba dia ambil dia genggam erat dan diusap kecil.

"Aku tidak tahu apa yang aku rasakan sekarang. Ini terlalu sakit Dib, aku mencintai mu tapi aku tidak bisa melepaskannya. Aku terlalu egois Dib," tanpa sepengetahuan air mata mengalir pelan di kedua pipi Arfan.

Isakannya mengalir mengisi heningnya malam dalam ruangan. Sesak yang menyarangi dadanya beberapa jam ini kini mendapatkan kemenangannya, sesak itu mampu meruntuhkan segala pertahanan Arfan, dan sangat epik karena turun ketika Adiba dalam keadaan tidur.

Dia kembali mengelus surai istrinya.

"Kita menikah baru beberapa hari, tetapi hatiku selalu cemas. Yah, aku cemas, aku mencemaskan kebohonganku. Aku mencemaskan dirimu, dan aku akan sangat cemas jika dirimu memilih meninggalkan ku," kedua tangannya menutup wajahnya menahan sesuatu agar tidak terlalu deras, tapi itu percuma saja.

"Aku... aku tidak bisa jika harus ditinggal kan mu. Hatiku terlalu nyaman dengan dirimu, aku tidak bisa Dib."

"Mas Arfan kenapa?"

Suara serak itu?

Sepontan Arfan membuka pandangannya menseka air matanya.

"Mas nangis?" Tanya Adiba yang kini tengah duduk menerawang wajah suaminya.

Kedua tangannya meneliti wajah Arfan, walau dalam keadaan gelap Adiba bisa menebak jika suaminya tengah menjatuhkan air matanya. Adiba tidak bisa dibohingi, meski Arfan menggeleng keras.

"Aku tidak papa, itu perasaan mu saja," sangkal Arfan memutar balikan fakta.

Adiba menggeleng tidak setuju, dia pun memeluk suaminya secara terburu. Mengusap punggung suaminya penuh rasa, dan Arfan merasa tersentak dengan perilakunya.

"Mas kalau ada apa-apa harus cerita. Mas sendiri yang bilang kan kalau diantara kita tidak boleh ada yang disembunyikan. Jangan tanggung sendiri mas, Adiba istri mas dan Adiba berhak tahu. Adiba pasti bantu mas," risau Adiba yang ikut bersedih terdengar dari suaranya yang mulai bergetar.

Arfan memeluk tubuh istrinya erat, bukan menjawab Arfan kembali bersedih. Air matanya banjir telah membasahi bahu istrinya. Semakin Arfan tenggelam dalam dukanya, semakin pula Adiba merasakan lukanya. Aneh, dia tidak pernah mengalami hal ini. Apa maksud dari semua ini? Adiba tidak tahu apa artinya tapi Adiba sakit hati mendapati suaminya dengan keadaan berlinangan air mata.

Tangisan Seorang Istri (Versi Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang