Hawa tiba di perhentian pertamanya. Disebuah panti asuhan bernama Permata Hati. Hawa turun duluan sambil terus memegangi perutnya yang terasa berat. Hawa menggeret kotak-kotak yang telah diikat dengan tali. Lalu, dengan inisiatif pria yang bersamanya tadi turun dan membantu.
"Mari Mbak saya bantu. Saya kebetulan mau kedepan sana juga." tawar pria itu.
"Makasih banyak Mas." Pria itu hanya membalas senyum sambil sibuk menurunkan kotak tersebut.
"Ini Pak, uangnya. Sekalian sama Mas ini ya?" Hawa mengeluarkan dua lembar uang lima ribu kepada sopir angkot. Hawa memegangi uang diujung sekali karena takut bersentuhan.
"Loh gak usah Mbak saya bayar sendiri." sahut pria itu.
"Gak apa Mas sekalian. Mumpung ada rezeki lebih. Pak?"
"Taruh di bawah aja neng. Takut kesentuh kan?" jawab sopir itu. Hawa hanya mengangguk pelan dan menaruh uang di atas jok.
"Makasih ya Pak?"
"Yok. Mari neng." kemudian sopir itu berlalu.
"Udah Mas. Makasih ya?" ucap Hawa sambil mau meraih kotak itu.
"Jangan Mbak. Tak apa saya bawain."
"Loh jangan Mas."
"Udah gak apa. Mudah-mudahan berbuah pahala dan berkah sebelum saya jualan."
"Yaudah makasih Mas."
"Mau kemana dulu Mbak?"
"Saya mau ke panti Mas."
"Oh yaudah mari." Hawa membalas dengan mengangguk. Hawa masih menundukkan pandangannya dari pria itu.Mereka berdua berjalan ke arah panti itu dengan pria itu berada didepan. Setelah sampai, pria itu menaruh barang di teras. Hawa sibuk mengeluarkan uang selembar lima puluh ribu. Hendak menyerahkannya kepada pria itu.
"Ehh Mbak. Gak usah. Saya ikhlas." pria itu menolak begitu melihat Hawa mengeluarkan uang.
"Gak apa Mas, saya juga ikhlas. Anggap ini sedekah dan amalan saya juga. Anggap penglaris siang ini Mas." pria itu hanya tersenyum dan mengambil uang itu.
"Ohh iya, Mas tadi bilang mas jualan. Jualan apa?"
"Saya jualan es degan Mbak. Tadi saya pulang dulu ngambil uang kembali ketinggalan. Biasa lah Mbak udah tua jadi lumayan pikun hahahhaa." Hawa hanya mendeham menahan tawa.
"Seger loh mbak. Nanti kapan kapan mbak kepengen, saya bisa lewat ke daerah rumah Mbak kok."
"Iya mas. Insyallah."
"Ohh iya saya Farhan Mbak." Pria itu memperkenalkan dirinya dan menjulurkan tangannya.
"Saya Hawa Mas." Hawa menarik tangannya. Melihat itu Farhan menarik kembali tangannya dan membalas Hawa dengan senyuman.
"Ada yang bisa saya bantu lagi Mbak?"
"Enggak Mas. Terimakasih banyak."
"Yaudah. Saya pamit ya Mbak kalau gitu? Mau langsung dagang. Assalamu'alaikum." pria itu berlalu meninggalkan Hawa.
"Wa'alaikumsalam warrahmatullahi wabarakathu."Lalu, hawa masuk kedalam panti. Menemui pengurus dan menyerahkan barang-barang yang dibawanya. Hawa menyempatkan bermain dengan anak-anak disana. Mereka senang dengan yang dibawa Hawa. Hawa ternyata juga membawa sekotak mainan baru untuk anak-anak. Hawa melihat canda ria mereka yang kegirangan menerima hadiah dari Hawa.
Hawa pun ikut tertawa, dia turut senang dan ikut memainkan mainan tersebut.
Mungkin, akan seperti inilah rasanya ketika anakku lahir. Girang, bahagia dan menceriakan hari-hariku.
Namun, hati hawa juga sebenarnya juga sedih melihat anak-anak ini tak mempunyai orang tua. Airmata Hawa jatuh, tapi buru-buru disekanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersama Allah, dan Tanpa 'Dia' [END]
RomanceMenceritakan kisah perjalanan hijrah wanita muda yang tengah berjuang dan mengabdikan dirinya hanya demi Allah SWT. Perubahan yang terjadi setelah dirasakan olehnya hati yang ringkih diikuti dengan fisik yang merintih. Berhasilkah perjalanan Hijrah...