8. Kematian Bagas

2.1K 204 4
                                    

Pagi mulai cerah, mereka semua telah berkumpul di rumah Maura untuk pergi menonton bioskop. Film hari ini adalah film yang sangat bagus. Filmnya hampir di isi semua oleh film horror, jadi mereka bisa menonton Film horror 2 kali. Mereka telah menunggu Bagas hingga setengah jam, 10 kali menelpon Bagas dan terus memberikannya chat untuk segera kemari namun tak ada balasan ataupun telpon yang di angkat oleh Bagas. Sudah sejak pukul 09:00 hingga pukul 09:30 mereka menunggu dan membuat mereka menjadi tak sabar.

"Duh! Itu anak kemana sih?!" ujar Joshua yang mulai merasa kesal.

"Udah setengah jam kita nunggu kok dia gak datang ya? Biasanya dia on time loh." jawab Dwi merasa sedikit bingung.

"Hm... kita ke Rumahnya aja kali ya? Gua yakin pasti dia semalam begadang dan dia sekarang masih tidur." jawab Maura dengan tenang.

"Emang searah?" tanya Joshua sambil mengerutkan keningnya.

"Ya ampun.. searah lah, Joe." jawab Maura.

"Yaudah ayo pada masuk ke mobil, kita langsung ke sana aja." jawab Rafli sambil berjalan menuju mobilnya.

*****

Mereka telah sampai di rumah Bagas, mereka membunyikan bel rumah Bagas dan yang membukakan pintu adalah bi Munah. bi Munah mempersilahkan kami masuk dan di ruang keluarga telah terdapat Mama Bagas yang sedang menonton channel yang biasa di tonton oleh Ibu-Ibu yang mengurusi kehidupan para Artis.

"Assalamu'alaikum, Tante." ujar Rafli kepada Mama Bagas sambil mencium tangannya di ikuti oleh mereka.

"Wa'alaikum salam, eh? Kalian ada apa nih? Pasti mau nonton ya?" jawab Mama Bagas yang asal tebak.

"Ah.. iya Tante, Bagasnya ada nggak? Kita dari tadi nungguin dia tapi gak di respon sama dia." jawab Maura.

"Oh.. ada kok, Tante sengaja gak bangunin dia karena Tante pikir dia gak kemana-kemana, biasanya juga kalau dia gak ada acara ya dia bangun pukul 12:00, Tante gak tau kalau kalian ada acara." jelas Mama Bagas yang merasa tidak enak dengan Mereka.

"Hmm... yaudah deh, kita ke kamar Bagas buat bangunin dia gak kenapa-kenapa kan, Tan?" tanya Maura.

"Bangunin aja, baru kali ini dia sampai kesiangan gitu, padahal udah punya janji sama kalian." jawab Mama Bagas merasa sedikit kesal dengan Bagas.

"Ok deh Tante, kita ke kamar Bagas dulu ya." ujar Joshua kepada Mama Bagas.

"Iya kesana aja ya, bangunin dia." jawab Mama Bagas dengan santai.

Mereka langsung berjalan menuju kamar atas, kamar Baga memang berada di lantai atas dan berada di ujung lantai. Mereka mulai merencanakan untuk menyiram Bagas supaya dia cepat bangun dan itu juga sebagai pelampiasan mereka karena merasa kesal telah menunggu Bagas hingga setengah jam.

"Pokoknya Joe, lo ambil air di kamar mandi, lo ambil pakai gayung kalau nggak ember ya." ujar Rafli yang telah memberikan tugas kepada Joshua.

"Ok." jawab Joshua dengan singkat.

Saat mereka membuka pintu kamar, mereka terkejut dengan keadaan Bagas. Tubuhnya tergeletak di dekat pintu kamar, tubuhnya sangat pucat, kamarnya sangat berantakan. Dwi sangat syok saat melihat tubuh Bagas, kakinya gemetar dan perlahan dia mulai menangis.

"BAGAS!!!" teriak Dwi yang mulai panik.

Dwi memeriksa denyut nadi Bagas, namun naas, Bagas sudah tak bernyawa lagi. Suasana semakin tegang, mereka tak menyangka bahwa Bagas telah pergi secepat ini.

*****

Bendera kuning telah berkibar di depan rumah Bagas, para tetangga dan keluarga Bagas telah hadir untuk memberikan bela sungkawa kepada keluarga Bagas. Mama Bagas terus menangis dan memeluk Bagas yang telah terbungkus dengan kain kafan dan sudut bibirnya sedikit terangkat. Bagas sempat di bawa ke Rumah Sakit, dan pihak Rumah Sakit mengatakan bahwa Bagas memang telah meninggal dunia akibat penyakit asma miliknya. Maura dan teman-temannya berada di luar rumah Bagas dan duduk di payungi tenda yang telah terpasang di depan rumahnya. Dwi masih menangis karena dia merasa bersalah tidak menanggapi ucapan Bagas semalam, Dwi terus menangis sambil memeluk Maura.

"Wi, udah lo jangan nangis, dia pergi memang udah takdirnya." ujar Maura berusaha membuat Dwi untuk lebih tegar.

"Gua.. gua nyesel, Ra. Semalam..dia telpon gua, dia bilang kalau.. kalau di kamarnya ada setan, dia panik ketakutan, tapi gua malah gak peduli sama dia, seandainya gua peduli, mungkin gak kayak gini jadinya." jawab Dwi semakin menangis.

Joshua merasa tersentak ketika mendengar ucapan Dwi, ternyata tak hanya Joshua yang mengalami hal seperti itu tetapi Bagas juga mengalaminya. Joshua terdiam dan merasa sedikit syok.

Mama Bagas terus menangis hingga pingsan karena tak terima jika anaknya pergi secepat ini. Bagas di kenal Mamanya memanglah anak yang baik, Bagas selalu meminum obatnya dengan teratur, jadi sangat sulit di percaya oleh beliau jika anaknya pergi karena penyakitnya. Maura juga merasa iba dengan Mama Bagas, karena anak tunggalnya kini telah meninggal dunia, hanya Bagas lah anak satu-satunya yang dimiliki oleh keluarga Bagas, anak pewaris keluarga justru telah pergi meninggalkan mereka semua.

Dwi dengan Bagas memanglah dekat, Bagas sering kali curhat kepada Dwi tentang masalah pribadinya, dia sangat merasa berdosa karena telah mengabaikan sahabatnya, dia menganggap bahwa dia telah membunuh Bagas karena dia sama sekali tidak peduli dengannya pada malam itu.

"Ra.. bawa gua ke Polsek, gua mau tanggung jawab, Ra." ujar Dwi sambil menangis.

"Heh! Jangan gila lo! Lo itu gak salah! Dia meninggal karena penyakitnya! Jangan gegabah deh!" jawab Maura merasa kesal dengan Dwi.

"Tapi gua salah, Ra." jawab Dwi masih menangis.

"Lo gak salah!" jawab Maura dengan tegas.

"Gua gak mau Bagas pergi, Ra." jawab Dwi semakin menangis.

Maura memeluk Dwi dengan erat, dia juga menangis karena kepergian Bagas, namun dia berusaha untuk lebih tegar, dia tak ingin terlihat lemah di hadapan semua orang,padahal keadaan saat ini memang sangat menyakiti hatinya, dia seperti merasa ini adalah mimpi buruk yang tak ingin dia dapatkan.

Sementara Joshua masih memikirkan kejadian semalam, kejadian yang membuatnya hampir mati ketakutan, dia beruntung karena tidak memiliki riwayat penyakit apapun, jika saja dia punya, mungkin nasibnya sudah sama seperti Bagas.

"Kalo Bagas juga sama kayak gua? Berarti parah banget dong?" gumam Joshua yang merasa sedikit takut.

Rafli hanya diam sambil mengelus pundak Dwi sebagai tanda prihatinnya dan berusaha untuk membuat Dwi menjadi lebih sabar.

_________________________________________

PENASARAN DENGAN PART SELANJUTNYA?

TERIMA KASIH TELAH MEMBACA 'DEATH SCHOOL'

TERUS BACA 'DEATH SCHOOL' DAN JANGAN LUPA UNTUK VOTE, SHARE, DAN TINGGALKAN JEJAK DI READING LIST.

JIKA ADA YANG PERLU DI KOMEN, SILAHKAN BERKOMENTAR KARENA ITU SANGAT BERGUNA UNTUK SAYA.

JIKA KALIAN INGIN MEMPRAKTEKKAN PERMAINAN INI SILAHKAN, TAPI SEGALA SESUATU YANG TERJADI DENGAN KALIAN, SAYA TIDAK BERTANGGUNG JAWAB!

NB: STORY INI HANYA DIBUAT OLEH @SYFTRI2001! DILARANG MENYALIN STORY INI! STORY INI SUDAH DILINDUNGI OLEH HAK CIPTA!

Terima kasih.

Salam,

Desi Syafitri

Death School [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang