Hari Kelahiran

194 6 0
                                    

Bulan bulan telah berlalu. Hari kelahiran semakin dekat sekitar 2 minggu lagi jadwal kelahiran Hawa akan tiba. Beberapa hari ini dia susah tidur. Karena penuh rasa khawatir.

Hawa memang mulai berbisnis online dengan menjual pernak-pernik muslimah. Itu dilakukannya demi menambah uang untuk lahirannya kelak. Hawa juga tak mungkin terus-terusan meminta tolong ke Vano yang tanggungannya juga banyak itu. Tangan Hawa masih sibuk menge-pack barang dagangannya dan siap dikirim. Tak lama kemudian dia bangkit dan bersiap untuk pergi ke kantor pengiriman barang.

Hawa meraih gamis lengkap dengan kerudung panjang dan cadarnya. Dia menumpuk-numpuk barangnya ke dalam kardus besar. Cukup berat. Pinggang Hawa terasa ngilu sekali.

"ini pengiriman ketiga minggu ini. Bismillah Ya Allah. Kuatkanlah aku." Hawa meraih handphonenya dan menelepon seseorang.

"assalamu'alaikum kang? Minta tolong ya kang kayak biasa? Oke, saya tunggu di rumah ya kang. Makasih. Assalamu'alaikum." ditutupnya telpon atas nama Kang Yono. Ojek yang selalu membantu Hawa ke pos untuk mengirim barang.

Beberapa lama menunggu, Kang Yono tiba di depan  kontrakan Hawa. Dan menyandarkan motor tuanya yang sudah berderit-derit.

"Mari neng, saya bantu." Hawa hanya senyum dibalik cadarnya. Setelah semua barang naik ke atas motor Hawa pun turut naik. Posisi duduknya jauh dengan Kang Yono. Tapi Kang Yono sudah paham dan terbiasa. Berangkatlah kedua orang ini menuju jalan besar.

Ditengah perjalanan, Kang Yono sempat bertanya-tanya beberapa hal.
"Neng? Udah mau lahiran kan? Gimana?"
"Insyaallah Kang, semoga lancar."
"Normal kan Neng entar lahirannya?"
"Insyaallah Kang, dokternya bilang bisa normal."
"Alhamdulillah kalau gitu Neng, semoga lancar ya neng?" Hawa hanya mengangguk kecil dibelakang.
"ohh iya neng, kerjanya dikurangin dikit neng. Jadi gak capek capek amat dan gak ngedrop entar kalau lahiran ya neng?"
"iya Kang, ini juga rencana abis ini saya off kok. Saya mau fokus persalinan."
"Alhamdulillah, soalnya istri saya pernah capek gitu menjelang kelahiran. Ehh malah ngedrop dan akhirnya harus sesar jadinya. Tapi untungnya sehat sehat semua neng."
"Alhamdulillah."

Setelah perbincangan yang asik seputar kelahiran dan pengalaman dari istri Kang Yono. Sampailah mereka di tempat pengiriman. Kang Yono pun membantu mengangkat barang ke dalam.

"Kang? Nunggu didalam aja. Panas diluar."
"ohh iya neng."

Sembari menunggu Hawa mengurus urusannya. Kang Yono hanya duduk sambil merebahkan sedikit badannya. Pegal-pegal di tulang senjanya kadang menyakitinya. Tapi Kang Yono tak pernah lelah untuk bekerja. Istrinya pun tak masalah bahkan mendukung niat Kang Yono yang ingin membantu Hawa. Karena image Hawa juga sudah jelek di kampung karena gunjingan orang-orang. Tapi untungnya ada orang seperti Kang Yono dan keluarganya yang ikhlad membantu. Bahkan sesekali Hawa mampir ke rumah Kang Yono untuk berbincang dan main dengan anak-anaknya.

"Saya terima ya mbak? Sebentar saya cetak struknya." kata seorang teller. Hawa hanya manggut. Tapi, sedari tadi tubuh Hawa tidak enak. Tetesan keringat mengucur membasahi bagian luar cadarnya. Hawa memeluk perutnya yang ngilu sekali.

Apa iya ini kontraksi? Tapi ini kecepetan? Ya Allah

Hawa tak henti-henti menyebut nama Allah dan beristighfar. Semakin lama perutnya seperti melilit. Hawa mulai merasakan pitam. Pandangannya kabur. Tapi Hawa tetap mencoba kuat. Setelah teller memberikan struk pembayaran. Hawa bangkit dari kursi dan berjalan kebelakang tiba-tiba...

AHHHH... ASTAGFIRULLAH....

Hawa menjerit dan terduduk di antara keramaian orang. Kang Yono yang setengah terlelap langsung sigap membopong Hawa.

"Neng? Kenapa neng?? Ayo ayo saya bantu."
"Ka...Kangg saya mau lahiran kayanya." Kang Yono panik dan pucat bukan kepalang. Kini mereka telah tiba di halaman depan. Kang Yono melihat baju Hawa telah basah keringat. Hawa meremas baju Kang Yono sambil terus menjerit dan menyebut.
"Bentar neng saya telpon ambulan aja kalau gitu. Pake motor bahaya." Kang Yono pun merogoh sakunya. Auranya makin panik mengingat dia lupa membawa hapenya.

"Aduhh neng. Saya lupa bawa hape, pake hape neng gimana?" Kang Yono kemudia menyandarkan tubuh Hawa di motor. Hawa meraba-raba tasnya sambil gemetar dan bercucur keringat. Hawa langsung menyerahkannya kepada Kang Yono. Kang Yono pun memencet-mencet tombol dilayar. Sesekali beliau melihat wajah Hawa yang sudah pucat, dan warna mukanya berubah. Kang Yono semakin panik. Orang-orang disekitar turut membantu dengan menenangkan Hawa. Mulai dari menyuruh untuk atur napas, sampai ikut mengelus perutnya ada juga yang menutupkan Hawa dengan kain.

Tak lama. Ambulance pun datang. Karena jarak rumah sakit juga tak begitu jauh dari lokasi penjemputan. Kondisi Hawa mulai tidak stabil. Hawa pun diangkat ke atas mobil. Napasnya mulai terputus-putus. Perawat melepas cadar Hawa dan mengambil selang oksigen dan memasangkannya. Kang Yono mengikuti Hawa dari belakang menggunakan motornya.

Didalam ambulance, perawat terus mengajak ngobrol dan mengenggam tangan Hawa membuat Ia tetap dalam kondisi sadar. Sirine ambulance pun memecah kepadatan jalan. Hawa masih berusaha sadar meski pandangannya sudah mengabur.

Sampainya dirumah sakit, para petugas sigap mendorong Hawa ke ruang persalinan. Tapi Hawa kemudian tidak sadarkan diri.

Kang Yono sampai di depan ruang bersalin dan langsung ditemui oleh dokter.
"Orang tua pasien?" tanya dokter tersebut.
"Eh? Bukan dok. Saya cuma tetangganya."
"Ada keluarga korban yang bisa dihubungi?"
"Kenapa ya Dok?"
"Begini, kami harus melakukan tindakan operasi sesar untuk mengeluarkan bayinya. Karena ditakutkan salah satu atau bahkan dua duanya tidak bisa selamat. Jadi saya meminta persetujuan keluarga dan mengurus berkasnya."
"ahh... Kira kira bisa menunggu sampai berapa lama ya dok?"
"maksimal besok pa. Karena kondisi pasien sedang lemah saat ini. Segera hubungi saya ya pak?"
"B... Baik... Dok."
Dokterpun berlalu kedalam ruangan untuk melihat keadaan Hawa.

Kang Yono teringat kalau handphone Hawa masih ada padanya. Kemudian dia mencari-cari list nama yang mungkin bisa dihubunginya. Kang Yono melihat nama Vano yang tertera di call list Hawa.

"M.. mungkin ini abangnya atau siapa. Telpon aja dulu deh. Ini yang paling banyak ditelpon Hawa." tangan Kang Yono gemetaran.

"Ha... hallo?"

Bersama Allah, dan Tanpa 'Dia' [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang