18. Kardus

2K 171 41
                                    

Hari ini, beberapa teman-teman di sekolahnya menjenguk Maura dan juga Joshua. Mereka tidak menceritakan yang sebenarnya kepada teman-temannya karena mereka tau pasti mereka semua akan mentertawai mereka dan menganggap mereka sudah gila karena alasan mereka yang tidak masuk akal.

Joshua masih berada di rumah sakit, namun lusa dia sudah boleh untuk rawat jalan. Dia berencana akan tinggal di rumahnya yang jaraknya cukup jauh dari sekolah, dia tidak ingin kembali kerumahnya yang dulu karena masih trauma dengan kejadian yang sudah dia alami hingga membuat kakaknya tak sadarkan diri sampai saat ini.

Sedangkan Maura, dia masih duduk di atas kursi rodanya termenung sambil melihat kearah jendela kamar Rafli. Teman-teman yang menjenguknya sudah pulang, dia mendapatkan kabar dari teman-temannya bahwa di sekolah terjadi tragedi bunuh diri dan juga saling membunuh. Beberapa warga sekolah telah menjadi korban terutama guru dan juga para murid.

Bunuh diri di sekolah sangat bervariasi, ada yang lompat dari atap sekolah, menusukkan pisau ke jantungnya, membakar diri hidup-hidup, memotong pergelangan tangan mereka, memotong kepala mereka, dan paling maenstream yaitu gantung diri. Mereka yang saling membunuh jg melakukan cara yang bervariasi, ada yang saling menusuk, mencekik, dan sebagainya.

Sekitar ada 173 korban jiwa, 28 luka ringan, 67 luka berat, dan 687 korban yang masih hidup. Dulu, jumlah seluruh warga sekolah disini ada 1254 orang, namun semua menjadi berkurang karena terus menerus terjadi tragedi seperti ini di sekolah. Beberapa murid memutuskan untuk pindah sekolah, dan beberapa juga tidak ingin pergi kemana pun karena mereka masih trauma bahkan ada yang sampai gila karena kejadian seperti ini.

Sekolah terancam di tutup oleh pemerintah, para guru dan juga kepala sekolah selalu melakukan berbagai upaya untuk menghentikan semua ini, namun nyatanya sama sekali tidak membuahkan hasil.

Maura terus diam melamun memandangi kaca jendela kamar Rafli, dia sangat merindukan Rafli, orang yang selalu memberikan solusi di setiap masalahnya. Dia masih mengingat terakhir kali berbicara dengan Rafli, melihat dia tersenyum, tertawa, dan sebagainya. Dia mulai diambang pasrah, dia mulai putus asa dan diam menunggu gilirannya untuk mati karena ulahnya sendiri.

Dia langsung tersadar dari lamunannya ketika dia melihat Rafli dikamarnya, dia melihat semua yang terjadi dengan rafli saat dia bunuh diri. Maura memajukan sedikit kepalanya untuk melihat lebih jelas, kematian Rafli berakhir sampai kaki Rafli sudah tidak bergerak dalam keadaan menggantung dan kepalanya menunduk. Beberapa detik kemudian Rafli mengangkat kepalanya, matanya putih, tubuh dan wajahnya begitu pucat. Maura gemetar, napasnya mulai tak beraturan, dan juga merasa merinding. Rafli mengangkat tangannya sambil menunjuk ke arah Maura, Maura langsung menutup gordennya yang berwarna coklat. Dia berusaha membuat dirinya menjadi tenang walaupun ketakutan masih dirasakan olehnya.

"Ada apa Ra?" tanya seseorang di depan pintu membuatnya tersentak hebat.

Orang itu ternyata adalah mama, Maura merasa lega dan bersyukur karena yang dia lihat saat ini ternyata itu adalah mamanya.

"A-aku... nggak apa-apa kok," jawabnya menyembunyikan rasa ketakutannya.

"Ada mama Rafli, katanya mau ngobrol sama kamu," kata mama memberitahu Maura.

"Dimana?" tanya Maura.

"Di bawah, ayo kita kebawah kasihan mama Rafli nungguin di sana," kata mama tenang.

Mama Maura membawa Maura untuk menemui mama Rafli, wanita paruh baya itu duduk di sofa dan di atas pangkuannya terdapat sebuah kardus, mama Rafli tersenyum ramah saat melihat Maura dan Maura pun membalas senyumannya.

"Saya tinggal bentar ya mba Ranti," kata mama ramah.

"Iya mba," jawab mama Rafli sedikit mengangguk.

Death School [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang