Ceritalah

255 8 2
                                    

Toktoktoktoktoktokk

Bunyi ketukan pintu yang terpaksa, kemarahan membuntuti diantaranya. Vano telah berdiri didepan sebuah pintu putih besar nan elit.

"ZAHRA! KELUAR LO! ZAHRAAAA!!!" Vano meneriakki nama Zahra terus menerus. Vano sekarang berada dirumah Zahra. Itu masih sangat pagi, matahari saja masih malu-malu membagikan sinar dunianya.
"ZAHRA! GUA TAU LO DIDALAM. KELUAR LO. ADA YANG HARUS LO JELASIN SAMA GUA. ZAHRA!!!"

Ckleek ... kenop pintu terbuka

"Van? Lo apa-apaan sih pagi-pagi dirumah orang teriak-teriak. Lo bisa gua tuntut tau gak?!"
"Silahkan tuntut gua. Setelah lo gua tuntut duluan karena ngebiarin Hawa sendirian semalam. Maksud lo apa, haa?!"
"Ma.. Maksud lo?"
"Jangan jadi bego deh Ra, lo ninggalin Hawa sendirian semalam. Lo mau jual dia ha?!"
"Lo salah paham Van."
"Apanya yang salah gua pahamkan?"
"Gua gak berniat ninggalin dia. Lo gak ngerti gua juga korban."
"Maksud lo? Korban apaan?"

...........

HUEKKKKKKK.. HUEKKKKK.
Zahra dan Aira memuntahkan isi perutnya di dalam kloset. Mereka terkulai tak berdaya. Baju mereka kotor. Mereka berdua terhuyung-huyung keluar toilet sambil memegangi perut dan kepala. Zahra melirik ke arah meja mereka. Vira sudah tidak ada ditempat.

"Mas? Teman saya yang disini mana ya?" tanya Zahra kepada pelayan bar disana.
"Ohh yang pake baju pink ya Mbak?"
"Iya Mas."
"Tadi udah pulang. Sama cowok tadi."
Kepala Zahra semakin pusing. Satu persatu temannya menghilang.
"Ra? Gua gak bisa deh kayaknya antarin lo, keadaan gua aja gak kuat gini. Lo pulang sama Marcel ya?" pinta Zahra kepada Aira yang mulai tidak sadarkan diri. Zahra menelpon Marcel, kekasih Aira.

"Cel? Jemput Aira dong. Gua mabuk nih. Daripada entar cewe lo mati konyol gua bawak."
"Yaelah bocah. Udah tau gak bisa nge-club jangan nyoba. Mabuk kan lo. Yaudah gua otw. Bye!" Suara Marcel hampir menyamai kerasnya musik di diskotik. Setidaknya Zahra lega satu temannya aman. Zahra tak memusingkan Hawa, karena sejak tadi tak melihat Hawa lagi.

Zahra langsung bergerak kearah mobilnya dengan lemah. Perutnya berulah lagi. Semakin mual. Akhirnya, Zahra kembali memuntahkan isi perutnya yang sudah kosong. Zahra terduduk disamping pintu mobilnya. Matanya memejam menahan nyeri perutnya.

"Mbak kenapa?" tanya seorang lelaki kira-kira usia 30an tahun kepada Zahra.
"Saya mau pulang!"
"Mbak tinggal dimana?"
"Perumahan Bumi Indah Pak Blok D nomor 5."
"Ohh saya di blok M Mbak, saya antarin ya?" Zahra tak bersuara lagi. Dia telah pingsan karena over mengonsumsi alkohol.

Pria itu langsung inisiatif mengambil kunci mobil Zahra, dan mengangkat Zahra masuk kedalam mobil. Pria itu menyetir perlahan ke arah jalan besar.

Sekitar 30 menit perjalanan, sampailah mereka didepan rumah Zahra. Setelah pria itu memarkirkan mobil Zahra, Pria itu membawa masuk Zahra kedalam rumahnya. Zahra diletakkan diatas sofa. Zahra tersadar dan kaget melihat pria itu didepannya. Namun, pria itu punya maksud lain. Pria itu memegangi tubuh Zahra. Zahra masih berontak-berontak. Namun tamparan keras melambung ke pipi Zahra dan akibatnya Zahra pun pingsan

.........

"Lo liat ini? Gua terbangun dengan tubuh telanjang asal lo tau!" Zahra menunjuk lebam yang ada di pipinya
"Kenapa lo bawak Hawa ketempat itu?"
"Itu juga kemauan Hawa, Van. Awalnya dia nolak. Kami gak maksa sedikitpun. Kami juga tau paling dia juga gak diizinin Rama. Trus tiba-tiba dia maksa mau ikut, ya gua sih mau nyenengin dia doang. Yaudah kami bawa."
"Sahabat macam apaan lo ninggalin Hawa kayak gitu."
"Lo bisa paham gak sih? Gua keadaannya juga kacau. Vira aja gua gak tau gimana keadaannya, gua hubungin gak bisa. Dan Hawa... Dia turun sendiri ke lantai dansa dan gua gak tau lagi dia kemana."
"Tetep aja lo gak bertanggung jawab sama anak orang. Dan pakaian Hawa begitu pasti ulah lo, ya kan?" Zahra terdiam. Dia tak mampu membela dirinya.
"Kalau sampai ada apa-apa sama Hawa, Lo orang pertama yang gua seret!!" bentak Vano sambil berlalu meninggalkan Zahra.
"BODO!"

BLAMMM

Pintu terbanting kuat. Vano sudah menghilang dikejauhan. Hati Vano menggebu.

Bersama Allah, dan Tanpa 'Dia' [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang