15. Perdebatan

1.7K 158 5
                                    

Keesokan harinya, Maura memutuskan dirinya untuk pergi menuju rumah Rafli. Dia harus memberitahukan semuanya kepada Rafli sebelum semuanya menjadi terlambat.

"Assalamu'alaikum," ujar Maura sambil mengetuk pintu rumah Rafli.

"Wa'alaikum salam," jawab seseorang yang berada di dalamnya.

Rafli membuka pintu rumahnya dan melihat Maura berdiri di depan pintu rumahnya, Rafli langsung mempersilahkan Maura untuk masuk kedalam rumahnya.

Maura menunggu Rafli yang sedang pergi ke dapur, Maura menunggunya di ruang tamu. Rafli datang sambil membawa minuman dan beberapa makanan untuk mereka.

"Orang tua lo ada di rumah?" tanya Maura.

"Nggak, lagi pergi," jawab Rafli sambil menyuguhkan makanan dan juga minumannya. "Ada apa lo kesini? Kayaknya penting banget," sambungnya seraya duduk didepan Maura.

Maura mengeluarkan sepucuk surat dari kantung celananya.

"Surat dari kak Ardi, sebelum dia bunuh diri," kata Maura seraya memberikan surat itu kepada Rafli.

Rafli membaca surat tersebut, Maura hanya tertunduk lemas saat menunggu Rafli membaca surat itu. Setelah selesai membaca, Rafli melirik kearah Maura sambil mengerutkan keningnya.

"Jadi? Maksud lo semua ini ada hubungannya dengan ouija yang kita mainin di sekolah itu?" tanya Rafli yang masih menatap Maura.

"Ya, kita harus mencari cara untuk menghentikan semua ini, gua takut akan ada yang menjadi korbannya lagi, gua takut ada yang meninggal lagi," kata Maura lirih.

"Terus? Mau lo kita harus gimana?"

"Ya.. kita harus mencari tau tentang papan itu kepada pemiliknya, karena gua yakin pasti dia tau gimana cara menghentikan semua itu,"

"Ngaco loh! Kakak gua beli tuh mainan di luar negri, lo mau gitu kesana nanya-nanya ke semua orang siapa pemilik papan ini sebelumnya? Pikir secara akal sehat, itu mustahil!" kata Rafli dengan nada sedikit tinggi.

"Ya pokoknya gimana pun caranya kita harus menghentikan semua ini, gua nggak mau sampai ada korban lagi," kata Maura lirih. "Udah banyak yang jadi korban, anak-anak beserta guru di sekolah kita juga banyak yang tewas, Bagas tewas, kak Ardi tewas, kakak lo juga kan pernah jadi korban," sambungnya dengan mata yang berkaca-kaca.

Rafli terus berpikir mencari jalan keluar dari semua ini, dia tidak tahan lagi menghadapi semua masalah ini. Dia menatap Maura, dan kemudian dia menemukan sebuah ide baru.

"Lo nggak akan kenapa-kenapa," kata Rafli penuh keyakinan.

"Maksud lo?" tanya Maura mulai bingung.

"Gua akan cari tahu bagaimana caranya menghentikan semua ini, walaupun nyawa gua yang akan jadi taruhannya," kata Rafli kemudian tersenyum.

"Apa sih Raf! Jangan bercanda deh! Sok dramatis loh!" kata Maura jengkel.

"Gua serius, gua nggak lagi bercanda," kata Rafli.

"Gak! Gak boleh ada yang mati, terutama lo!" kata Maura tajam.

"Ya terus gimana? Saat kakak gua meninggal juga kan.. semua jadi tentram, berarti kalau gua meninggal juga kan-"

"Gua mau pulang dulu," kata Maura yang langsung memotong perkataan Rafli.

Rafli berdiri mengantarkan Maura kedepan pintu rumahnya, dia hanya diam tersenyum kaku sambil menatap kepergian Maura.

"Gua sayang sama lo Ra," kata Rafli lirih dengan suara yang kecil.

Rafli menghembuskan napasnya lalu tersenyum menatap rumah Maura dan kemudian dia menutup pintu rumahnya.

*****

Aku ingin berjalan bersamamu
Dalam hujan dan malam gelap
Tapi aku tak bisa melihat matamu

Aku ingin berdua denganmu
Di antara daun gugur
Aku ingin berdua denganmu
Tapi aku hanya melihat keresahanmu

Aku menunggu dengan sabar
Di atas sini, melayang-layang
Tergoyang angin, menantikan tubuh itu

Aku ingin berdua denganmu
Di antara daun gugur
Aku ingin berdua denganmu
Tapi aku hanya melihat keresahanmu

"Gua kangen sama lo Bagas," kata Dwi lirih sambil menatap fotonya bersama Bagas.

Saat ini Dwi sedang berada di kamarnya sambil mendengarkan lagu resah yang dinyanyikan oleh payung teduh. Dia masih merasa sedih kehilangan Bagas, banyak sekali kenang-kenangan yang telah dia lalui bersama Bagas.

Dia menangis sambil memeluk guling, foto-foto kenangannya membuatnya menjadi semakin berduka. Lagu tiba-tiba saja berhenti, namun Dwi mengabaikannya dan tetap terus melihat-lihat foto lamanya bersama Bagas.

Lingsir wengi..
sliramu tumeking sirno...
Ojo Tangi nggonmu guling..
awas jo ngetoro..
aku lagi bang wingo wingo..
jin setan kang tak utusi..
jin setan kang tak utusi...
dadyo sebarang..
Wojo lelayu sebet..

Dwi mengkerutkan keningnya lalu dia melihat ke arah radio lagunya. Dia merasa bingung karena dia sama sekali tidak memiliki lagi lingsir wengi.

Dia melihat ke arah jendela, terlihat bahwa setengah bayangan hitam sedang berdiri didepan jendela kamarnya namun dia membelakanginya, Dwi memajukan kepalanya dan terus memperhatikan bayangan itu. Seketika bayangan hitam itu langsung mengeluarkan kepalanya dan menempelkan wajahnya di jendela kamar Dwi. Napasnya tersenggal-senggal, keringat dingin terus saja bercucuran, Dwi berteriak sekuat tenaganya lalu dia keluar dari kamarnya.

Wajah setan tersebut sangatlah mengerikan, darah mengalir bercucuran, Dwi terus mengatur pernapasannya dan berusaha membuat dirinya tetap tenang.

"Tenang, jangan sampai nasib lo sama ssperti Bagas," kata Dwi memberikan semangat kepada dirinya sendiri

_________________________________________

PENASARAN DENGAN PART SELANJUTNYA?

TERIMA KASIH TELAH MEMBACA 'DEATH SCHOOL'

TERUS BACA 'DEATH SCHOOL' DAN JANGAN LUPA UNTUK VOTE, SHARE, DAN TINGGALKAN JEJAK DI READING LIST.

JIKA ADA YANG PERLU DI KOMEN, SILAHKAN BERKOMENTAR KARENA ITU SANGAT BERGUNA UNTUK SAYA.

JIKA KALIAN INGIN MEMPRAKTEKKAN PERMAINAN INI SILAHKAN, TAPI SEGALA SESUATU YANG TERJADI DENGAN KALIAN, SAYA TIDAK BERTANGGUNG JAWAB!

NB: STORY INI HANYA DIBUAT OLEH @SYFTRI2001! DILARANG MENYALIN STORY INI! STORY INI SUDAH DILINDUNGI OLEH HAK CIPTA!

Terima kasih.

Salam,

Desi Syafitri

Death School [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang