Pamit

234 7 0
                                    

Mobil van bergulir mengikuti arah dari sebuah lokasi.

"Ini kan rumah sakit. Ngapain Hawa disana? Ada yang gak bener nih."

Mobilnya semakin bergerak laju. Semuanya diterobos. Vano menghawatirkan keadaan Hawa. Sudah lama mereka tidak berjumpa. Sejak insiden dua bulan lalu. Jangankan Vano. Rama yang menjadi jiwa hidup dimanapun Hawa berada juga sedang sulit menemui Hawa. Tiba-tiba Hawa menjadi sosok yang tertutup.

Beberapa waktu perjalanan, Vano tiba disebuah rumah sakit. Belum sempat masuk, Hawa telah berdiri didepan gerbang masuk.

"Wa?" tanpa babibu Hawa langsung membuka pintu mobil.
"Kita jalan dulu. Cari tempat ngobrol Van." Vano tak berpanjang pikiran. Dia langsung menggilir kembali mobilnya dijalanan.

Hawa menyandarkan kepalanya ke kaca mobil. Wajahnya terhalangi rambutnya yang tergerai lurus. Hawa ingin menutupi rasa sedihnya. Tapi hal itu tak bisa membohongi Vano yang sudah lama mengenalnya. Sesegukan tangis terdengar tipis dari arah Hawa. Vano meraih tangan Hawa. Menggenggamnya hangat.

"Tangisin aja dulu. Setelah itu lo harus cerita semuanya sampai selesai. Oke? Gua akan siap jadi samsak hidup buat lo." tiba-tiba hawa mengubah sandaran kepalanya ke pundak Vano.

Tangisannya berubah menjadi rintihan. Perasaan sedihnya sangat dalam. Hati Vano jadi tak tenang. Jarang sekali bahkan tak pernah Vano melihat Hawa sampai seperti ini. Biasanya dia selalu menjadi Hawa yang punya tingkah konyol dan mengesalkan untuk Vano. Tapi kali ini, yang ditemuinya bukanlah Hawa, tapi sisi lainnya.

Lengan Vano melingkari lehernya. Sambil mengelus rambut Hawa dan menenangkannya. Tangan Vano tak berhenti memutar-mutar setir dan mengganti giginya sekaligus. Untunglah dia handal berkendara. Hawa masih tersedu. Vano membiarkan bajunya banjir sampai Hawa benar-benar puas meluapkan semua sedih di batinnya.

Hawa......

Bersama Allah, dan Tanpa 'Dia' [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang